KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemilu 2024 serasa belum usai, namun pemilu 2029 berasa sudah mulai. Begitulah nuansa berbagai macam wacana yang berkembang dalam masyarakat akhir-akhir ini. Aroma politik praktis sangat mendominasi diskursus yang berkembang pada masyarakat kita.
Siniar-siniar Youtube yang kini menggeser media arus utama sebagai pemantik wacana masyarakat pun pekat dengan tema politik praktis. Semua peristiwa seolah berhulu dari pemilu tahun lalu dan akan bermuara pada pemilu 2029. Siapa kalah siapa menang dalam pemilu lalu, siapa akan berlaga dalam pemilu mendatang. Tema pembicaraan tak jauh dari soal berebut kekuasaan.
Kita seperti sedang mengalami sakau politik, gejala kecanduan yang menimbulkan kegelisahan saat tak membicarakan kekuasaan. Seolah segala urusan bangsa hanya relevan bila dikaitkan dengan strategi elektoral. Segala hal ditarik ke arena kontestasi politik.
Akibatnya, masyarakat luas tak begitu hirau ketika kekayaan alam yang selama ini dikelola negara melalui BUMN-BUMN telah didelegasikan kepada sebuah lembaga anyar. Benar, memang, sama-sama milik negara, tetapi protokol pemeriksaan dan pemantauan oleh lembaga negara lain yang berwenang tak lagi semudah dulu.
Bangsa ini sedang kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi pada yang esensial. Kita terlalu sibuk melihat bayangan, lupa pada wujud yang sebenarnya.
Lihat saja, masyarakat kurang tanggap bahwa puluhan triliunan anggaran belanja pemerintah yang semula terdistribusi ke banyak sektor sehingga menggerakkan beragam roda perekonomian, telah dialihkan ke sebuah program yang dijalankan secara tersentralisasi oleh sebuah badan pemerintah.
Lebih menyedihkan, narasi publik kini makin dikuasai oleh mereka yang fasih dalam seni "membungkus" opini, bukan mereka yang mendalami substansi.
Alhasil ketika pemerintah meluncurkan sebuah program koperasi gede-gedean yang digadang-gadang bakal menjadi sebuah badan usaha "konglomerasi" tingkat desa, tak terdengar ada pihak yang mempertanyakan dampaknya terhadap kehidupan ekonomi partikelir desa.
Barangkali sekarang tiba saatnya kita untuk melakukan detoksifikasi candu politik praktis. Mari kita saling membuka ruang untuk diskusi yang lebih jernih, membumi, dan menyentuh kebutuhan nyata rakyat. Jika tidak, kita akan hidup dalam siklus sakau politik dari satu pemilu ke pemilu berikutnya.