KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ya, jika saya sekadar mencari pujian, tampil heroik, dan bisa dicitrakan sebagai penghancur raksasa bisnis, maka bongkar saja semua bangunan di atas lahan hasil reklamasi itu. Di mana-mana akan disambut dengan tepuk tangan. Secara politik itu akan dahsyat.
Begitu pernyataan Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (19/6) lalu. Tapi tentu, dia tidak mengambil langkah tersebut. Sebagai pejabat negara, ia bertugas menjaga tatanan hukum, tak bisa sembarangan melampiaskan amarah.
Sudah terlalu sering terjadi bahwa hukum ditekuk oleh yang sedang berkuasa. Aturan hukum disingkirkan demi kepentingan ekonomi, politik, dan kepentingan mikro lainnya. Hukum dipakai sesuai selera, dipakai untuk mempertahankan kekuasaan, katanya.
Alhasil, terbitlah Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas nama nama Kapuk Naga Indah, pengembang Pulau D seluas 312 hektare. IMB dengan nomor: 62/C.37a/31/-1.785.51/2018 keluar November 2018.
Tak heran, Agus Salim, nelayan yang tinggal di daerah Muara Angke, Jakarta Utara, bilang, beberapa bulan terakhir proyek pengurukan lahan pulau reklamasi terus saja jalan. Bahkan, Malam-malam aktivitas terus berlanjut, ungkapnya.
Toh, Anies menolak disebut mengingkari janji dalam kampanye Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI 2017. Ia berdalih, semua kebijakan yang dirinya buat termasuk penerbitan IMB tetap sesuai dengan janjinya: menyetop reklamasi.
Ada 17 pantai/pulau yang akan dibangun di Teluk Jakarta. Kini, kegiatan reklamasi itu telah dihentikan. Semua izin reklamasi telah dicabut. Ada 13 pulau tidak bisa diteruskan dan dibangun, tegas Anies.
Itu berarti, sayap garuda tak jadi membentang di perairan Jakarta. Desain ke-17 pulau reklamasi memang berbentuk burung garuda raksasa.
Tapi, untuk empat pulau yang sudah terbentuk sebagai hasil reklamasi di masa lalu, Pemerintah Provinsi DKI bakal manfaatkan untuk kepentingan publik. Itulah janji kami, dan kami konsisten memegang dan melaksanakan janji itu, ujar mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini.
Untuk itu, lewat Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 120 Tahun 2018, Anies menunjuk PT Jakarta Propertindo (Jakpro) mengelola tanah hasil reklamasi Pantai Utara Jakarta. Wewenang badan usaha milik daerah (BUMD) ini mencakup pengelolaan lahan kontribusi serta kerjasama prasarana, sarana, dan utilitas umum di keempat pulau buatan itu.
Keempat pulau itu adalah Pulau C, D, G, dan N. Pemegang izin pelaksanaan reklamasi Pulau C dan D adalah PT Kapuk Naga Indah, Pulau G ialah PT Muara Wisesa Samudra, sedang Pulau N PT Pelindo II. Jangka waktu penugasan kepada Jakpro untuk pengelolaan tanah hasil reklamasi selama 10 tahun. Evaluasi paling sedikit setiap lima tahun sekali.
Tetap berlanjut
Meski begitu, bukan berarti hak pengembang atas 35% lahan di pulau tersebut hilang. Hanief Ari Setianto, Direktur Pengembangan Bisnis Jakpro, mengatakan, sesuai perjanjian dengan pemerintah, pengembang masih memilih hak untuk memanfaatkan 35% lahan reklamasi. Sisanya yang menjadi bagian pemerintah dan pengelolaannya melalui Jakpro, katanya.
Dari pantauan Tabloid KONTAN di Pulau D yang oleh Pemerintah DKI diberi nama Pantai Maju, Rabu (19/6) lalu, memang masih banyak rencana pembangunan proyek komersial oleh Kapuk Niaga Indah, anak usaha Agung Sedayu Group, sebagai pengembang.
Saat ini, mengacu IMB yang Pemerintah DKI terbitkan November 2018, di pulau tersebut berdiri tidak kurang 932 bangunan, yang terdiri dari 409 rumah tinggal dan 212 rumah kantor (rukan). Selain itu, ada 311 rumah dan rukan yang masih tahap konstruksi.
Sebagai pengembang yang memegang izin prinsip lahan reklamasi, PT Agung Podomoro Land Tbk tentu menuntut perlakukan yang sama. Melalui cucu usaha, Muara Wisesa Samudra, Agung Podomoro tengah mengembangkan proyek di Pulau G seluas 161 hektare.
Sama halnya dengan Pulau C dan D milik Agung Sedayu, di pulau yang kini bernama Pantai Bersama itu, kelak berdiri berbagai proyek komersial, seperti hunian dan perkantoran. Justini Omas, Sekretaris Perusahaan Agung Podomoro, menyatakan, hingga kini pengembangan Pantai Bersama masih sebatas pembangunan pulau. Sejak dihentikan pembangunannya pada Mei 2016, sampai saat ini belum dilanjutkan lagi, jadi masih berhenti, sebut dia.
Tapi, Justini memastikan, proses reklamasi Pantai Bersama tetap akan berlanjut. Itu sesuai keputusan Pemerintah Provinsi DKI, katanya.
Menurut Justini, Agung Podomoro akan tetap mengikuti setiap keputusan dan ketentuan yang telah Pemerintah DKI tetapkan mengenai pembangunan kawasan Pantai Bersama. Sejak awal proyek ini dimulai, kami senantiasa menjalankan seluruh tahapan dan aturan yang telah ditetapkan pemerintah, ucapnya.
Selangkah lebih maju dari Agung Sedayu maupun Agung Podomoro, Pelindo II selaku pengembang Pulau N sudah menyelesaikan bukan hanya pulau reklamasi atau pengurukan lahan semata. Mereka juga membangun New Priok Container Terminal 1 (NPCT-1) di atas lahan reklamasi tersebut.
Terminal peti kemas itu mulai beroperasi komersial sejak 18 Agustus 2016. Toh, Direktur Operasi Pelindo II Prasetyadi menyebutkan, perusahaannya masih akan terus mengembangkan pelabuhan di Pulau N. Semua persyaratannya sudah clear dan clean, cetusnya.
Berdasarkan rencana induk (master plan)pengembangan, proyek tahap selanjutnya adalah pengembangan NPCT-2 dan NPCT-3 yang akan menambah kapasitas bongkar muat peti kemas hingga 3 juta twenty foot equivalent unit (TEU).
Dengan tambahan kapasitas NPCT-1, terminal kontainer di Pulau N mampu menampung 4,5 juta TEU. Bila pembangunan NPCT-1 menelan dana hingga lebih dari Rp 11 triliun, maka proyek NPCT-2 dan NPCT-3 menyedot biaya Rp 8 triliun. Pengembangan NPCT-2 dan NPCT-3 sudah mulai bergulir dengan pekerjaan reklamasi lahan seluas 200 hektare.
Lahan kontribusi
Namun, sebagai pihak yang memperoleh mandat mengelola keempat pulau tersebut, Jakpro mengingatkan pengembang untuk menyediakan fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) di lahan reklamasi yang mereka bangun. Seperti ruang terbuka hijau dan lain-lain. Ini nanti dikelola kerjasama dengan Jakpro, kata Arief.
Merujuk Pasal 2 Pergub No. 120/2018, Jakpro bertanggungjawab terhadap pengelolaan lahan kontribusi. Lahan kontribusi merupakan kewajiban penyerahan lahan di tanah hasil reklamasi dan pemegang izin pelaksanaan reklamasi kepada pemerintah daerah seluas 5% dari total luas lahan Hak Pengelolaan (HPL). Lingkup pengelolaan lahan kontribusi meliputi perencanaan, pembangunan, dan pengembangan prasarana bagi kepentingan publik.
Prasarana ini terutama untuk kepentingan masyarakat pesisir yang terdampak. Wujudnya antara lain rumah susun untuk masyarakat berpenghasilan rendah, pasar tematik ikan, tempat ibadah, kantor pemerintah, dermaga. Jadi, Jakpro seperti developer untuk lahan kontribusi, imbuh Arief.
Cuma, pengelolaan lahan kontribusi termasuk kerjasama pengelolaan prasarana, sarana dan utilitas umum hanya berlokasi di Pulau C, D, G. Kelak, prasarana untuk kepentingan publik yang Jakpro bangun diserahkan kepada Pemerintah P DKI, Meski begitu, Jakpro masih bisa memanfaatkannya dengan mekanisme sewa.
Saat ini, Arief menuturkan, perusahaannya terus melakukan koordinasi terkait rencana pembangunan dengan para developer lahan reklamasi. Pembahasan masih berlangsung, kami gelar pertemuan intens dengan mereka, ujarnya.
Dalam koordinasi pembangunan tersebut, yang diutamakan terlebih dulu adalah pembangunan fasum dan fasos buat kepentingan publik. Salah satunya, membangun jalur jalan sehat dan sepeda santai.
Dengan keberadaan fasilitas yang bisa publik akses, maka masyarakat bisa menikmati kawasan pantai tersebut. Masyarakat bisa bersepeda, jogging, bahkan kelak ada usaha kecil dan menengah (UKM) yang beraktivitas di lahan itu.
Sebagai bagian fasum dan fasos, maka pembangunan jalur jalan sehat dan sepeda santai menjadi kewajiban pengembang. Namun, pengembangan lahan kontribusi tidak menjadi kewajiban pengembang. Arief menyebutkan, sumber dananya bisa dari kas Jakpro, pinjaman perbankan, atau Program Tanggungjawab Sosial Perusahaan (CSR) perusahaan. Untuk prosedur pembangunannya sama dengan pihak swasta, kami juga akan mengurus IMB dan lain-lain, tegas Arief.
Juga sama halnya dengan pengembang swasta, Jakpro bisa saja mengomersialkan proyek yang mereka kembangkan di lahan kontribusi tersebut. Kami juga akan melihat ke arah sana. Artinya, bagaimana kami bisa membuat bisnis planning untuk sarana prasarana dan utilitas, kata Arief.
Namun demikian, Arief menegaskan, tujuan utama pemerintah adalah membangun pelayanan, ruang terbuka hijau, fasum, dan fasos untuk kepentingan publik. Intinya pemerintah ingin hadir dengan memberikan pelayanan. Kalau memang kita lihat, kok, pengembang yang dapat manfaat ekonomi. Ya, memang jelas karena mereka badan swasta, profit oriented, jelasnya.
Anies sendiri kerap melontarkan pernyataan mengenai pemanfaatan lahan reklamasi untuk kepentingan publik. Menurutnya, pengelolaan lahan hasil reklamasi itu tak ubahnya memanfaatkan tanah kosong sebagai lapangan sepakbola.
Dengan begitu, lahan kosong tersebut tidak terbengkalai. Kawasan reklamasi itu harus menjadi kawasan terbuka yang bisa diakses oleh publik. Bahkan sekarang, kita akan punya pantai yang terbuka untuk umum dan bisa dinikmati oleh semua warga, kata dia.
Yang jelas, sayap burung garuda raksasa batal membentang di perairan Jakarta.