Sepak Terjang Hendro Gondokusumo Membangun Kerajaan Properti dengan Bendera Intiland

Kamis, 13 Maret 2025 | 14:48 WIB
Sepak Terjang Hendro Gondokusumo Membangun Kerajaan Properti dengan Bendera Intiland
[ILUSTRASI. CEO PT Intiland Development Tbk Hendro Santoso Gondokusumo. KONTAN/Muradi/2019/06/27]
Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Kabar duka datang dari industri properti. Pendiri sekaligus Direktur Utama PT Intiland Development Tbk (DILD) Hendro Santoso Gondokusumo meninggal dunia pada 13 Maret 2025. Ia wafat dalam usia 74 tahun di Singapura pukul 03.29 waktu setempat.

Hendro  merupakan sosok visioner yang telah membangun fondasi kuat bagi Intiland sejak awal hingga mencapai kejayaan. Intiland telah sukses menghadirkan berbagai proyek ikonik di Surabaya, Jakarta dan kota-kota lainnya. 

Lahir di Batu, Malang pada 1950, Hendro tumbuh di keluarga keturunan Tionghoa bermarga Hokkian yang berkecimpung di bisnis hasil bumi. Kedua orang tuanya merupakan perantau dari Cina yang datang ke Malang untuk mencari peruntungan. Ayahnya berjualan hasil pertanian seperti beras, kopi, dan jagung. Paman Hendro juga ikut merantau ke Malang berbisnis hasil bumi dengan skaal yang lebih besar karena merambah pasar ekspor.

Saat masih remaja, Hendro terkenal nakal. Alhasil, ayahnya kerap memaksanya membantu bisnis keluarga setiap kali libur sekolah. Salah satu tugasnya adalah mengantarkan barang dagangan dari gudang ke stasiun kereta untuk dikirim ke Cirebon, menggunakan gerobak sapi.

Baca Juga: Hendro Santoso Gondokusumo, Pendiri Intiland, Meninggal Dunia di Singapura

Seiring waktu, Hendro mulai lebih banyak terlibat dalam bisnis pamannya, yang cakupannya lebih luas, yaitu ekspor komoditas. Pada usia 16 tahun, ia pindah ke Surabaya untuk membantu mengurus bisnis ekspor di kantor utama perusahaan pamannya yang bernaung di bawah bendera NV Mansur.

Setahun kemudian, pada 1967, ia hijrah ke Jakarta untuk membantu membuka kantor perwakilan di Roa Malaka, Kota Tua. Kantor ini bertujuan memperluas ekspansi bisnis hingga ke Sumatera.

Saat pertama kali masuk Jakarta, Hendro dan pamannya masih berfokus pada bisnis hasil bumi dengan banyak melakukan ekspor ke Eropa di bawah bendera PT Dharmala.  Kemudian, bisnis di Surabaya dan Jakarta disatukan dalam satu grup besar bernama Dharmala Group.

Pada tahun 1970, Dharmala Group mulai merambah bisnis properti. Mitra bisnis mereka dari Malaysia, Keck Seng, melihat potensi besar dalam pengembangan properti di Indonesia, yang saat itu belum banyak pemain besar di bidang ini. Hanya beberapa developer seperti Indokisar dan Anto Haliman (pendiri Agung Podomoro) yang menggarap proyek skala kecil.

Hendro dan pamannya kemudian pergi ke Malaysia untuk mempelajari strategi bisnis properti Keck Seng. Di sana, ia menemukan bahwa regulasi pembangunan sangat ketat, pengembang harus membebaskan lahan dan membangun infrastruktur terlebih dahulu sebelum memulai proyeknya. 

Baca Juga: Hadapi Ketidakpastian Pasar, Intiland Development Pasang Target Konsevatif Tahun Ini

Meski awalnya tidak begitu tertarik dengan bisnis properti, Hendro akhirnya setuju untuk mencobanya setelah diyakinkan oleh pamannya. “Dharmala Group pun mulai terjun ke sektor ini dengan mengakuisisi lahan seluas 5 hektare di Cilandak, Jakarta Selatan.” ungkap Hendro saat diwawancarai KONTAN pada April 2018 silam.

Proyek pertamanya adalah Cilandak Garden Housing yang terdiri dari 62 unit rumah. Hendro turun langsung mengelola proyek ini, bekerja sama dengan kontraktor kecil bernama Hadi sebagai konsultan. Ia bahkan ikut mengurus pembelian material. Pagi hari ia bekerja di kantor, lalu siang harinya turun ke lapangan untuk mengawasi pembangunan.

Proyek perdana ini sukses besar setelah diborong Pertamina untuk disewakan kepada karyawannya. Keberhasilan ini membuat Hendro menyesal karena tidak lebih cepat terjun ke bisnis properti. Ia pun mulai menyadari bahwa inilah bidang yang benar-benar menarik minatnya.

Ekspansi Hingga ke Proyek Reklamasi

Setelah sukses dengan proyek pertama, Dharmala Group membeli lahan seluas 12 hektare di Angke, Jakarta Barat, dan mengembangkan proyek kedua mereka, Perumahan Taman Harapan Indah (THI). Namun, proyek ini menghadapi tantangan besar, rumah yang dibangun ternyata tidak laku terjual.

Hendro awalnya ingin menyediakan hunian nyaman bagi para pedagang Pasar Pagi yang saat itu tinggal di ruko. Namun, ia kemudian menyadari bahwa bagi para pedagang, kenyamanan bukan prioritas utama, mereka lebih mengutamakan kemudahan akses untuk berjualan.

Alih-alih menyerah, Hendro melakukan analisis ulang. Ia menemukan bahwa para pedagang merasa lebih aman tinggal di ruko daripada di rumah dengan taman belakang yang luas. Maka, ia mengubah konsep rumah dengan ukuran lebih kecil dan menambahkan teralis untuk meningkatkan keamanan. Strategi ini berhasil. Rumah dengan desain baru ini laku terjual meskipun harganya hampir sama dengan tipe sebelumnya yang tidak diminati.

Dari pengalaman ini, Hendro belajar bahwa dalam bisnis properti, memahami kebutuhan pasar adalah kunci utama. Sebagus apa pun konsep yang dirancang, jika tidak sesuai dengan keinginan konsumen, maka proyek itu tidak akan sukses.

Baca Juga: Lakukan Pengembangan Properti di IKN, Intiland Sebut Belum Ada Rencana Tambah Lahan

Pada tahun 1978, Dharmala Group mulai ekspansi ke Surabaya dengan mengembangkan lahan seluas 670 hektare. Namun, proses pembebasan lahan menjadi tantangan besar karena masih banyak penduduk yang tinggal di sana. Menerapkan strategi relokasi, ia membangun perumahan di tengah kawasan tersebut dan memindahkan sekitar 300 keluarga ke sana.

Selain itu, lahan yang mereka miliki terisolasi tanpa jalan masuk. Hendro pun memutuskan untuk membangun akses jalan sendiri yang lebih lebar dibandingkan jalan sekitarnya. Strategi ini terbukti sukses. “Proyek itu akhirnya lebih diminati dibandingkan proyek kompetitor yang memiliki akses jalan lebih kecil,” ungkap Hendro.

Setelah sukses dengan berbagai proyek perumahan, Dharmala Group mulai mengembangkan reklamasi Pantai Mutiara. Hendro melihat bahwa di luar negeri, properti paling mahal biasanya berlokasi dekat dengan laut. Namun, di Jakarta, lahan di Pluit yang menghadap laut belum banyak dikembangkan karena kekhawatiran terhadap keamanan dan bajak laut.

Dengan menggandeng konsultan dari Singapura, Dharmala memulai proyek reklamasi perumahan pertama di Asia Tenggara. Namun, proyek ini tidak semudah yang dibayangkan. Hendro awalnya mengira reklamasi hanya soal menimbun pasir, tetapi kenyataannya lebih kompleks. Pasir yang ditimbun sering kali hilang akibat ombak, sehingga mereka harus membangun polder untuk menahannya.

Meskipun menghadapi banyak tantangan, proyek reklamasi Pantai Mutiara akhirnya sukses besar. Dharmala tetap berhasil menyelesaikan proyek reklamasi Pantai Mutiara seluas 110 hektare. Keputusan berani ini diambil karena mereka melihat potensi pasar di wilayah utara Jakarta, khususnya Pluit, yang saat itu telah berkembang pesat dan dihuni oleh kelas menengah ke atas.

Tahap pertama, yang mencakup 40 hektare rumah kanal, habis terjual dalam lima tahun tanpa pemasaran besar-besaran. Sebagian besar pembeli berasal dari Pluit yang mencari hunian eksklusif di tepi laut. Dari sini, Hendro semakin memahami bahwa keunikan konsep dapat menciptakan daya tarik tersendiri, bahkan meski harga jualnya tinggi.

Dilibas Krismon Tahun 1998 

Setelah sukses dengan hunian tapak, sisa lahan sekitar 11 hektare dikembangkan menjadi proyek vertikal bernama Regatta. Proyek ini dirancang dalam tiga tahap dengan menggandeng arsitek Inggris, Atkins—firma yang sama yang merancang Burj Khalifa di Dubai. 

Sayangnya, ketika pembangunan tahap pertama sedang berlangsung, krisis ekonomi melanda Indonesia. Dharmala mengalami kesulitan keuangan hingga tidak mampu membayar kontraktor. 

Beruntung, kontraktor asal Jepang, Obayashi, tetap bertahan dan melanjutkan pembangunan meski hanya diberi jaminan sertifikat tanah. Jika kontraktor memilih mundur, proyek reklamasi ini bisa terbengkalai dan hilang.

Seiring pemulihan ekonomi, unit apartemen Regatta mulai terjual, dan hasil penjualannya digunakan untuk mencicil pembayaran kepada kontraktor. Akhirnya, sertifikat tanah yang menjadi jaminan pun kembali ke tangan perusahaan.

Sebelum Regatta, Hendro telah memulai pengembangan properti vertikal sejak awal 1980-an dengan proyek apartemen low-rise Taman Harapan Indah. Dari pengalaman ini, ia semakin memahami tantangan dalam membangun high-rise building. 

Baca Juga: Intiland (DILD) Optimistis Penjualan Lahan Industri Terus Tumbuh hingga Akhir 2024

Pada tahun 1996, Dharmala mengembangkan apartemen Kintamani di Jakarta Selatan dengan sistem pembayaran yang kurang matang, hanya meminta uang muka 30% dan sisanya dibayar setelah proyek selesai. Namun, krisis 1998 membuat proyek ini hampir mangkrak. Konsumen pun menuntut perusahaan untuk menyelesaikan proyek tersebut.

Untuk mengatasi masalah ini, Dharmala membentuk tim yang terdiri dari perwakilan pembeli dan pengembang guna memastikan pembayaran kontraktor. Akibatnya, perusahaan mengalami kerugian sebesar US$ 2 juta, kerugian pertama mereka dalam bisnis properti. 

Selain itu, proyek 1Park Residence juga terkena dampak krisis hingga harus mengembalikan uang muka konsumen beserta bunganya. Bahkan setelah mencoba memasarkan ulang dengan konsep baru, proyek ini kembali terhenti akibat krisis.

Namun, Hendro percaya bahwa dalam bisnis properti, keberanian mengambil keputusan sangatlah penting. Baginya, lebih baik mengembalikan uang konsumen daripada memaksakan proyek yang berisiko mangkrak. Keputusan ini ternyata membuahkan hasil. Ketika 1Park Residence akhirnya dibangun dengan konsep yang lebih matang, semua pembeli awal kembali dan proyek pun terjual habis sebelum selesai dibangun.

Bagi Hendro, menjadi developer berarti harus berani mengambil risiko, memiliki perhitungan matang, dan memahami seni dalam bisnis. Konsultan asing pun kerap ia libatkan untuk menciptakan konsep yang menarik dan inovatif. Selain itu, komunikasi yang baik dengan konsumen, kontraktor, dan tim internal adalah kunci keberhasilan.

"Di dunia properti, tantangan dan krisis akan selalu ada, tetapi dengan kerja sama tim yang solid dan semangat kekeluargaan, sebuah perusahaan dapat terus berkembang dan bertahan dalam industri ini." pungkas Hendro

Seiring waktu, perusahaan yang tadinya bernama PT Darmala Intiland Tbk berganti nama menjadi PT Intiland Developement Tbk pada 2007. Kini perusahaan ini masih tetap berkibar dengan bergama proyek hunian, perkantoran, hotel, hingga kawasan industri.

 

 

Bagikan

Berita Terbaru

Buyung Poetra Sembada (HOKI) Ingin Terlibat Program Pangan dari Pemerintah
| Sabtu, 19 April 2025 | 06:30 WIB

Buyung Poetra Sembada (HOKI) Ingin Terlibat Program Pangan dari Pemerintah

HOKI melihat program swasembada pangan dan MBG akan membawa dampak positif bagi kualitas kesehatan masyarakat Indonesia.

Jangan Latah Beli Emas
| Sabtu, 19 April 2025 | 06:15 WIB

Jangan Latah Beli Emas

Lebih bijak jika membeli emas untuk tujuan menabung antisipasi gejolak global yang kian tidak menentu. 

Kebijakan Ekonomi di Era BANI
| Sabtu, 19 April 2025 | 06:05 WIB

Kebijakan Ekonomi di Era BANI

Pemerintah tidak perlu malu hentikan program makan bergizi gratis (MBG) demi program ekonomi padat karya.

Bisnis Emiten Baru Medela Potentia Sebagai Distributor Kebutuhan Kesehatan
| Sabtu, 19 April 2025 | 06:00 WIB

Bisnis Emiten Baru Medela Potentia Sebagai Distributor Kebutuhan Kesehatan

Mengintip profil dan strategi bisnis PT Medela Potentia Tbk (MDLA) sebagai pendatang baru di Bursa Efek Indonesia (BEI). 

Sampoerna Agro (SGRO) Mematok Produksi TBS Naik 5% Tahun Ini
| Sabtu, 19 April 2025 | 05:20 WIB

Sampoerna Agro (SGRO) Mematok Produksi TBS Naik 5% Tahun Ini

Memperkirakan, produksi TBS awal tahun 2025 akan lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya

Inilah Pilihan Safe Haven yang Tersisa Saat Ini
| Sabtu, 19 April 2025 | 05:00 WIB

Inilah Pilihan Safe Haven yang Tersisa Saat Ini

Harga komoditas emas tak terbendung di saat pamor US Treasury dan dolar AS meredup akibat kebijakan tarif Donald Trump

Dirut Phintraco Sekuritas Beberkan Pentingnya Berpikir Rasional dalam Berinvestasi
| Sabtu, 19 April 2025 | 04:35 WIB

Dirut Phintraco Sekuritas Beberkan Pentingnya Berpikir Rasional dalam Berinvestasi

Modal untuk menjadi investor pasar saham tidak hanya sebatas uang. Namun ada hal penting lain, yakni pemikiran rasional

Kobexindo Tractors (KOBX) Memacu Bisnis Non Alat Berat
| Sabtu, 19 April 2025 | 04:20 WIB

Kobexindo Tractors (KOBX) Memacu Bisnis Non Alat Berat

Pada tahun lalu, pendapatan KOBX dari tiga segmen non penjualan alat berat kompak menanjak, yakni suku cadang serta jasa peraikan.

Rupiah Sepekan Terakhir Tertekan Data Domestik
| Sabtu, 19 April 2025 | 04:15 WIB

Rupiah Sepekan Terakhir Tertekan Data Domestik

Rupiah diperkirakan menguat secara terbatas pekan depan dengan adanya Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI).

Simalakama: Kejar Pertumbuhan Ekonomi atau Cegah Capital Outflow
| Sabtu, 19 April 2025 | 04:05 WIB

Simalakama: Kejar Pertumbuhan Ekonomi atau Cegah Capital Outflow

BI akan mempertahankan suku bunga acuan di 5,75% sebagai respons terhadap meningkatnya ketidakpastian global, termasuk risiko perang dagang

INDEKS BERITA

Terpopuler