KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ilmu fisika mengenal hukum kekekalan energi. Energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan. Ada pula hukum kekekalan masa. Sayangnya dunia ekonomi tidak mengenal hukum kekekalan harga. Benda-benda bisa berubah harganya, meski massa atau energinya tetap. Apa contohnya? Makanan!
Sekilo beras akan bertambah harganya ketika berubah wujud menjadi nasi goreng. Bukan semata lantaran tambahan bumbu dan campuran bahan lain, tapi juga dipengaruhi hukum pasokan dan permintaan. Harga nasi goreng di warung tenda kaki lima dan di kafe dalam hotel bisa jauh berbeda, meski volume dan kandungan kalorinya sama.
Setelah nasi goreng dimakan, sulit mengukur lagi nilai ekonomisnya. Sekitar 70% makanan terserap ke dalam tubuh orang yang menyantapnya. Sampai saat ini tak ada standar harga daging manusia. Adapun 30% volume nasi goreng yang tidak dicerna oleh perut akan dibuang sebagai tinja, masuk ke jamban. Mungkin ada, entah di mana, tinja dijual sebagai pupuk. Tapi, pasti harganya tak lagi setara beras apalagi nasi goreng.
Pernahkah menakar berapa total harga makanan yang Anda santap dalam setahun? Taruh kata setiap hari menghabiskan Rp 100.000 untuk makan, dalam setahun Anda menghabiskan Rp 36,5 juta. Nyaris tidak akan ada wujud yang tersisa dari belanja sebesar itu, kecuali sekitar Rp 10 juta di antaranya tertimbun di septick tank.
Bandingkan kalau uang sebanyak itu Anda belanjakan motor listrik. Setiap tahun Anda bisa beli tunggangan baru. Motor yang lama pun masih ada harganya.
Tapi, tentu saja, kita tidak bisa sewenang-wenang membandingkan makanan dengan motor dari sudut pandang duit begitu saja. Ada peran tak ternilai pada makanan. Makanan menjaga kelangsungan hidup, memastikan tubuh berfungsi maksimal, dan memelihara kesehatan. Bahkan sebagian orang mendapatkan kebahagiaan saat menyantap makanan meski berharga jutaan per porsi.
Namun, apa boleh buat, ketika makanan menjadi program pemerintah yang dibiayai APBN, kita tidak lagi bisa melihatnya hanya secara biologis, filosofis, atau politis. Sebagaimana program yang lain, pemerintah harus memastikan efisiensi dan efektifitas program MBG. Pastikan tubuh anak-anak yang menyantapnya menyerap optimal nilai per porsi sesuai anggaran.
Ingat, kelak, tak ada bukti kesuksesan program ini kecuali anak-anak yang tumbuh sehat dan cerdas.