KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pakeeet! Itulah sapaan yang akrab yang disampaikan oleh para kurir saat mengantarkan kiriman barang ke konsumen.
Kehadiran paket di depan rumah bukanlah hasil sulap sim salabim yang dilakukan oleh penyedia jasa kurir. Ada proses pengantaran yang panjang yang dilakukan dari gudang sampai ke konsumen.
Dari setiap titik perjalanan paket tersebut, ada sumber daya yang digunakan, seperti; kurir, sewa gudang, dan biaya operasional.
Biaya ini kemudian dikenakan ke konsumen plus margin bagi perusahaannya. Semakin murah tarif, semakin efisien perusahaan kurir mengeluarkan biaya untuk membayar kurir dan operasionalnya
Lantas bagaimana jika tarif ongkos kirim digratiskan? Kita tahu ada banyak janji penyedia platform e-commerce yang mendengungkan ongkos kirim gratis. Dari setiap promosi, ongkos kirim gratis kerap disematkan untuk menarik pembeli.
Meski konsumen bayar gratis, namun biaya operasional dan jasa kurir tetap dibayarkan. Beragam cara membayarnya.
Jika dalam negosiasi perusahaan jasa kurirnya di posisi lemah, bisa jadi perusahaan jasa kurir yang menanggung sebagian atau keseluruhan ongkos kirimnya. Bisa pula biaya dikenakan ke pemilik produk atau pihak e-commerce-nya atau tanggung renteng.
Namun masalahnya makin pelik lagi saat perusahaan e-commerce bikin usaha jasa kurir sendiri. Anak usaha itu berhadapan dengan perusahaan jasa kurir yang ada. Anak usaha inilah yang kerap melayani ongkos kirim gratis.
Memang tak bisa dipungkiri, salah satu daya tarik konsumen belanja online adalah karena ada ongkos kirim gratis. Peluang ini yang kemudian dikemas e-commerce dengan mendirikan anak usaha jasa kuri sendiri. Ada kesan, anak usaha itu bertugas menjalankan program promosi, bukan cari profit.
Siasat bisnis ini tentu memiliki dampak. Pebisnis jasa kurir yang lain tentu kewalahan menghadapinya. Mereka harus mengejar proft tetapi harus bersaing dengan anak usaha jasa kurir milik perusahaan e-commerce tidak punya target profit.
Alhasil, rebutan pasar jasa kurir tak terhindarkan. Jika dibiarkan terus menerus, usaha jasa kurir milik e-commerce tentu akan “bakar uang” entah sampai kapan.
Begitu pula dengan perusahaan jasa kurir yang lain, mereka bisa kehilangan pasar.
Sebelum jatuh korban karena rugi, sebaiknya pemerintah mengatur bisnis jasa kurir di e-commerce ini. Wujudkan persaingan yang adil dan setara di jasa kurir