Reporter:
Intan Nirmala Sari, Nur Qolbi |
Editor: Narita Indrastiti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun ini pemerintah mendorong badan usaha milik negara (BUMN) untuk gencar melakukan ekspansi. Namun hal tersebut tidak tercermin pada kinerja saham emiten BUMN. Tahun ini, harga saham emiten BUMN justru merosot dalam.
Ini terlihat dari pergerakan indeks IDX BUMN20. Bila dihitung sejak awal tahun hingga kemarin, IDX BUMN20 sudah terkoreksi 10,98%. Penurunan ini lebih dalam dibandingkan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sejak awal tahun yang cuma sebesar 6,29%.
Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji mengatakan, harga saham emiten BUMN cenderung turun lantaran tahun ini memang bukan tahun saham BUMN. Emiten BUMN banyak terkena sentimen negatif.
Ambil contoh, saham bank plat merah yang terkena sentimen negatif kenaikan suku bunga. "Saham emiten konstruksi BUMN juga berada dalam tren bearish," ujar Nafan, Kamis (15/11).
Emiten konstruksi dihantui sentimen arus kas yang sempat negatif. Padahal kinerja keuangan positif. Penurunan harga saham konstruksi pelat merah juga cukup dalam. Contoh, saham PT Waskita Karya Tbk (WSKT) turun 32,13% sejak awal tahun. Saham PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) turun 22,58% di periode yang sama. Sedang saham PT Bank Mandiri Tbk cuma turun tipis 7,50%.
Peluang masuk
Meski begitu, para analis menilai investor sudah mulai bisa kembali masuk ke saham-saham emiten pelat merah. Apalagi, saham BUMN kini sedang mendapat banyak sentimen positif. Sejumlah saham BUMN juga mencetak kenaikan harga belakangan ini.
Kemarin, harga saham PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) ditutup menguat 14%. Harga saham PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) kemarin naik 4,83%. Sehari sebelumnya, harga saham produsen semen ini sudah naik 9,29%.
Kinerja emiten BUMN pun bergerak ke arah yang positif. PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) mencetak kenaikan laba bersih 122,80% di kuartal tiga lalu. Di periode yang sama, GIAA sukses menurunkan rugi bersih 48,62%.
Nafan menyebut, penurunan harga saham BUMN membuat valuasi saham jadi lebih murah. Jadi, sekarang merupakan momentum yang tepat bagi investor untuk melakukan akumulasi beli.
Secara rata-rata, saham emiten BUMN juga berpeluag menguat. "Kalau dilihat dari daily IDX BUMN20, untuk jangka menengah dan panjang, indeks ini memiliki peluang untuk menguat hingga akhir 2019," kata Nafan.
Tahun depan memang merupakan tahun politik. Tapi, pembangunan infrastruktur masih berlanjut. Ini bakal menjadi sentimen positif bagi saham konstruksi BUMN.
Sektor perbankan juga bakal menerima dampak positif pembangunan infrastruktur. Meski suku bunga tinggi, kebutuhan pendanaan dari pihak perbankan diprediksi masih jadi pilihan korporasi.
Selain itu, sentimen perang dagang mulai berkurang. Kurs rupiah juga mulai stabil. Hal ini akan menjadi sentimen positif bagi emiten BUMN.
Analis memprediksi saham BUMN bakal menjadi sasaran window dressing. Apalagi, investor sudah cukup larut dalam momen wait and see sepanjang tahun ini. "Kalau mau buy on support, ini waktu yang tepat. Terutama di saham sektor perbankan dan semen," kata Valdy.
Valdy merekomendasikan saham SMGR, Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), BMRI dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI). Dilihat dari prospek teknikal, harga keempat saham tersebut sudah berada di area support, khususnya untuk SMGR. "Dari segi fundamental, keempat saham itu masih membubuhkan kinerja yang cukup baik pada kuartal III-2018," kata dia.
Nafan merekomendasikan sejumlah saham seperti PT Adhi Karya Tbk (ADHI) dengan target harga Rp 1.470, BBRI dengan target harga Rp 3.510 per saham, PGAS dengan target harga Rp 2.680 per saham, SMGR Rp 10.900 per saham dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dengan target harga Rp 4.530 per saham.
Ini Artikel Spesial
Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.