KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melaksanakan tender sistem transaksi tol non-tunai nirsentuh sudah masuk ke tahap kajian teknis. Kajian teknis itu dilakukan oleh pemrakarsa proyek dengan membandingkan beberapa teknologi.
Adapun sejak pengumuman prakualifikasi tender proyek pada 8 Juli lalu, Kementerian PUPR mencatat sudah ada 18 perusahaan yang telah mendaftar dan mengunduh dokumen prakualifikasi tender senilai total Rp 4,34 triliun itu.
"Mereka yang mendaftar terdiri dari perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi, konstruksi, energi, data security dan pengusahaan jalan tol," ungkap Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur PUPR, Eko D. Heripoerwanto kepada KONTAN, Selasa (14/7).
Ini Artikel Spesial
Segera berlangganan sekarang untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap.
Kelak, proyek sistem transaksi tol nirsentuh tersebut akan menggunakan teknologi global navigation satellite system atau GNSS. Eko bilang, teknologi GNSS atau satellite based adalah teknologi yang paling efektif untuk rencana penerapan multi lane free flow (MLFF) di jalan tol di Indonesia.
Dia mengklaim, teknologi GNSS direkomendasikan dengan beberapa pertimbangan penting antara lain biaya investasi, biaya pembangunan roadside infrasturcture, biaya operasional, perlengkapan pendukung dalam kendaraan, biaya ekspansi, serta akurasi teknologi.
Oleh karena itu, pihaknya menilai kelebihan sistem GNSS dibandingkan sistem pembayaran tol yang berlaku saat ini antara lain teknologi GNSS memungkinkan pembayaran dan pengumpulan tol terintegrasi dalam satu sistem. Kemudian, tidak terdapat barrier dan gerbang tol sehingga menghindari antrean di gerbang tol.
Melakukan investigasi
Total biaya investasi awal proyek ini mencapai US$ 299 juta atau Rp 4,3 triliun. Nilai tersebut mencakup biaya investasi tahap I (wilayah Jawa-Bali) senilai US$ 203,60 juta atau Rp 2,9 triliun dan sebagian biaya investasi tahap selanjutnya senilai US$ 95,40 juta atau Rp 1,4 triliun.
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengungkapkan, sistem transaksi menggunakan GNSS akan membebani berbagai pihak, terutama pengguna jalan tol yang membeli alatnya.
Adapun alat yang saat ini dipakai atau on board unit seharga Rp 1 jutaan per unit. Kata Agus, banyak pengguna jalan tol yang tidak mau untuk membeli alat itu. "Tiba-tiba mau pakai GNSS. Alasannya kalau pakai RFID suka lolos frekuensinya. Jadi GNSS katanya lebih canggih karena pakai satelit," ungkap dia.
Oleh karena itu, Agus sedang melakukan penelitian dan melakukan investigasi atas tender GNSS tersebut. Hal tersebut lantaran sebelumnya Kementerian PUPR dan BPJT sudah menyepakati untuk menggunakan sistem RFID. "Dicari saja RFID yang paling bagus kan macam-macam banyak jenisnya di negara lain juga banyak yang pakai," ungkap dia.
Sebelumnya, Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Danang Parikesit menyampaikan saat ini tahapan tender sudah masuk prakualifikasi. Sementara untuk lembaga perbankan yang telah menjadi pengelola gerbang e-toll juga masih dapat berpartisipasi dalam proyek ini. "Bank penerbit e-toll payment masih bisa berpartisipasi sebagai penyedia sumber dana pembayaran," tutur dia.
Danang juga menegaskan pengguna jalan tol tidak akan terkena biaya terkait penggunaan teknologi GNSS. "Tidak ada pemasangan alat di mobil. Nanti hanya install aplikasi di smartphone," klaim dia kepada KONTAN, kemarin.