KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kegagalan PT Delta Dunia Sandang Tekstil (DDST) membayar bunga pinjaman membawa dampak negatif terhadap anak usaha Grup Duniatex lainnya, PT Delta Merlin Dunia Textile (DMDT).
Selain harga obligasi yang Delta Merlin terbitkan pada Maret lalu anjlok, dua lembaga pemeringkat internasional juga telah menurunkan peringkat utang anak usaha Duniatex tersebut ke level junk alias sampah.
Pada 10 Juli lalu, Delta Dunia Sandang semestinya membayar bunga pinjaman sebesar US$ 5 juta. Pinjaman bertenor lima tahun itu merupakan pinjaman sindikasi senilai US$ 260 juta yang Delta Dunia Sandang peroleh pada 2016 lalu.
Tak lama setelah Delta Dunia Sandang melewatkan pembayaran bunga pinjaman, harga obligasi Delta Merlin senilai US$ 300 juta anjlok.
Pada 12 Juli 2019, harga obligasi Delta Merlin masih di posisi 103,08. Pada 15 Juli, harganya turun menjadi 99,32.
Sehari kemudian, harga obligasi Delta Merlin anjlok ke posisi 53,59. Rabu (24/7) kemarin, harga obligasi Delta Merlin berada di posisi 34,38.
Selain harga obligasi, peringkat obligasi Delta Merlin juga ikut anjlok.
Pada 16 Juli lalu, Standard and Poor's (S&P) Global Ratings menurunkan peringkat Delta Merlin dari BB- menjadi CCC-.
Penurunan peringkat juga berlaku untuk obligasi senior tanpa jaminan yang Delta Merlin terbitkan.
Dua hari kemudian, giliran Fitch Ratings menurunkan peringkat utang Delta Merlin dari BB- menjadi B-.
Tak berselang lama, Rabu (24/7) kemarin, Fitch kembali menurunkan peringkat utang Delta Merlin menjadi CCC-.
Salah satu alasan penurunan peringkat tersebut adalah risiko penularan dari kegagalan Delta Dunia Sandang melewatkan jadwal pembayaran bunga utang.
Menurut Fitch, obligasi Delta Merlin memang tidak mengandung klausul cross-default yang menghubungkan kinerja pembiayaan perusahaan dengan kinerja afiliasi.
Namun, Fitch meyakini, kesulitan keuangan Delta Dunia Sandang sebagai perusahaan terafiliasi akan membatasi akses Delta Merlin ke perbankan dan pasar modal.
Delta Merlin, menurut Fitch, akan kesulitan untuk membiayai kembali utang, termasuk fasilitas modal kerja jangka pendek.
Kesulitan akses ke perbankan itu tidak hanya memengaruhi operasi sehari-hari namun juga kemampuan Delta Merlin melakukan pembayaran amortisasi pokok yang terjadwal atas pinjaman berjangka.
Selain itu, setiap Delta Merlin wanprestasi atas pinjaman dengan jumlah lebih besar dari US$ 10 juta akan memicu klausul wanpresatasi dalam dokumentasi obligasinya.
Keyakinan Fitch tersebut mempertimbangkan kepemilikan bersama dan operasi terintegrasi perusahaan dalam Grup Duniatex.
Baik Delta Merlin maupun Delta Dunia Sandang adalah perusahaan yang tergabung di dalam Grup Duniatex milik Sumitro.
Pemegang saham Delta Merlin adalah Sumitro yang menguasai 99,99% saham. Bisnis utama Delta Merlin adalah memproduksi kain mentah.
Di Delta Dunia Sandang, anak usaha Grup Duniatex yang bertugas di bidang pemintalan, Sumitro menguasai kepemilikan secara langsung sebesar 50%.
Sementara sisanya dipegang oleh PT Delta Dunia Tekstil dan PT Dunia Setia Sandang Asli Tekstil. Keduanya merupakan perusahaan milik Sumitro.
S&P Global Ratings juga memiliki pertimbangan serupa. Lewatnya Delta Dunia Sandang membayar bunga pinjaman menunjukkan lemahnya likuiditas di tingkat induk, yakni Grup Duniatex.
Likuiditas di tingkat induk yang lemah ini akan berpengaruh terhadap Delta Merlin.
S&P Global Ratings memperkirakan, operasi Delta Merlin dalam beberapa bulan ke depan kemungkinan akan tertekan akibat tekanan likuiditas yang dialami Grup Duniatex.
Ini karena perusahaan pemintalan Duniatex, termasuk Delta Dunia Sandang, merupakan pemasok utama Delta Merlin. Tanpa likuiditas yang memadai dan dukungan modal kerja, produksi di perusahaan pemintalan akan terhambat.