Strategi Investasi: Parkir Sejenak di Pasar Uang Agar Cuan Tak Hilang

Selasa, 10 Mei 2022 | 06:24 WIB
Strategi Investasi: Parkir Sejenak di Pasar Uang Agar Cuan Tak Hilang
[ILUSTRASI. ilustrasi Uang rupiah. KONTAN/Muradi/2019/09/17]
Reporter: Aris Nurjani, Hikma Dirgantara | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Seperti sudah diprediksi, pasar saham langsung jeblok begitu perdagangan kembali dibuka pekan ini. Tak tanggung-tanggung, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot 4,42% ke level 6.909,75 pada perdagangan kemarin akibat sentimen kenaikan Fed fund rate.

Pasar obligasi juga ikut tertekan. Kemarin, Indonesia Composite Bond Index (ICBI) besutan Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) merosot ke level 327,45, yang merupakan level terendah dalam kurun sekitar enam bulan terakhir.

Tekanan ke pasar keuangan diprediksi belum akan segera berakhir. CEO Edvisor.id Praska Putrantyo melihat, pada jangka pendek, seluruh instrumen investasi di pasar modal akan mengalami tekanan, baik saham maupun obligasi. "Belum lagi ada kenaikan inflasi domestik, hingga ada potensi profit taking pada IHSG berlanjut, mengingat sudah cenderung jenuh beli di atas 7.200," tutur Praska.

Karena itu, investor perlu mempertimbangkan mengatur ulang portofolio investasinya untuk mengantisipasi potensi kerugian membengkak. Para pengamat sepakat, di tengah sentimen kenaikan suku bunga Amerika Serikat dan potensi kenaikan suku bunga Indonesia, investor bisa memperbesar porsi investasi di instrumen pasar uang.

Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengungkapkan, instrumen investasi yang paling diuntungkan dengan kenaikan suku bunga adalah reksadana pasar uang. Pasalnya, ketika suka bunga naik, maka bunga deposito yang merupakan portofolio utama reksadana pasar uang juga ikut naik.

Sementara instrumen investasi yang paling dirugikan oleh kenaikan suku bunga adalah obligasi. Maklum, harga obligasi cenderung turun ketika bunga naik. Karena itu, ada kemungkinan kinerja reksadana pendapatan tetap dengan underlying portofolio surat utang akan tertekan.

Aset investasi likuid

Selain bisa dimanfaatkan untuk mengejar keuntungan saat suku bunga naik, instrumen pasar uang bisa dimanfaatkan sebagai tempat parkir sementara dana investasi. "Investor bisa mendiversifikasikan dananya sambil menunggu posisi koreksi sehat IHSG dan setelah itu bisa masuk ke instrumen saham," kata Reza Fahmi, Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management, kemarin.

Perencana Keuangan Finansia Consulting Eko Endarto  menambahkan, investor perlu memperbesar porsi dana di instrumen yang likuid saat pasar masih dilanda ketidakpastian. Instrumen pasar uang bisa jadi pilihan.

Nantinya, ketika keadaan membaik dan keseimbangan ekonomi baru sudah terbentuk, investor dapat dengan segera mengalihkan portofolionya ke instrumen lain yang kinerjanya lebih menjanjikan.  "Dengan kondisi yang masih tidak pasti, reksadana pasar uang menawarkan risiko yang sangat rendah dengan likuiditas tinggi dengan potensi imbal hasil optimal," kata Eko.

Meski begitu, bukan berarti instrumen obligasi dan saham harus dijauhi. Bagi investor yang ingin berinvestasi di obligasi, Ekonom Sucor Sekuritas Ahmad Mikail menyarankan investor menurunkan durasi investasi ke tenor yang lebih pendek.

Alternatif lainnya, investor bisa masuk ke obligasi korporasi yang pergerakannya tidak terlalu likuid, sehingga tidak terlalu terpengaruh sentimen kenaikan suku bunga. Return obligasi korporasi juga lebih tinggi ketimbang imbal hasil obligasi pemerintah.

Instrumen saham juga masih bisa jadi andalan. Para analis merekomendasikan investor mencermati saham-saham blue chip yang harganya kemarin merosot. Tapi, investor harus cermat menentukan timing masuk ke saham. 

Berikut rekomendasi alokasi investasi di era kenaikan bunga

Wawan Hendrayana, Vice President Infovesta Utama
40% saham 
40% obligasi
20% pasar uang

Investor agresif: 
50% saham
30% obligasi
20% pasar uang 

Eko Endarto, Perencana Keuangan Finansia Consulting
60% Deposito / Reksadana Pasar Uang
40% Lain-lain

Dimas Yusuf, Head of Fixed Income Sucorinvest Asset Management 
Agresif: 
75% saham
10% obligasi
15% pasar uang

Moderat: 
65% saham
10% obligasi
25% pasar uang 

Konservatif
45% saham
10% obligasi
45% pasar uang

Reza Fahmi, Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM) 
Agresif: 
30% Pasar uang 
40% saham/ Reksadana saham
30% lain-lain (emas/obligasi)

Moderat:
50% pasar uang
20% saham / reksadana saham
30% lain-lain

Konservatif: 
70% Pasar uang 
10% saham. reksadana aham
20% lain-lain

Ahmad Mikail, Ekonom Sucor Sekuritas 
Agresif:
40% saham
30% emas
30% obligasi tenor pendek 

Moderat: 
50% obligasi tenor pendek
50% obligasi tenor panjang

Konservatif: 
80% obligasi tenor pendek
20% saham

Praska Putrantyo, CEO Edvisor.id
40% obligasi korporasi investment grade / SBN bertenor pendek. 20% deposito/pasar uang
20% reksadana campuran
20% saham

(Sumber: wawancara)

 

 

Bagikan

Berita Terbaru

BI Beli Lebih dari Rp 90 Triliun SBN hingga Mei
| Kamis, 22 Mei 2025 | 05:20 WIB

BI Beli Lebih dari Rp 90 Triliun SBN hingga Mei

Pembelian SBN tersebut yaitu melalui pasar sekunder sebesar Rp 64,99 triliun dan pasar primer  sebesar Rp 31,42 triliun

Okupansi Kamar Hotel Eastparc (EAST) Turun
| Kamis, 22 Mei 2025 | 05:20 WIB

Okupansi Kamar Hotel Eastparc (EAST) Turun

Penurunan pendapatan dan laba EAST sejalan dengan okupansi hotel yang menyusut dari 96% pada kuartal I 2024 menjadi 85% selama kuartal I 2025.

Wijaya Karya Beton (WTON) Mengoptimalkan Utilisasi Pabrik
| Kamis, 22 Mei 2025 | 05:10 WIB

Wijaya Karya Beton (WTON) Mengoptimalkan Utilisasi Pabrik

Efisiensi belanja infrastruktur pemerintah tahun ini menyebabkan pergeseran tren permintaan beton pracetak dibandingkan tahun lalu.

Nasib Investor Sritex (SRIL) di Ujung Tanduk
| Kamis, 22 Mei 2025 | 05:05 WIB

Nasib Investor Sritex (SRIL) di Ujung Tanduk

Penangkapan Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) mengakibatkan nasib investor publik semakin tidak jelas.

BI Rate Dipangkas, Bank Diharap Turunkan Bunga Kredit
| Kamis, 22 Mei 2025 | 05:00 WIB

BI Rate Dipangkas, Bank Diharap Turunkan Bunga Kredit

Peningkatan biaya dana dan overhead menciptakan tren kenaikan bunga kredit perbankan selama empat bulan pertama tahun ini.​

Belanja 2026 Belum Ungkit Ekonomi Lebih Tinggi
| Kamis, 22 Mei 2025 | 05:00 WIB

Belanja 2026 Belum Ungkit Ekonomi Lebih Tinggi

Sebesar 40% dari total belanja 10 K/L terbesar pada tahun 2026, fokus pada MBG serta pertahanan dan kemanan

BI Pangkas Target Kredit Perbankan
| Kamis, 22 Mei 2025 | 05:00 WIB

BI Pangkas Target Kredit Perbankan

Pertumbuhan kredit perbankan tercatat semakin melambat hingga April 2025. Perlambatan terutama terjadi pada segmen konsumsi dan modal kerja.​

Sinyal Kenaikan Tarif Cukai Rokok di 2026
| Kamis, 22 Mei 2025 | 05:00 WIB

Sinyal Kenaikan Tarif Cukai Rokok di 2026

Saat ini pemerintah tengah menyusun peta jalan (roadmap) kebijakan cukai agar sejalan dengan RPJMN 2026-2029

LPEI Terus Mengikis Rasio Kredit Macet
| Kamis, 22 Mei 2025 | 04:45 WIB

LPEI Terus Mengikis Rasio Kredit Macet

Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) terus berupaya lepas dari bayang-bayang masalah keuangan masa lalu. 

Pelaku Usaha dan UMKM Terdampak Demo Ojol
| Kamis, 22 Mei 2025 | 04:35 WIB

Pelaku Usaha dan UMKM Terdampak Demo Ojol

Nilai transaksi dari ekosistem transportasi daring mencapai Rp 375,89 miliar per hari dan ada sekitar 5 juta mitra toko dan UMKM didalamnya.

INDEKS BERITA

Terpopuler