Strategi Lippo Karawaci (LPKR) atur Likuiditas usai Menyapih Meikarta

Rabu, 02 Januari 2019 | 05:59 WIB
Strategi Lippo Karawaci (LPKR) atur Likuiditas usai Menyapih Meikarta
[ILUSTRASI. Pembangunan Apartemen Meikarta]
Reporter: Herry Prasetyo, Narita Indrastiti | Editor: Hasbi Maulana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Likuiditas PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) masih menjadi sorotan. Perlambatan sektor properti dan berbagai kasus hukum yang menimpa Grup Lippo turut membayangi kinerja perusahaan ke depan.

Ketut Budi Wijaya, Direktur Utama Lippo Karawaci, mengklaim, meski turun, arus kas perusahaan masih dalam koridor normal. Untuk meningkatkan likuiditas, Lippo Karawaci fokus pada strategi pengurangan aset  (asset light strategy).

Tahun ini (2019), Ketut bilang, Lippo Karawaci setidaknya membutuhkan dana kas sekitar Rp 2 triliun untuk membayar utang dan ekspansi organik. Utang senilai US$ 73 juta dari BPD Kalimantan Timur, BNI, Bank Mandiri, dan UBS jatuh tempo.

Tahun depan (2020), LPKR juga udu membayar utang obligasi senilai US$ 75 juta. Lalu, pada tahun 2022 utang obligasi senilai US$ 410 juta juga akan jatuh tempo .

Untuk memenuhi kebutuhan likuiditas itulah, Lippo Karawaci masih akan mendaur ulang modal dengan cara menjual beberapa aset.

Beberapa aset yang akan mereka lepas pertengahan tahun ini antara lain Lippo Mall Puri Indah dan sebuah rumahsakit di Myanmar.

LPKR akan menjual Lippo Mall Puri kepada First REIT dan Lippo Mall Indonesia Retail Trust (LMIRT). Adapun rumahsakit di MYanmar akan dilepas kepada OUE Limited dan OUE Lippo Healthcare Limited (OUELH). Dari penjualan aset itu, Lippo berharap bisa mengantongi Rp 6 triliun.

Ketut berujar, aset-aset yang hendak dilepas tersebut bukan merupakan aset inti (core asset). "Rencana penjualan ini masih sejalan dengan target, pada kuartal kedua tahun 2019," ujarnya belum lama ini.

Sebagai tambahan informasi, arus kas operasional Lippo Karawaci masih defisit. Sebagai gambaran, per September 2017 defisit arus kas operasional Lippo Karawaci mencapai Rp 3,29 triliun. Namun, beruntung, per kuartal III 2018, defisit arus kas operasional telah turun menjadi Rp 979,2 miliar.

Di sisi lain, total kas dan setara kas perusahaan properti ini juga masih melemah. Akhir tahun lalu, Lippo Karawaci masih mencatatkan kas dan setara kas sebesar Rp 2,5 triliun. Sayangnya, per akhir September 2018, kas dan setara kas perusahaan telah tergerus menjadi Rp 1,85 triliun. 

Ekuitas perusahaan juga turun dari tahun 2017 yang sebesar Rp 22,83 triliun menjadi Rp 20,19 triliun. Ketut bilang, penurunan ekuitas ini disebabkan dekonsolidasi Meikarta yang dilakukan pada Mei lalu. Agio dari Meikarta sebesar Rp 3,1 triliun tidak lagi dikonsolidasikan di Lippo Karawaci. 

Arah bisnis 

Lippo Karawaci sendiri masih belum banyak memiliki proyek baru. Tahun depan, Lippo masih akan mengembangkan landbank dari tiga kota mandiri utama yaitu Lippo Village, Tanjung Bunga, dan Lippo Cikarang, serta landbank di Surabaya. "Kami memiliki konsep urban homes yaitu tempat tinggal yang lengkap di kota mandiri tersebut," ujarnya. 

Ketut juga masih enggan mengatakan target marketing sales Lippo Karawaci, terutama setelah Meikarta tak lagi terkonsolidasi. "Setelah didekonsilidasi Meikarta akan berkembang tanpa tergantung pada perusahaan," ujarnya. 

Arah bisnis properti Lippo Karawaci ini juga menjadi sorotan lembaga pemeringkat Fitch Ratings. Menurut Fitch, pelemahan penjualan bisnis properti Lippo telah meningkatkan risiko likuiditas.

Ketergantungan Lippo Karawaci pada penjualan aset untuk membiayai kewajiban utang juga meningkat. Terhadap kondisi itu Fitch menurunkan peringkat utang Lippo Karawaci dari B ke CCC+. 

Pada November lalu, Lippo Karawaci telah melepas kepemilikan saham di perusahaan manajer investasi First REIT, yakni Bowsprit Capital Corporation Limited, serta sebagian unit First REIT, kepada OUE Limited dan OUELH. Dari transaksi itu, perusahaan ini meraih dana sekitar Rp 2,28 triliun. 

Namun, Moody’s Investors Service menilai, dana hasil divestasi tersebut tidak mengatasi pelemahan fundamental dari arus kas operasional Lippo Karawaci. 

Moody’s memperkirakan, tambahan likuiditas itu hanya akan cukup untuk menutupi kebutuhan kas perusahaan hingga September 2019. Sebab, Lippo Karawaci harus mengeluarkan uang tunai sebesar Rp 1,1 triliun pada 2018 dan Rp 1,3 triliun pada 2019.

Moody's memperkirakan Lippo Karawaci masih akan menghasilkan arus kas operasi negatif di tingkat perusahaan induk selama 12 bulan hingga 18 bulan ke depan. Perkiraan ini didorong oleh empat faktor.

Pertama, penjualan stok properti yang lesu. Kedua, penurunan setoran fee manajemen aset pasca penjualan Bowsprit.

Ketiga, penurunan arus kas dividen dari perusahaan investasi real estat karena berkurangnya kepemilikan unit di First REIT dan dividen per unit yang lebih lemah dari LMIRT.

Keempat, biaya bunga yang lebih tinggi atas utang dollar Amerika Serikat (AS) akibat pelememahan rupiah dan tingginya biaya utang. Karena itulah, pada September lalu, Moody's telah menurunkan peringkat Lippo Karawaci dari B2 menjadi B3. 

GCG emiten

Alfred Nainggolan, Kepala Riset Koneksi Kapital Indonesia menilai, kinerja Lippo Karawaci masih akan tertekan. Selain permintaan sektor properti yang melambat, kasus hukum yang menimpa Grup Lippo membuat kepercayaan pasar menurun.

Alfred juga menilai, strategi daur ulang modal dengan mengkonversi aset riil menjadi dana kas memang pilihan yang cukup baik untuk mendorong likuiditas. Namun, tetap saja hal ini tak banyak mengangkat prospek Lippo Karawaci.

"Yang diperlukan adalah pembenahan GCG. Untuk mengembalikan kepercayaan market," imbuhnya kepada KONTAN, Jumat (28/12). 

Dekonsolidasi Meikarta boleh saja menjadi upaya Lippo Karawaci untuk mitigasi risiko. Namun, Alfred bilang hal ini harus dibarengi dengan ekspansi yang bisa mendorong pendapatannya.

Oleh karena itu, Alfred belum merekomendasikan saham LPKR. Sepanjang tahun ini, saham LPKR telah merosot 47,95%. Saham LPKR ditutup di harga Rp 254 per saham, pada penghujung tahun 2018, Jumat (28/12).

Bagikan

Berita Terbaru

Astra Graphia (ASGR) Cetak Pertumbuhan Dua Digit
| Selasa, 18 November 2025 | 10:05 WIB

Astra Graphia (ASGR) Cetak Pertumbuhan Dua Digit

Dalam menjaga kelangsungan bisnis jangka panjang, perusahaan berfokus dalam penguatan fundamental bisnis yang disertai pemberian ruang eksplorasi

Indonesia Bisa Kecipratan Investasi dari Australia
| Selasa, 18 November 2025 | 09:50 WIB

Indonesia Bisa Kecipratan Investasi dari Australia

Hubungan dagang Indonesia–Australia selama ini didominasi oleh ekspor daging, gandum serta arus pelajar Indonesia ke Australia.

Hanya 4 Hari Saham CSIS Terbang Hampir 100%, Aksi Korporasi Anak Usaha Jadi Katalis
| Selasa, 18 November 2025 | 08:49 WIB

Hanya 4 Hari Saham CSIS Terbang Hampir 100%, Aksi Korporasi Anak Usaha Jadi Katalis

Secara teknikal, saham PT Cahayasakti Investindo Sukses Tbk (CSIS) masih berpotensi melanjutkan penguatan. 

Bisnis UMKM Belum Bisa Terangkat
| Selasa, 18 November 2025 | 08:15 WIB

Bisnis UMKM Belum Bisa Terangkat

Hal ini dipengaruhi oleh normalisasi daya beli masyarakat yang masih lesu, permintaan pasca Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan libur sekolah

Sejumlah Emiten Akan Private Placement, Simak Prospek Sahamnya
| Selasa, 18 November 2025 | 08:11 WIB

Sejumlah Emiten Akan Private Placement, Simak Prospek Sahamnya

Salah satu yang terbesar ialah PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA). Emiten pelat merah ini berencana menggelar private placement Rp 23,67 triliun

Mitra Keluarga (MIKA) Terus Merawat Pertumbuhan Bisnis
| Selasa, 18 November 2025 | 08:00 WIB

Mitra Keluarga (MIKA) Terus Merawat Pertumbuhan Bisnis

Pertumbuhan kinerja didukung peningkatan volume pasien swasta serta permintaan layanan medis berintensitas lebih tinggi di sejumlah rumah sakit.

Summarecon Agung (SMRA) Menyuntik Modal ke Anak Usaha Sebesar Rp 231,83 Miliar
| Selasa, 18 November 2025 | 07:46 WIB

Summarecon Agung (SMRA) Menyuntik Modal ke Anak Usaha Sebesar Rp 231,83 Miliar

SMRA melakukan transaksi afiliasi berupa penambahan modal oleh perusahaan terkendali perseroan itu pada perusahaan terkendali lain.

Integrasi Merger Berlanjut, Laba EXCL Bisa Membaik di 2026
| Selasa, 18 November 2025 | 07:33 WIB

Integrasi Merger Berlanjut, Laba EXCL Bisa Membaik di 2026

EXCL berhasil meraup pendapatan sebesar Rp 30,54 triliun. Nilai ini melonjak 20,44% secara tahunan atau year on year (yoy) dari Rp 25,36 triliun.​

Penurunan BI Rate Tak Mampu Dongkrak Kredit Multiguna
| Selasa, 18 November 2025 | 07:11 WIB

Penurunan BI Rate Tak Mampu Dongkrak Kredit Multiguna

Pemangkasan suku bunga acuan BI hingga  1,25% sepanjang tahun ini ke level 4,75% tak mampu mendongkrak kredit multiguna

ICBP Diproyeksi Sulit Penuhi Target Pertumbuhan Penjualan
| Selasa, 18 November 2025 | 07:10 WIB

ICBP Diproyeksi Sulit Penuhi Target Pertumbuhan Penjualan

Pertumbuhan penjualan ICBP pada 2025 kemungkinan tidak mencapai target yang di tetapkan perusahaan, sekitar 7%-9%.

INDEKS BERITA

Terpopuler