Strategi Pendatang Baru di Maskapai Penerbangan

Minggu, 14 Agustus 2022 | 10:00 WIB
Strategi Pendatang Baru di Maskapai Penerbangan
[ILUSTRASI. ]
Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Nina Dwiantika

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Puncak pandemi Covid-19 yang lalu, memberikan tantangan sendiri bagi bisnis penerbangan. Larangan bepergian dan persyaratan rumit untuk menggunakan transportasi publik praktis membuat orang mengurangi aktivitas travelingnya. Kalaupun ingin bepergian, mereka lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi melalui jalur darat.

Belum rampung imbas pandemi Covid-19, industri penerbangan kembali harus menghadapi persoalan baru dari kenaikan harga avtur, sebagai imbas pelemahan rupiah dan kenaikan harga minyak mentah. Selama semester I 2022 saja, harga avtur sudah naik hingga 55,3%. Padahal avtur mengambil porsi 60% terhadap beban operasional maskapai.

Tekanan  itu  mendorong beberapa maskapai untuk mengubah strategi. Transnusa, salah satunya. Setelah vakum beroperasi selama puncak pandemi Covid-19, akhirnya maskapai yang basis operasinya di kawasan Indonesia Timur ini mengumumkan rencana terbarunya.

Manajemen memutuskan segera meluncurkan format baru yaitu dengan mengusung konsep LCC (low cost carrier). Sebelumnya, maskapai yang berdiri tahun 2005 dan berbasis di Bandara El Tari Kupang ini, merupakan maskapai medium service.  

Alasan Transnusa beralih ke pasar LCC, menurut Direktur Utama Transnusa, Bayu Sutanto, adalah karena ada perubahan pola kerja  penumpang setelah puncak Pandemi Covid-19. "Dulunya, penumpang itu didominasi segmen korporasi, juga pegawai BUMN dan ASN. Jumlahnya 40% lebih," ujarnya. Lazimnya, mereka pergi dengan alasan dinas, untuk rapat dan sebagainya.

Selama pandemi Covid-19, kalangan pekerja dan lembaga mereka, terbiasa menggelar pertemuan secara online. "Kecuali mereka yang harus pergi ke lapangan, misalnya, pertambangan. Tapi umumnya, orang sudah nyaman dengan pola kerja online," tutur Bayu.

Dampak perubahan pola kerja adalah segmen penumpang dinas turun drastis. Padahal, menurut Bayu, segmen penumpang tersebut, kurang sensitif pada harga. Di lain pihak, banyak pula korporasi yang memotong anggaran untuk perjalanan dinas mereka. 

Belakangan, mayoritas penumpang pesawat adalah orang yang pergi dengan kocek sendiri. "Saat ini kan euforia orang bepergian, jalan-jalan, liburan," ujarnya.

Karena itulah, Transnusa mantap untuk beralih ke jalur LCC, agar harga tiket yang mereka tawarkan jadi lebih kompetitif. Lagipula, segmen LCC dipercaya lebih besar. 

Perubahan, menurut Bayu, tidak hanya sebatas pada harga tiket, tapi banyak aspek di luar itu. Misalnya saja, mereka mengubah pesawat, dari semula turbopop ATR, kini Transnusa terbang menggunakan jet operation. Salah satunya A320.

Karena sempat tidak beroperasi selama satu tahun, dalam masa puncak Pandemi Covid 19 lalu, Transnusa harus melakukan sertifikasi ulang AOC. "Karena armada kami kan ganti juga. Resertifikasi diharapkan bisa selesai pada akhir September nanti," ujar Bayu.

Menurut rencana ke depan, Transnusa akan membuat Bandara Ngurah Rai Denpasar sebagai hub utama, selain Bandara Soekarno Hatta.

"Karena, kami akan menerbangi rute domestik dan luar negeri," tutur Bayu yang berharap pada awal Oktober, pesawat Transnusa bisa mulai terbang di rute-rute domestik.

Untuk hub Denpasar, dalam rencana Transnusa, mereka akan mengarungi area Indonesia Timur seperti Kupang, Waingapu, dan Labuhan Bajo. "Kalau rute bagian barat, ada Yogyakarta dan Surabaya," kata Bayu lagi.

Rute Jakarta-Denpasar dan Jakarta-Yogyakarta, menurut Bayu, merupakan rute prioritas yang segera mereka terbangi. "Kami memang memilih rute yang permintaannya tinggi, supaya load factor juga tinggi. Jadi, kami tidak akan menerbangi rute yang permintaannya kecil," tegasnya.

Namun, rute gemuk seperti Jakarta-Denpasar dan Jakarta-Yogyakarta bak gula dikerubuti banyak maskapai. Bayu pun menyadari hal itu. "Pemainnya memang banyak, tapi kan nanti tergantung pada layanannya. Ini sama saja kayak orang jualan beras di pasar. Yang jual kan banyak, tapi orang tetap beli," kata dia.

Untuk merebut pasar, sebagai pemain baru, Transnusa mengandalkan keunggulan layanan mereka. "Kami menyebutnya LCC plus," kata Bayu. Misalnya, Transnusa memberikan minuman dan snack untuk penerbangan yang durasinya di atas 1 jam. 

Sejauh ini, Transnusa mematok target load factor 70% sampai 80% untuk rute yang mereka garap. "Dengan catatan, kondisi normal, tanpa ada pembatasan perjalanan," ujarnya.

Toh, Bayu optimistis dengan target itu lantaran penumpang pesawat selalu mengalami kenaikan sejak sebelum pandemi Covid-19.

Transnusa juga sudah mempersiapkan penerbangan luar negeri, untuk membawa wisatawan dari sana. Misalnya saja, mereka berencana membuka rute penerbangan ke China. "Karena turis China itu, sebelum pandemi Covid-19, paling banyak di Indonesia," tutur Bayu. Selain itu, mereka juga punya rencana menggarap rute Australia, ke kota-kota Perth, Darwin, Melbourne, dan Sidney.

Baca Juga: Izinkan Harga Tiket Pesawat Naik, Ini Alasan Kemenhub

Penerbangan berjadwal

Perubahan bisnis juga sudah dilakukan oleh Pelita Air Service. Maskapai, anak perusahaan Pertamina yang berdiri tahun 1970 tersebut, sebelumnya lebih fokus menggarap bisnis carter pesawat.

Sebenarnya, antara tahun 2000-2005, Pelita sempat menggarap pasar penerbangan berjadwal. Namun, mereka lantas kembali menekuni bisnis carter pesawat.

Paska pandemi Covid-19 ini, Pelita Air Service kembali menyediakan layanan penerbangan berjadwal. Mereka mulai menggarap rute gemuk Jakarta-Denpasar  pada 22 April 2022 lalu.

Bulan Juni 2022, Pelita Air menambah rute baru, yakni Jakarta-Yogyakarta. "Pembukaan rute ini dipilih, karena Yogyakarta merupakan salah satudestinasi wisata super prioritas," kata Dendy Kurniawan, Direktur Utama Pelita Air Service dalam rilisnya.

Untuk menggarap pasar medium service ini, Pelita Air berencana menambah 10 pesawat baru saban tahun. Dengan load factor 70% penumpang sampai akhir tahun 2022.

Pengadaan pesawat, menurut Dendy dalam rilis yang diterima KONTAN, dilakukan dengan menyewa dari lessor. Jadi, tidak ada investasi, kecuali membayar deposit. 

Hingga saat ini, Pelita Air Service telah mengoperasikan tiga pesawat untuk dua rute mreka. Satu pesawat Airbus A320, bergabung pada pekan lalu (6/8).

Menurut Dendy, kedatangan pesawat terbaru ini merupakan bukti konkret komitmen Pelita Air Service untuk menggarap penerbangan berjadwal, setelah selama beberapa dekade mereka fokus di bisnis carter pesawat.

Demi menjaring penumpang, Pelita Air menggelar layanan inflight entertainment bagi para penumpang mereka. Layanan hiburan gratis ini bisa diakses dengan ponsel pintar, tablet, atau laptop masing-masing penumpang, menggunakan wireless inflight entertainment dengan aplikasi Tripper.

Apakah maskapai lama berpakaian baru ini bakal sukses menjaring pasar? Kita nantikan saja.

Baca Juga: Bersiap! Harga Tiket Pesawat Bakal Semakin Mahal, Ini Kata Kemenhub

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Membedah Dampak Redenominasi Rupiah untuk Perekonomian
| Senin, 17 November 2025 | 10:33 WIB

Membedah Dampak Redenominasi Rupiah untuk Perekonomian

Situasi ekonomi suatu negara sangat mempengaruhi keberhasilan redenominasi. Ada beberapa aspek yang membuat kebijakan ini gagal.

Pelemahan Harga Properti, CTRA dan SMRA Tahan Banting dan Lebih Bisa Beradaptasi
| Senin, 17 November 2025 | 09:57 WIB

Pelemahan Harga Properti, CTRA dan SMRA Tahan Banting dan Lebih Bisa Beradaptasi

Survei harga properti BI menunjukkan pertumbuhan harga properti residensial di pasar primer melambat, hanya naik 0,84% YoY hingga kuartal III-2025

Strategi Transformasi ASSA Berbuah Manis: Laba Melonjak, Saham Direkomendasikan Buy
| Senin, 17 November 2025 | 08:30 WIB

Strategi Transformasi ASSA Berbuah Manis: Laba Melonjak, Saham Direkomendasikan Buy

Laba bersih PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA) melompat didorong bisnis logistik dan penjualan kendaraan bekas.

Daya Beli Konsumen bisa Menguat, Saham Ritel AMRT dan MIDI Siap Tancap Gas?
| Senin, 17 November 2025 | 08:09 WIB

Daya Beli Konsumen bisa Menguat, Saham Ritel AMRT dan MIDI Siap Tancap Gas?

Menjelang momen musiman Nataru, kinerja emiten ritel modern seperti PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) diprediksi menguat.

Dana Kelolaan Reksadana Pecah Rekor Rp 621 Tiliun, Aset Defensif jadi Andalan
| Senin, 17 November 2025 | 08:00 WIB

Dana Kelolaan Reksadana Pecah Rekor Rp 621 Tiliun, Aset Defensif jadi Andalan

Tujuh tahun mentok di sekitar Rp 500-an triliun, akhirnya dana kelolaan industri reksadana tembus level Rp 600 triliun.  

Investor Ritel Lebih Mengincar ST015 Tenor Dua Tahun
| Senin, 17 November 2025 | 06:45 WIB

Investor Ritel Lebih Mengincar ST015 Tenor Dua Tahun

Berdasarkan catatan salah satu mitra distribusi, Bibit, ST015 tenor dua tahun ST015T2 mencatatkan penjualan lebih banyak

Prospek Ekonomi Global Mendongkrak Logam Industri
| Senin, 17 November 2025 | 06:30 WIB

Prospek Ekonomi Global Mendongkrak Logam Industri

Harga logam industri terangkat oleh kombinasi sentimen makro yang membaik serta tekanan pasokan global yang belum mereda.

Rupiah Pekan Ini Menanti Data Ekonomi
| Senin, 17 November 2025 | 06:15 WIB

Rupiah Pekan Ini Menanti Data Ekonomi

Rupiah menguat 0,13% secara harian ke level Rp 16.707 per dolar AS pada Jumat (14/11). Namun, dalam sepekan lalu, rupiah melemah 0,10%. 

Jalan Tengah UMP 2026
| Senin, 17 November 2025 | 06:14 WIB

Jalan Tengah UMP 2026

Negara ini butuh upah yang layak dan iklim usaha yang sehat. Keduanya bisa berjalan jika semua pihak bersedia mendekat ke tengah.

Laju Kredit Valuta Asing di Bank Kian Melemah
| Senin, 17 November 2025 | 06:10 WIB

Laju Kredit Valuta Asing di Bank Kian Melemah

Keputusan bank milik Danantara menaikkan bunga deposito USD menjadi 4% masih mengundang tanya. Pasalnya, permintaan kredit valas masih melambat​

INDEKS BERITA

Terpopuler