KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Animo pelaku pasar terhadap PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) tengah tinggi-tingginya. Saham ERAA yang sempat terpuruk lantaran kinerja keuangan kuartal I-2019 buruk, kini diselimuti angin segar.
Erajaya memulai fase uptrend sejak 20 Mei 2019 saat harga sahamnya merangkak naik dari posisi Rp 1.020 per saham. Hingga penutupan perdagangan 4 Juli 2019 harga sahamnya sudah meroket 104,9%.
Ada dua sentimen utama yang menjadi bahan bakar penggerak saham ERAA. Pertama, rencana pemerintah memblokir ponsel ilegal menggunakan validasi International Mobile Equipment Identity (IMEI). Kedua, langkah Erajaya memboyong Juul, rokok elektrik yang tenar di Amerika Serikat (AS).
Soal pemblokiran ponsel ilegal menjadi sentimen yang paling dominan bagi ERAA. Maklum, catatan Michael Setjoadi, analis RHB Sekuritas, barang ilegal menguasai 25% pangsa pasar ponsel di tanah air. Tahun lalu nilainya diperkirakan mencapai Rp 27 triliun.
Nahasnya, ponsel cerdas yang paling laris dijual secara ilegal diantaranya merupakan besutan Apple dan Xiaomi. Padahal, hak distribusi eksklusif keduanya dipegang Erajaya. "Mestinya ada potensi pertumbuhan penjualan 33% untuk produk yang dijual secara resmi," kata Michael dalam risetnya, 25 Juni 2019.
ERAA, anggota indeks Kompas100, menguasai pangsa pasar ponsel sebesar 35%. Selain Apple dan Xiaomi, emiten ini juga memasarkan produk Samsung, Oppo, Vivo, Huawei dan Nokia.
17 Agustus
Janu Suryanto, Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kementerian Perindustrian (Kemperin) bilang, pemerintah akan mengeluarkan tiga rancangan peraturan menteri (RPM) terkait pemblokiran ponsel ilegal. Ketiganya adalah RPM menteri perindustrian, menteri perdagangan dan menteri komunikasi dan informatika.
Saat ini ketiga RPM tersebut sedang diharmonisasi. "Rencana 17 Agustus ditandatangani oleh tiga menteri," kata Janu ke KONTAN, (4/7).
Veri Anggrijono, Direktur Jenderal Tertib Niaga dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan tidak merespons permintaan wawancara yang dilayangkan KONTAN.
Kemperin sudah memiliki Device Identification, Registration, and Blocking System (DIRBS) besutan Qualcomm Technologies, Inc. Ini merupakan platform perangkat lunak berbasis server yang bisa mengidentifikasi perangkat seluler yang dicuri, palsu dan ilegal.
Melalui pemindaian IMEI, DIRBS mengidentifikasi ponsel legal dan ilegal. Lalu, operator akan memblokir akses jaringan seluler ke perangkat tersebut. "Pakistan saja sudah, lho. Masak kita kalah," tandas Janu.
Pakistan, merujuk informasi resmi Qualcomm, merupakan negara pertama yang menggunakan DIRBS. Selain Indonesia, beberapa negara lain juga telah menyatakan minat untuk menggunakan sistem ini.
Ekspektasi tinggi
Sayangnya, ekspektasi pelaku pasar terhadap saham ERAA yang tercermin dari kenaikan harganya, mungkin sudah kelewat tinggi. Pasalnya, efek signifikan dari kedua sentimen ini ke kinerja keuangan ERAA, kemungkinan besar tidak akan langsung terasa.
Misalnya, soal Juul yang menjadi "mainan" baru Erajaya. Melongok laporan keuangan kuartal I-2019, kontribusi lini produk komputer dan peralatan elektronik lainnya hanya 3,65% dari total penjualan ERAA. Kemungkinan, di lini produk inilah Juul akan ditempatkan, bersama dengan Garmin, GoPro, dji dan produk lampu nirkabel Philips Hue.
Di sisi lain, pangsa pasar rokok elektrik juga terbatas, selama ini lebih banyak digunakan anak muda. Sementara, menggeser perokok tembakau menjadi pengguna rokok elektrik juga tidak semudah dibayangkan. Apalagi, liquid (cairan) rokok elektrik kini dikenai cukai sehingga harganya lebih mahal dari sebelumnya.
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya, Erajaya sudah kalah start dalam memasarkan Juul di Indonesia. Para pedagang, terutama di jalur daring, jauh lebih dulu menjajakan Juul. Di Tokopedia misalnya, starter kit Juul yang diklaim asli, dijual dengan harga mulai dari sekitar Rp 448.000.
Nah, berbeda dengan ponsel, sejauh ini tidak ada platform seperti DIRBS yang bisa mengidentifikasi lalu memblokir Juul yang masuk tidak lewat jalur resmi.
Kontributor Penjualan ERAA Kuartal I-2019* | ||
---|---|---|
Jenis | Nilai Penjualan (Rp miliar) | Kontribusi ke total penjualan |
Ponsel dan tablet | Rp 5,52 triliun | 77,45% |
Voucher elektronik | Rp 767,29 miliar | 10,77% |
Aksesoris | Rp 310,34 miliar | 4,36% |
Komputer dan peralatan elektronik lainnya | Rp 260,11 miliar | 3,65% |
Starter packs | Rp 667,79 miliar | 0.95% |
Voucher fisik | Rp 108,31 miliar | 1,52% |
Suku cadang | Rp 12,74 miliar | 0,18% |
Lain-lain | Rp 79,86 miliar | 1,12% |
TOTAL | Rp 7,12 triliun | 100% |
*pembulatan | ||
sumber: LK kuartal I-2019 ERAA, diolah KONTAN |
Tidak serta-merta
Soal pemblokiran ponsel ilegal, Janu belum memastikan apakah aturan yang tengah dirancang akan langsung berlaku efektif. Atau lebih dulu melalui periode sosialisasi dan persiapan hingga ke tingkat operator seluler.
Yang jelas, pemerintah tampak berhati-hati merilis kebijakan ini. Penelusuran KONTAN, pemblokiran ponsel ilegal sudah diwacanakan sejak dua tahun silam. Awalnya, beleid tersebut akan dirilis pada Desember 2018. Namun urung lantaran pemerintah tidak ingin aturan tersebut malah menuai banyak polemik seperti halnya regulasi registrasi nomor telepon seluler.
Belum lagi, urusan pemblokiran ponsel melibatkan banyak pihak. Pada tahap rancangan aturan, perlu waktu bagi berbagai instansi pemerintah untuk berembuk. Padahal, urusan koordinasi masih menjadi masalah klasik yang kerap dihadapi pemerintah.
Singkat cerita, kalaupun peraturan menterinya jadi diketok pada 17 Agustus 2019 mendatang, dampaknya tidak akan langsung dirasakan Erajaya. "Kemungkinan 100% implementasinya paling cepat baru tahun depan," kata William Siregar, analis BNI Sekuritas mengingatkan.
Sejalan dengan itu, investor dan trader juga perlu mengantisipasi kenaikan harga ERAA yang terlalu cepat. Biasanya, harga yang naik terlalu cepat, diikuti koreksi dengan laju yang lebih kurang serupa. Apalagi, sejauh ini katalis harga ERAA baru sebatas sentimen.
Ditambah lagi, secara valuasi harga saham ERAA sudah kelewat mahal. Data RTI menunjukkan, di harga Rp 2.090 per saham price to earning ratio (PER) ada di level 35,42x. Jauh di atas rata-rata PER Erajaya pada 2014-2018 yang sekitar 8,62x.
Perkembangan Valuasi Harga Saham ERAA | |||
---|---|---|---|
Tahun | Harga (Rp/saham) | EPS (Rp) | PER (x) |
2014 | 1.090 | 72,94 | 14,94 |
2015 | 545 | 77,94 | 6,99 |
2016 | 600 | 90,95 | 6,60 |
2017 | 735 | 117,05 | 6,28 |
2018 | 2.200 | 265,65 | 8,28 |
2019* | 2.090 | 59 | 35,42 |
*Disetahunkan | |||
sumber: riset KONTAN, diolah |
Valuasi ERAA bisa menjadi lebih murah dari posisi saat ini, jika ke depan kinerja keuangannya membaik. Dengan demikian, tersedia pondasi yang lebih kuat bagi harga saham ERAA untuk terus menanjak naik.
Memang ada harapan kinerja ERAA pada kuartal kedua bakal membaik. Kata Michael, ini seiring penjualan pada masa lebaran yang biasanya positif. Juga didukung peluncuran produk anyar di pasar Indonesia, seperti Redmi Note 7, Huawei P30 dan Samsung S10.
Namun sejauh ini hampir semua, jika tidak ingin dikatakan tidak ada sama sekali, riset analis saham pasca rilis laporan keuangan kuartal I-2019 memproyeksikan penurunan laba bersih ERAA.
Ambil contoh Michael yang memproyeksikan laba bersih 2019 Erajaya di Rp 643 miliar, atau turun 24,35% ketimbang realisasi 2019. Proyeksi ini tidak memperhitungkan efek kebijakan pemblokiran ponsel ilegal.
Dus, estimasi laba bersih per saham (earning per share) pun ikut turun dari Rp 266 menjadi Rp 202. Walhasil, dengan target price (TP) Rp 2.000 per saham, PER 2019 ERAA ada di 8x.
Sementara William memperkirakan laba bersih ERAA turun 21,88% year on year (yoy) menjadi Rp 664 miliar. Hasilnya, target harga Rp 1.650 yang ia pasang mencerminkan PER 2019 di level 7,52x. "Secara bisnis kami masih optimistis. Sehingga ruang untuk upgrade TP masih ada," tukasnya.
Kinerja ERAA yang jauh lebih baik berpotensi diukir tahun depan. Alasannya, ya itu tadi, jika aturannya jadi diberlakukan bulan depan pemblokiran ponsel ilegal baru berefek signifikan mulai 2020.
Lalu, baseline yang menjadi patokan kinerja pada 2020, baik penjualan maupun laba bersih tidak lagi terlalu tinggi. Pada 2018 pertumbuhan penjualan dan laba bersih ERAA masing-masing 43,39% dan 150,43%. Jauh di atas pertumbuhan penjualan dan laba bersih Erajaya pada tahun-tahun sebelumnya.
Meski demikian, valuasi harga saham memang tidak selalu menjadi penentu naik-turunnya harga saham. Ekspektasi dan psikologis pelaku pasar acapkali memainkan peran yang dominan.