KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Idul Fitri atau Lebaran mestinya menjadi momen pesta rakyat dan pesta ekonomi nasional. Maklum, selain merayakan kemenangan setelah sebulan berpuasa, lazimnya, masyarakat juga jor-joran belanja. Alhasil, Lebaran sering diandalkan menjadi pendongrak ekonomi.
Namun, di awal tahun ini, suasana menjelang Lebaran tampak lebih suram dari biasanya. Peristiwa buruk terjadi silih berganti dan dipastikan akan mengganggu pesta masyarakat di masa Lebaran. Mereka yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK), mulai dari karyawan PT Sri Rejeki Isman (Sritex), Sanken Indonesia, Yamaha Music, hingga KFC, pasti gamang menyambut Lebaran. Pasalnya, setelah Idul Fitri berlalu, aliran penghasilan rutin mereka akan terhenti. Dan, saat ini, mencari pekerjaan pengganti bukanlah perkara gampang.
Padahal, tanpa adanya PHK pun, saat ini, daya beli masyarakat tengah melemah. Angka Indeks Penjualan Riil (IPR) Januari 2025 yang hanya tumbuh 0,4% secara tahunan bisa menjadi salah satu indikator. Sebulan sebelumnya, indeks yang sama masih tumbuh 1,8%.
Di saat yang sama, simpanan masyarakat juga terus menyusut. Sepanjang Januari 2025, simpanan nasabah perorangan di perbankan tercatat merosot 2,6% secara tahunan. Ini kembali menegaskan bahwa sebagian masyarakat sudah "makan tabungan" untuk mencukupi kebutuhan mereka.
Sementara itu, di berbagai daerah, aktivitas ekonomi puluhan ribu rumah tangga juga terhenti lantaran menjadi korban banjir. Melihat parahnya dampak banjir kali ini, sudah pasti, kerugian ekonomi yang diderita rumah tangga terdampak sangat besar. Alih-alih belanja ekstra saat Lebaran, mereka justru membutuhkan dana besar untuk pemulihan.
Menyimak kondisi ini, tak perlu heran, jika banyak pihak tak terlalu yakin terhadap prospek ekonomi selama kuartal pertama tahun ini. Idul Fitri tak akan memberikan daya ungkit ekonomi sebesar tahun-tahun sebelumnya. Bahkan, ada ekonom yang memprediksi pertumbuhan ekonomi tahunan tak akan mencapai 5% di kuartal-I 2025.
Dalam keadaan seperti ini, pemerintah harus bergerak cepat menyediakan bantalan ekonomi bagi masyarakat lewat kebijakan anggaran. Belanja pemerintah melalui berbagai bantuan sosial dan stimulus ekonomi akan sangat membantu rumah tanggan dan industri. Kuncinya adalah kecepatan pengucuran anggaran. Administrasi relokasi bujet tak boleh menjadi alasan seretnya belanja pemerintah.