KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penggunaan transaksi pembayaran dengan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) semakin banyak peminat. Transaksi terus meningkat pesat.
Bank Indonesia (BI) mencatat, total volume transaksi QRIS sejak awal tahun hingga September 2022 mencapai 281,7 juta kali. Pencapaian ini melesat 182% secara tahunan dan naik 33% secara kuartalan.
Dari sisi nilai nominal transaksi telah mencapai Rp 29,7 triliun. Melejit 298% secara tahunan dan tumbuh sebesar 25% secara kuartalan.
Jumlah merchant yang sudah bisa menerima QRIS telah mencapai 21,6 juta. Sedangkan total pengguna QRIS sudah mencapai 25,2 juta.
Sampai akhir tahun, BI menargetkan 15 juta pengguna baru. Dan hingga kini telah tercapai 13,6 juta.
Tak cuma bisa digunakan di tanah air. QRIS juga bisa dipakai antarnegara.
Jadi Anda tak perlu lagi repot menukar uang rupiah dengan valuta asing ketika di luar negeri. Cukup bawa ponsel dan gunakan QRIS antarnegara atau QRIS cross border yang diimplementasikan di Thailand. Hidup semakin dimudahkan.
Hanya saja sesuai "karakter" teknologi, semakin manusia dimudahkan, semakin rentan terhadap serangan siber atau peretas.
Sebelum QRIS, industri keuangan memiliki teknologi lain yang kini masih banyak digunakan: m-banking dan internet banking.
Dua wahana ini beberapa kali terkena serangan. Terbaru, aplikasi mobile banking Bank BNI menjadi korban aksi peretasan. Proses hukum berjalan di Pengadilan Negeri Surabaya.
Eratnya hubungan teknologi dan finansial semakin meningkatkan risiko serangan siber.
Perusahaan keamanan siber, Kaspersky mencatat, di separuh pertama 2022, mendeteksi dan memblokir sebanyak 79.442 serangan malware yang menargetkan perangkat seluler di Indonesia. Malware adalah software yang menyusup di perangkat.
Kaspersky juga mendeteksi dan memblokir 356.786 phishing terkait finansial terhadap pengguna di Indonesia selama separuh pertama tahun ini.
Dari jumlah itu, total 166.857 insiden menargetkan sistem pembayaran. Phising adalah upaya mendapatkan informasi data seseorang dengan teknik pengelabuan.
Semakin mudahnya transaksi keuangan memang semakin nyaman. Di sinilah penjahat siber mengais peluang.
Regulator dan otoritas keuangan juga harus gencar memberkan edukasi terkait adanya risiko di balik teknologi finansial tersebut.
Percuma, transaksi mudah, tapi keamanan semakin rentan. Saatnya menangkal maling digital.