Target Konservatif Asia Pacific Fibers

Kamis, 18 April 2019 | 08:05 WIB
Target Konservatif Asia Pacific Fibers
[]
Reporter: Agung Hidayat | Editor: Yuwono Triatmodjo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Manajemen PT Asia Pacific Fibers Tbk memasang target bisnis konservatif. Di sepanjang 2019, perusahaan produk tekstil ini memproyeksikan pendapatan berada di kisaran US$ 506 juta hingga US$ 510 juta.

Target kinerja itu terbilang konservatif, atau hanya meningkat di rentang 5,6% hingga 6,4% dibandingkan pendapatan sepanjang tahun lalu yang mencapai US$ 479 juta. Pencapaian pendapatan tahun lalu tumbuh 20% dibandingkan tahun sebelumnya yang senilai US$ 399 juta.

Asia Pacific Fibers juga mampu membukukan laba bersih US$ 12,8 juta pada 2018. Di sepanjang 2017, Asia Pacific Fibers masih menderita kerugian sebesar US$ 4,4 juta.Agaknya wajar apabila emiten berkode saham POLY di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini tidak jorjoran dalam mematok target bisnis tahun ini.

Sebab, bagi produsen tekstil dan produk tekstil (TPT) seperti POLY, kehadiran produk tekstil impor yang meluber turut menggerus kesempatan mereka untuk bertumbuh. Harga barang impor terbilang murah. Di saat yang sama, belum ada harmonisasi antara industri hulu dengan hilir tekstil tekstil sehingga menyebabkan produk lokal harus mencari celah agar dapat bersaing dan bertahan.

Para produsen tekstil lokal sudah merasakan guyuran produk impor sejak kuartal keempat tahun lalu hingga kuartal pertama tahun ini. "Jadi, kami agak ragu juga apakah bakal baik-baik saja menjalankan bisnis sepanjang tahun ini. Saat ini, kami akan berupaya agar implementasi kebijakan anti-dumping bisa selesai," ungkap Prama Yudha Amdan, Assistant President Director Corporate Communications PT Asia Pacific Fibers Tbk, kepada KONTAN, Selasa (16/4).

Secara umum, manajemen POLY mengakui pada tahun lalu mencatatkan pertumbuhan bisnis lantaran ada kebijakan pengetatan impor. Namun kini Asia Pacific Fibers mengaku kesulitan menghadapi kecenderungan dan pola para pelanggan. Selama ini, pelanggan POLY merupakan pelaku hilir tekstil, yang biasanya membeli on the spot atau kontrak jangka pendek per tiga bulan.

Hal itu lantaran fluktuasi harga komoditas TPT global.Hingga akhir 2018, penjualan lokal masih mendominasi bisnis Asia Pacific Fibers, yakni US$ 396 juta atau 82% dari total penjualan. "Biasanya dua bulan menjelang Lebaran ada kenaikan, namun geliat tersebut belum terasa saat ini. Kami menduga setelah pemilu pasar bisa bergairah lagi," ungkap Prama.

Nilai penjualan lokal tumbuh 18% dibandingkan realisasi tahun sebelumnya senilai US$ 333 juta. Penyumbang penjualan domestik adalah produk fiber dan yarn yang masing-masing tumbuh 29% dan 13,2% year on year (yoy) dengan nilai masing-masing US$ 176 juta dan US$ 180 juta.Di masa mendatang, Prama berharap ada komitmen antar industri hilir dan hulu tekstil agar dapat menyerap penggunaan produk dalam negeri.

Selain pasar domestik, bisnis Asia Pacific Fibers juga terkerek efek perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.Manajemen Asia Pacific Fibers mencatatkan penjualan ekspor senilai US$ 78 juta, tumbuh 23,8% dibandingkan 2017 sebesar US$ 63 juta. Prama menyebutkan porsi penjualan ke AS meningkat pada tahun lalu dan POLY mampu bersaing dengan produsen TPT negara kompetitor seperti Vietnam.

"Selain itu, selama kuartal pertama hingga kuartal ketiga tahun lalu ada pengetatan produk impor," ujar Prama. Sementara itu beban pokok penjualan POLY meningkat 18% yoy menjadi US$ 438 juta. POLY memprediksi pasar kembali bergairah seusai pemilu.

Bagikan

Berita Terbaru

ADMR Punya Angin Segar: Aluminium Bullish dan Labanya Diproyeksi Melonjak
| Selasa, 18 November 2025 | 16:13 WIB

ADMR Punya Angin Segar: Aluminium Bullish dan Labanya Diproyeksi Melonjak

Prospek PT Alamtri Minerals Indonesia Tbk (ADMR) juga didukung smelter aluminium yang ditargetkan beroperasi pada akhir tahun 2025.

Intiland Development (DILD) Garap Proyek IKN, Begini Respon Pasar
| Selasa, 18 November 2025 | 15:31 WIB

Intiland Development (DILD) Garap Proyek IKN, Begini Respon Pasar

Masuknya DILD ke proyek IKN dianggap sebagai katalis yang kuat. IKN merupakan proyek dengan visibilitas tinggi dan menjadi prioritas pemerintah.

Astra Graphia (ASGR) Cetak Pertumbuhan Dua Digit
| Selasa, 18 November 2025 | 10:05 WIB

Astra Graphia (ASGR) Cetak Pertumbuhan Dua Digit

Dalam menjaga kelangsungan bisnis jangka panjang, perusahaan berfokus dalam penguatan fundamental bisnis yang disertai pemberian ruang eksplorasi

Indonesia Bisa Kecipratan Investasi dari Australia
| Selasa, 18 November 2025 | 09:50 WIB

Indonesia Bisa Kecipratan Investasi dari Australia

Hubungan dagang Indonesia–Australia selama ini didominasi oleh ekspor daging, gandum serta arus pelajar Indonesia ke Australia.

Hanya 4 Hari Saham CSIS Terbang Hampir 100%, Aksi Korporasi Anak Usaha Jadi Katalis
| Selasa, 18 November 2025 | 08:49 WIB

Hanya 4 Hari Saham CSIS Terbang Hampir 100%, Aksi Korporasi Anak Usaha Jadi Katalis

Secara teknikal, saham PT Cahayasakti Investindo Sukses Tbk (CSIS) masih berpotensi melanjutkan penguatan. 

Bisnis UMKM Belum Bisa Terangkat
| Selasa, 18 November 2025 | 08:15 WIB

Bisnis UMKM Belum Bisa Terangkat

Hal ini dipengaruhi oleh normalisasi daya beli masyarakat yang masih lesu, permintaan pasca Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan libur sekolah

Sejumlah Emiten Akan Private Placement, Simak Prospek Sahamnya
| Selasa, 18 November 2025 | 08:11 WIB

Sejumlah Emiten Akan Private Placement, Simak Prospek Sahamnya

Salah satu yang terbesar ialah PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA). Emiten pelat merah ini berencana menggelar private placement Rp 23,67 triliun

Mitra Keluarga (MIKA) Terus Merawat Pertumbuhan Bisnis
| Selasa, 18 November 2025 | 08:00 WIB

Mitra Keluarga (MIKA) Terus Merawat Pertumbuhan Bisnis

Pertumbuhan kinerja didukung peningkatan volume pasien swasta serta permintaan layanan medis berintensitas lebih tinggi di sejumlah rumah sakit.

Summarecon Agung (SMRA) Menyuntik Modal ke Anak Usaha Sebesar Rp 231,83 Miliar
| Selasa, 18 November 2025 | 07:46 WIB

Summarecon Agung (SMRA) Menyuntik Modal ke Anak Usaha Sebesar Rp 231,83 Miliar

SMRA melakukan transaksi afiliasi berupa penambahan modal oleh perusahaan terkendali perseroan itu pada perusahaan terkendali lain.

Integrasi Merger Berlanjut, Laba EXCL Bisa Membaik di 2026
| Selasa, 18 November 2025 | 07:33 WIB

Integrasi Merger Berlanjut, Laba EXCL Bisa Membaik di 2026

EXCL berhasil meraup pendapatan sebesar Rp 30,54 triliun. Nilai ini melonjak 20,44% secara tahunan atau year on year (yoy) dari Rp 25,36 triliun.​

INDEKS BERITA

Terpopuler