KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hasil penjualan emiten properti sepanjang tahun lalu memang jauh lebih rendah dari target. Namun di tahun ini, sejumlah emiten properti yakin, pendapatan pra penjualan alias marketing sales bisa naik dua digit.
PT PP Properti Tbk (PPRO) misalnya. Pada tahun ini menargetkan marketing sales tumbuh 10% menjadi Rp 3,8 triliun dari realisasi tahun lalu, Rp 3,4 triliun.
Emiten properti lain yang yakin bisa membukukan pertumbuhan marketing sales adalah PT Summarecon Agung Tbk (SMRA). Tahun ini, SMRA menargetkan marketing sales naik 17,6% menjadi Rp 4 triliun dari realisasi marketing sales tahun lalu sebesar Rp 3,4 triliun.
PT Pollux Investasi Internasional Tbk (POLI), juga yakin marketing sales tahun ini bisa tumbuh 26,52%. POLI menargetkan marketing sales sebesar Rp 520 miliar.
Tahun lalu, bisnis properti memang kurang bergairah. Penyebabnya, daya serap pasar rendah. PT Ciputra Development Tbk (CTRA) misalnya, mengakui hasil marketing sales tahun lalu tidak memenuhi target.
"Pada tahun 2018, marketing sales kami tutup di Rp 6,4 triliun dari target Rp 7,7 triliun," papar Harun Hajadi, Direktur CTRA.
Dia menjelaskan, perusahaan ini tidak bisa memenuhi target pendapatan pra penjualan tahun lalu lantaran ada dua proyek yang proses launching mundur ke tahun ini. "Kami merasa pasarnya tidak kuat untuk menyerap di tahun lalu," jelas Harun. Namun CTRA masih enggan membuka target marketing sales pada tahun ini.
Para analis juga yakin hasil target pendapatan pra penjualan emiten properti dapat tercapai. Dennies Christoper Jordan, Analis Artha Sekuritas, mengatakan, tren suku bunga acuan yang tak akan naik lebih tinggi dibanding tahun lalu mendukung kinerja emiten properti.
Apalagi di tahun ini, sejumlah kebijakan yang dirilis oleh pemerintah sangat mendukung pertumbuhan penjualan properti. Misalnya, kebijakan relaksasi pajak penjualan atas barang mewah.
Harga undervalued
Pendapat lain diungkapkan oleh Managing Director Head of Equity Capital Market Samuel International Harry Su. Dia menilai, meski kenaikan bunga tak akan setinggi tahun lalu, namun dampak kenaikan bunga kredit justru akan terasa di tahun ini, setelah naik tinggi di 2018.
Tahun lalu, Bank Indonesia menaikkan bunga acuan sebanyak enam kali senilai 175 basis poin (bps) menjadi 6%. "Kinerja operasional, di sektor properti riil belum mencerminkan adanya perbaikan yang mendasar," kata Harry, Selasa (15/1).
Namun dari sisi harga saham para analis sepakat anjloknya saham sektor properti sepanjang tahun lalu membuat potensi kenaikan harga saham di tahun ini sangat besar. "Secara valuasi, price to earning ratio saham emiten properti sudah undervalued," kata Dennies.
Harry juga melihat, ada beberapa fund manager yang menganggap valuasi sektor ini sudah cukup murah. Tak heran sepanjang tahun ini, indeks sektor properti, real estate, konstruksi gedung naik paling kencang dibanding sektor lain. Sejak awal tahun ini, indeks ini naik 7,3%. Untuk pilihan saham, Dennies merekomendasikan, memilih CTRA dan ASRI.