Tarik Investasi Asing ke Indonesia, Skema Power Wheeling Terbatas Bisa Jadi Opsi
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kemudahan akses dan ketersediaan energi hijau di Indonesia dinilai penting untuk menarik investasi asing yang berkualitas ke Tanah Air. Pasalnya perusahaan multinasional memiliki target penurunan emisi masing-masing sehingga memprioritaskan negara dengan pasokan energi bersih yang handal.
Managing Director Energy Shift Institute (ESI) Putra Adhiguna menyatakan, pemerintahan baru mau ingin mencapai pertumbuhan ekonomi 8% per tahun sehingga diperlukan perusahaan-perusahaan besar dengan investasi yang berkualitas.
Dengan adanya energi hijau, Indonesia bisa menunjukkan pada industri mampu menyediakan energi sehingga bisa mengundang investasi.
Namun, Putra mengakui pernyataannya ini harus diuji dahulu sebab selama ini investor sendiri tidak secara terbuka menyatakan mau keluar atau alasannya tidak jadi berinvestasi di sini lantaran kurang tersedianya energi bersih.
“Sehingga kalau ditanya apa sih yang bisa kita coba lakukan, agak tidak populer ya, tetapi bisa dicoba pelaksanaan power wheeling terbatas. Kita tes di satu kawasan industri yang hanya industri hijau,” ujarnya dalam acara Cerah Expert Panel 2024 “Meneropong Arah Transisi Energi Era Prabowo-Gibran” di Jakarta, Jumat (25/10/2024).
Baca Juga: Nasib Beleid Energi Hijau di Tangan Pemerintah Baru
Misalnya saja ada dua kawasan industri yang diuji, satu menggunakan energi hijau dilengkapi dengan power wheeling, yang satu tidak. Setelah dilaksanakan tiga tahun sampai lima tahun, pemerintah bisa mengevaluasi apakah ada investor atau pabrikan yang tertarik masuk ke kawasan industri hijau itu.
Jika masuk, berarti skema penggunaan jaringan distribusi jaringan listrik bersama menjadi jawaban untuk menarik investasi asing ke Indonesia.
“Berarti kita tengah bersaing dengan Vietnam dan negara lainnya untuk menyediakan energi hijau. Yang berarti kalau itu tidak kita buka, artinya Indonesia akan semakin tertinggal ke depan,” tandasnya.
Saat ini, Indonesia memang sudah menyiapkan solusi lain bagi pengusaha di saat skema power wheeling belum berjalan. Salah satunya menyediakan sertifikat energi terbarukan atau renewable energy certificate (REC) yang diterbitkan oleh PT PLN. Sertifikat itu dijual ke industri yang membutuhkan klaim penggunaan listrik hijau.
Namun, REC pun tidak begitu ampuh. Putra mengakui, masyarakat global skeptis dengan REC ihwal jaminan sumber listrik hijaunya.
Baca Juga: Power Wheeling Kembali Ganjal Pengesahan RUU EBET, Bisa Bikin Investor Kabur?
Lantas jika tidak menggunakan REC, opsi lain yang bisa dilakukan pengusaha ialah membangun pembangkit atau menarik kabel secara mandiri untuk menjamin sumber listriknya benar-benar hijau. Tapi solusi ini pun juga tidak mudah, modal yang harus digelontorkan pengusaha sangat besar.
Artinya, kedua opsi itu tidak menjadi solusi yang benar-benar menjamin pengusaha, khususnya dengan standar tinggi, mendapatkan akses energi bersih lebih mudah.
“Alhasil kalau dalam 10 tahun ke depan, tidak ada kemudahan akses energi hijau, dikhawatirkan pengusaha lebih memilih negara lain yang kebijakannya lebih menguntungkan mereka,” ujarnya.
Alhasil, kondisi tersebut malah bisa jadi dimanfaatkan oleh negara-negara lain yang lebih gencar membangun pembangkit EBT demi menarik investasi asing ke negaranya.