KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Salah satu pekerjaan rumah (PR) pemerintah yang belum tuntas adalah membenahi tata niaga batubara. PR yang terdekat adalah membentuk lembaga pemungut dan penyalur dana kompensasi batubara yang potensi nilainya mencapai ratusan triliun rupiah.
Perbaikan tata kelola batubara amat penting dan mendesak. Bukan apa-apa, batubara turut mendorong perekonomian nasional dan penerimaan negara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan, nilai ekspor batubara Indonesia pada 2022 mencapai US$ 46,74 miliar. Angka ini tumbuh 76% ketimbang realisasi ekspor batubara di tahun 2021 yang senilai US$ 26,53 miliar.
Kelak, kehadiran lembaga pemungut dan penyalur dana kompensasi ini akan mengurai sengkarut pasokan batubara ke pasar domestik alias domestic market obligation (DMO) yang sempat mencuat di awal 2022. Kala itu, pasokan batubara ke PLTU milik PLN sempat kritis. Lantaran harga batubara melonjak, sebagian besar produsen ogah memasok ke PLN, yang harganya dipatok US$ 70 per ton.
Perusahaan batubara lebih memilih menjual ke pasar ekspor karena mendatangkan cuan besar. Ujungnya, sistem kelistrikan nasional dalam keadaan darurat. Pemerintah meradang dan menutup rapat-rapat pintu ekspor batubara selama sebulan. Setelah itu, kisruh pasokan batubara domestik mereda, suplai ke PLTU PLN kembali aman.
Namun persoalan belum selesai. Pemerintah perlu menetapkan kebijakan yang pas dan kuat agar kendala pasokan batubara ke PLTU PLN tetap terjaga. Tambal sulam kebijakan hanya menyisakan bom waktu. Ketika harga batubara melonjak, maka bersiaplah PLN ketar-ketir karena pasokan batubara bisa saja kembali seret. Saat ini, pemerintah sedang menggodok sebuah lembaga pemungut dan penyalur dana kompensasi batubara. Lembaga ini akan memungut dana dari eksportir batubara, kemudian mengembalikannya kepada perusahaan yang memasok batubara domestik. Status lembaga, hitung-hitungan pungutan dan skema lainnya masih digodok.
Sebelumnya, pemerintah akan membentuk Badan Layanan Umum (BLU) Batubara yang bertugas memungut dan menyalurkan dana kompensasi batubara. Belakangan, pemerintah mengubahnya dan akan menunjuk Mitra Instansi Pengelola (MIP). Isu transparansi dan independensi lembaga amat krusial di mata publik. Pemerintah harus menetapkan lembaga pemungut dan penyalur yang transparan, akuntabel dan bebas kepentingan.