KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Dapat dikatakan, telur merupakan salah satu bahan makanan terfavorit di masyarakat. Pasalnya, telur memiliki segudang manfaat. Misal, telur mengandung protein yang baik untuk tubuh. Tak hanya itu, telur juga mudah diolah menjadi baragam jenis menu. Mulai dari berbagai lauk, hingga beragam kue dan roti. Wajar saja jika ada yang bilang, permintaan telur tak akan pernah surut, bahkan akan terus meningkat setiap tahunnya.
Mari tengok data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Seiring meningkatnya konsumsi, produksi telur nasional juga semakin tumbuh. Pada 2018, produksi telur mencapai 1,64 juta ton, meningkat dibanding tahun sebelumnya yang sebanyak 1,50 juta ton. Sementaa konsumsi telur nasional pada 2018 mencapai 1,52 juta ton.
Nah, tingginya konsumsi dan produksi telur tersebut menjadi berkah bagi para pelaku usaha di Tanah Air. Bukan hanya para peternak unggas dan pedagang telur, para pebisnis baki telur atau yang biasa dikenal dengan egg tray, juga turut kecipratan berkahnya.
Gurihnya bisnis baki telur itu sudah dibuktikan oleh Wahyu Prastyo. Dengan bendera usaha CV Sofwan Jaya, pria berusia 35 tahun ini menjalankan bisnis jasa pembuatan baki telur yang terbuat dari kertas karton sejak tahun 2012 di Jombang, Jawa Timur.
Wahyu tergiur menekuni usaha pembuatan baki telur lantaran bisnis ini sangat menguntungkan. Soalnya bisnis ini sistem pembeliannya cash keras. Pasarnya juga jelas, yakni peternak unggas yang menghasilkan telur. Jadi, perputaran uang di bisnis baki telur cukup besar, jelasnya.
Wahyu berkisah, ia menekuni usaha pembuatan baki telur lantaran memiliki pengetahuan dalam hal produksi. Maklum, Wahyu pernah bekerja di salah satu perusahaan kertas terbesar di Indonesia di daerah Kudus, Jawa Tengah.
Saya bekerja di perusahaan itu sejak 2012. Sehingga saya mengerti soal cara produksi baki telur. Dari pengalaman itu, saya mencoba untuk membuka usaha sendiri, imbuh Wahyu seraya meminta agar nama perusahaan kertas tempatnya dulu bekerja tidak disebutkan.
Strategi pemasaran
Saat ini, Wahyu memproduksi satu model baki telur ukuran 30 centimeter (cm) x 30 cm. Baki itu bisa dipakai untuk wadah telur ayam, telur itik dan telur puyuh. Untuk baki telur ayam dan itik, masing-masing bisa menampung 30 butir. Sedangkan baki untuk telur puyuh biasanya berisi 90 butir. "Di antara ketiganya, yang paling laris adalah baki telur ayam. Karena peternak telur ayam lebih banyak dibandingkan jenis unggas lainnya," ujarnya.
Kini, dibantu oleh 70 karyawan, Wahyu sanggup memproduksi hingga 20.000 bal baki telur per bulan (1 bal isi 70 pieces). Wahyu menjual baki telur buatannya itu dengan harga Rp 45.000 per bal. Jika semua baki telurnya laku terjual, Wahyu bisa mengantongi omzet hingga Rp 900 juta per bulan. Marginnya pun legit lagi tebal, yakni sekitar 40%.
Sebagian besar baki telur itu dipasarkan Wahyu di kota-kota besar di Indonesia. Mulai Jakarta, Bandung, Surabaya, Jombang, Mojokerto, Lampung, hingga Bali.
Keberhasilan Wahyu menembus pasar di berbagai wilayah Indonesia tak lepas dari strateginya memanfaatkan jalur pemasaran secara daring atau online. Ia menawarkan produknya di Google, website perdagangan seperti Indonetwork, dan situs dinas peternakan.
Wahyu juga gencar melakukan pemasaran luar jaringan (luring) alias offline. Salah satu strateginya adalah memanfaatkan jurus door to door alias menawarkan produknya secara langsung ke berbagai kalangan peternak unggas.
Agar pelanggan terus setia membeli baki telur produksinya, Wahyu juga gencar berpromosi. Misalnya, pelanggan yang membeli minimal 1.000 bal baki telur berhak mendapatkan potongan harga. Kalau beli 1.000 bal, harganya jadi Rp 42.000, lebih murah dibanding harga satuan bal, bebernya.
Lezatnya bisnis baki telur juga menarik minat Hidajat Chang. Hidajat mengadu peruntungannya di bisnis ini di bawah bendera usaha PT Cendana Putra Lestari. Ia memproduksi baki telur di tujuh pabriknya yang tersebar di Cianjur (Jawa Barat), Pekalongan (Jawa Tengah), Lampung, Palembang (Sumatra Selatan), Payakumbuh (Sumatra Barat), serta Binjai dan Tanjung Morawa, Medan, Sumatra Utara.
Hidajat juga memproduksi baki telur dengan ukuran sekitar 31 cm x 31 cm untuk telur ayam, itik dan puyuh. Hanya saja, Hidajat menjual baki telur produksinya bukan dengan hitungan per bal, melainkan per lembar. Satu lembar baki telur dibanderol Rp 600.
Hidajat mengklaim, dalam sebulan, perusahannya sanggup memproduksi baki telur 20 juta lembar. Jadi, jika dihitung, omzet bisnis yang bisa diraup Hidajat dari bisnis baki telur mencapai Rp 1,2 miliar per bulan.
Hidajat mengaku, omzet sebesar itu bisa ia dapatkan dengan memasang sejumlah strategi pemasaran. Salah satunya, ekspansi usaha dengan mendirikan pabrik baki telur di sejumlah lokasi yang berdekatan dengan peternakan ayam petelur.
Dengan strategi itu, Hidajat tidak perlu repot menjual produk baki telur. Pelanggannya tak hanya pengusaha peternakan skala besar, tapi juga peternakan skala kecil. "Sebagian besar pelanggan tersebar di sekitar lokasi pabrik hingga ke luar daerah," tutur Hidajat.
Perang harga
Omzet dan margin bisnis pembuatan tatakan penyimpan telur ini memang menggiurkan. Namun, bagi Anda yang tertarik mengikuti jejak Wahyu dan Hidajat menjalankan usaha ini, ada hal yang perlu Anda pertimbangkan secara matang sebelumnya. Faktor utama, bisnis ini terbilang padat modal. Maklum, baki telur bukan produk kerajinan tangan. Semua proses produksi melibatkan mesin.
Menurut Wahyu, satu line mesin terdiri dari mesin penghancuran kertas, mesin pencetakan, hingga mesin oven buat pengering produk, harganya bisa mencapai Rp 1,5 miliar. Satu line mesin, kapasitas produksinya biasanya sebanyak 5.000 bal per bulan. Ini belum termasuk biaya lainnya, seperti listrik dan promosi produk.
Selain modal yang besar, tantangan di bisnis pembuatan baki telur ini lumayan berat. Persaingan usahanya ketat, bahkan terjadi perang harga.
Selain diproduksi oleh pabrikan skala besar, baki telur ini juga banyak dibuat oleh sejumlah pelaku usaha skala rumahan alias home industry.
Lazimnya, kata Wahyu, usaha rumahan tak memiliki line produksi yang lengkap, terutama mesin oven. Nah, ketika musim panas, produk baki telur membludak. Alhasil, sesuai hukum permintaan, harga baki telur terjun bebas dari biasanya Rp 45.000 bisa melorot jadi Rp 30.000 per bal karena banting-bantingan harga.
"Usaha rumahan yang tidak memiliki mesin oven, ketika musim panas mengandalkan terik matahari untuk mengeringkan cetakan baki telur. Dalam seminggu, mereka bisa memproduksi 1.000-1.500 bal baki telur, sehingga produk baki telur melimpah di pasaran. Padahal, permintaannya tidak naik," ujar Wahyu.
Masalahnya lagi, di saat pasokan baki telur melimpah, harga bahan bakunya yakni karton, tidak ikut turun. Harga bahan baku karton dengan kualitas bagus, papar Wahyu, terbilang mahal yakni sekitar Rp 2.300 per kilogram (kg). Selama ini Wahyu mendapatkan bahan baku dari sejumlah perusahaan kertas di dalam negeri.
Betul, ada bahan baku yang lebih murah, yakni karton bekas atau limbah dari pabrikan kertas besar. "Tapi, kualitasnya rendah. Itu namanya sludge papper. Bahan baku kertas ini tidak memiliki serat dan mudah pecah," ujarnya.
Hidajat menambahkan, bisnis egg tray juga terkendala mindset peternak unggas yang masih memakai peti kayu untuk menyimpan telur. "Tak mudah mengubah mindset mereka menggunakan egg tray," imbuh dia.
Tapi, jika berbagai kendala tadi bisa diatasi, langkah selanjutnya akan lebih mudah. Anda tinggal melakukan proses produksi. Seperti sudah disebutkan, hampir keseluruhan proses pembuatan baki telur ini dilakukan secara otomatis menggunakan mesin. Yang penting, Anda siapkan modal tebal untuk membeli peralatannya.
Berani mencoba?