Berita HOME

Terkepung Sanksi AS, Huawei Alihkan Fokus Bisnis ke Piranti Lunak

Senin, 24 Mei 2021 | 23:00 WIB
Terkepung Sanksi AS, Huawei Alihkan Fokus Bisnis ke Piranti Lunak

ILUSTRASI. FILE PHOTO: Logo Huawei dalam badge yang tersemat di kostum petugas wanita di India Mobile Congress di New Delhi, India, 14 Oktober 2019. REUTERS/Anushree Fadnavis/File Photo

Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Pendiri Huawei Technologies, Ren Zhengfei, meminta seluruh karyawannya untuk menjadi pemimpin dunia dalam perangkat lunak. Pernyataan Ren itu sejalan dengan rencana raksasa teknologi asal China itu untuk menumbuhkan bisnis di luar segmen perangkat keras yang telah dilumpuhkan oleh sanksi pemerintah Amerika Serikat (AS).

Memo internal Huawei yang dilihat Reuters merupakan bukti paling jelas tentang arah perusahaan, menanggapi tekanan sangat besar yang diberikan AS terhadap bisnis handset yang selama ini menjadi usaha utama Huawei.

Melalui memo, Ren mengatakan Huawei akan fokus ke pengembangan perangkat lunak yang perkembangannya di masa mendatang berada di luar kendali AS. Dan, "kami akan memiliki kemandirian dan otonomi yang lebih besar."

Baca Juga: Ini daftar ponsel paling laris di dunia awal 2021, siapa teratas?

Sanksi yang dijatuhkan AS mempersulit Huawei untuk menghasilkan hardware canggih dalam jangka pendek. Huawei harus fokus ke pembangunan ekosistem perangkat lunak, seperti sistem operasi HarmonyOS, sistem AI cloud Mindspore, dan produk TI lainnya, demikian pernyataan Ren dalam catatan itu.

Mantan presiden AS Donald Trump memasukkan Huawei ke dalam daftar hitam ekspor pada 2019. Perusahaan itu juga dilarang mengakses teknologi penting asal AS, hingga menutup jalan bagi Huawei untuk memproduksi chip dan mendapatkan pasokan komponen dari vendor di AS.

Sejauh ini, Pemerintahan Presiden AS Joe Biden tidak memperlihatkan tanda-tanda akan membatalkan sanksi yang dijatuhkan di masa administrasi Trump.

Baca Juga: Xiaomi lolos dari daftar hitam perusahaan China di Amerika

Dampak masuknya Huawei ke daftar hitam adalah Google, yang merupakan pemilik sistim operasi Android, terlarang untuk memberikan dukungan teknis bagi model ponsel Huawei terbaru. Ponsel Huawei juga tidak mendapatkan akses ke Google Mobile Services, paket layanan pengembang yang merupakan dasar bagi sebagian besar aplikasi yang dikembangkan di atas platform Android.

Laporan tahunan Huawei tahun 2020 tidak merinci berapa sumbangan lini perangkat lunak ke total pendapatan yang mencapai 891,4 miliar yuan, atau setara Rp 1.997,63 triliun.

Ren menyatakan, keberhasilan bisnis perangkat lunak akan bergantung pada keberhasilan menemukan model bisnis yang tepat. Ia menginstruksikan Huawei mengadopsi pendekatan open-source, sekaligus meminta staf untuk menyerap "nutrisi" melalui komunitas open source.

Dia merujuk ke Welink, platform komunikasi bisnis milik Huawei yang mengandalkan model lisensi konvensional, yang tidak sesuai dengan komputasi awan dan kalah dengan produk milik pesaingnya, raksasa teknologi Alibaba.

Mengingat hambatan untuk beroperasi di AS, Ren menegaskan Huawei harus memperkuat posisinya di China, sekaligus menyiapkan kemungkinan mengecualikan AS dari pasarnya.

"Begitu kami mendominasi Eropa, Asia Pasifik dan Afrika, jika standar AS tidak sesuai dengan standar kami, dan kami tidak dapat memasuki AS, maka AS tidak dapat memasuki wilayah kami," katanya.

Catatan Ren menegaskan arah yang tersirat oleh pengumuman sebelumnya yang mengisyaratkan niat perusahaan itu beralih dari hardware dan handset.

Baca Juga: Softbank menanamkan investasi US$ 60 juta ke perusahaan berbasis digital milik Axiata

Eric Xu, Chairman Huawei, pada April lalu menyatakan perusahaan itu akan menginvestasikan lebih dari $ 1 miliar di tahun ini untuk mengembangkan bisnis kendaraan cerdas.

Huawei juga memperluas kemitraan mobil pintar dengan perusahaan milik negara, Chongqing Changan Automobile Co Ltd. Kerjasama itu mencakup desain dan pengembangan semikonduktor penggunaan otomatis, demikian pernyataan seorang sumber ke Reuters awal bulan ini.

Terlepas dari tekanan sanksi, Huawei dikenal karena budaya kerjanya yang melelahkan. Catatan Ren pun merekomendasikan tim software untuk mempekerjakan profesional psikologi untuk membantu karyawan baru mengatasi tekanan emosional.

"Sekarang beberapa anak muda memiliki IQ tinggi, tetapi EQ mereka mungkin rendah, dan mentalitas mereka belum matang, dan mudah bagi mereka untuk sakit," kata Ren.

Selanjutnya: Rumah Sakit Portofolio Saratoga Ini Menyiapkan Investasi Sekitar Rp 800 Miliar

 

Terbaru
IHSG
7.087,32
1.11%
-79,50
LQ45
920,31
1.62%
-15,20
USD/IDR
16.240
0,40
EMAS
1.345.000
0,75%