Transisi Energi: Fokus di Beban Dasar Dulu Sebelum Bicara Diversifikasi Energi Hijau

Senin, 22 Agustus 2022 | 05:28 WIB
Transisi Energi: Fokus di Beban Dasar Dulu Sebelum Bicara Diversifikasi Energi Hijau
[ILUSTRASI. ]
Reporter: Filemon Agung | Editor: Sandy Baskoro

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia, seperti banyak negara lain di dunia, sedang meniti jalan transisi menuju energi yang lebih ramah lingkungan. Sebagai pengganti pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang berbahan bakar fosil, pemerintah mesti fokus mengembangkan pembangkit hijau dengan tetap mengutamakan jenis pembangkit base load (beban dasar) seperti pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA). 

Ciri-ciri dari pembangkit base load antara lain adalah berskala besar, menghasilkan daya yang konstan, serta biaya bahan bakar yang relatif murah. 

Mengacu pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Perusahaan Listrik Negara (PLN) 2021-2030, Indonesia memiliki potensi panas bumi sebesar 23.965 megawatt (MW). Potensi PLTA juga berlimpah di berbagai daerah.

Baca Juga: Lengan Bisnis Raksasa Judi Amerika Akan Suntik Modal Perusahaan Judi Kasino Makau

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Satya W Yudha bilang, saat ini realisasi bauran energi baru terbarukan (EBT) baru mencapai 12%. Untuk itu, upaya menggenjot pemanfaatan EBT bukanlah pekerjaan mudah. Dukungan regulasi menjadi salah satu faktor yang bisa mendorong investasi. "Kita ingin RUU EBT segera rampung, begitu juga Perpres harga EBT (yang) sudah lama dinanti," ungkap dia kepada KONTAN, kemarin.

Selain dukungan regulasi, Satya menjelaskan, mesti ada mekanisme pembiayaan untuk mendongkrak investasi sektor EBT. "Termasuk di dalamnya Energy Transition Mechanism (ETM) yang melibatkan perbankan dan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI)," terang dia.

Baca Juga: Saat Saham RAJA dan Medo (MEDC) Beterbangan, Saham Elnusa (ELSA) Masih Adem-Ayem

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menyatakan, PLTP saat ini merupakan pembangkit yang paling potensial untuk menjadi base load. "PLTP memiliki capacity factor (CF) yang tinggi, mencapai 90% atau lebih," ujar dia, kemarin.

Pemerintah menempuh sejumlah upaya untuk meningkatkan pemanfaatan panas bumi. Tercatat, kapasitas terpasang PLTP mencapai 2.293 MW melalui pemanfaatan di 15 Wilayah Kerja (WK) panas bumi. Selain PLTP, jenis EBT lain yang potensial menjadi base load yakni PLTA dan pembangkit listrik tenaga bioenergi (PLTB). Dadan menambahkan, PLTS dan baterai juga menjadi salah satu solusi mengatasi persoalan intermiten. 

Baca Juga: Perluas Pabrik di Vietnam, Foxconn Pemasok Apple Teken Nota Kesepahaman US$ 300 Juta

Ketua I Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Bobby Gafur Umar mengungkapkan, dukungan regulasi memang dinantikan pelaku usaha EBT. "Sekarang ini kan sudah tiga tahun lebih dua payung hukum UU EBT, yang berikutnya Perpres harga beli listrik oleh PLN. Di situ kan yang penting bagi investor kepastian keeonomian," kata dia, Minggu (21/8).

Bobby mengemukakan, kehadiran Perpres tarif listrik EBT bisa menjawab persoalan gap antara harga jual listrik dari pembangkit batubara dan harga jual listrik dari pembangkit EBT. Dalam pemanfaatan EBT ke depan, pembangkit base load menjadi strategi yang akan dilakukan. 

"Pembangkit panas bumi dan hidro menjadi dua jenis pembangkit yang paling memungkinkan," terang Bobby.

Baca Juga: Saat Harga Saham Grup Bakrie Melonjak, Investor Kakap Ini Sibuk Jualan Saham BNBR

Sementara untuk jenis pembangkit lain masih menghadapi sejumlah tantangan intermiten (tidak stabil). Oleh karena itu, METI menilai perlu ada investasi untuk pembangunan Energy Storage System (ESS). 

Adapun sumber pembangkit EBT lainnya yang cukup potensial untuk dikembangkan adalah pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm). Bobby menjelaskan, pemanfaatan PLTBm bisa digenjot dengan mendorong skema hutan tanaman energi. Menurut dia, skema ini bisa dilakukan seiring pengembangan hutan tanaman industri. 

"Sekarang ada sekitar 11 juta hektare hutan tanaman industri. Dari jumlah tersebut, baru sekitar 3,4-3,5 juta ha yang termanfaatkan," kata dia.

Baca Juga: Penuh Sentimen Positif, tapi Harga Saham Bank Amar Belum Kemana-mana

Para pengusaha mengapresiasi langkah pemerintah yang mendorong pengembangan EBT. Dalam RUPTL 2021-2030, pemerintah menetapkan porsi EBT mencapai 51,6%. Dibandingkan RUPTL sebelumnya, maka di atas kertas, kebijakan tersebut merupakan RUPTL pro energi hijau. 

Bagikan

Berita Terbaru

Klaim Purbaya Tak Terbukti, Korporasi Tahan Ekspansi, Rupiah Anjlok 7 Hari Beruntun
| Rabu, 24 Desember 2025 | 09:13 WIB

Klaim Purbaya Tak Terbukti, Korporasi Tahan Ekspansi, Rupiah Anjlok 7 Hari Beruntun

Korporasi masih wait and see dan mereka mash punya simpanan internal atau dana internal. Rumah tangga juga menahan diri mengambl kredit konsumsi.

Pasca Rights Issue Saham PANI Malah Longsor ke Fase Downtrend, Masih Layak Dilirik?
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:46 WIB

Pasca Rights Issue Saham PANI Malah Longsor ke Fase Downtrend, Masih Layak Dilirik?

Meningkatnya porsi saham publik pasca-rights issue membuka lebar peluang PANI untuk masuk ke indeks global bergengsi seperti MSCI.

Mengejar Dividen Saham BMRI dan BBRI: Peluang Cuan atau Sekadar Jebakan?
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:28 WIB

Mengejar Dividen Saham BMRI dan BBRI: Peluang Cuan atau Sekadar Jebakan?

Analisis mendalam prospek saham BMRI dan BBRI di tengah pembagian dividen. Prediksi penguatan di 2026 didukung fundamental solid.

Tahun Depan Harga Komoditas Energi Diramal Masih Sideways
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:25 WIB

Tahun Depan Harga Komoditas Energi Diramal Masih Sideways

Memasuki tahun 2026, pasar energi diprediksi akan berada dalam fase moderasi dan stabilisasi, harga minyak mentah cenderung tetap sideways.

Rupiah Nyungsep dan Bayang-Bayang Profit Taking, Berikut Rekomendasi Saham Hari Ini
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:20 WIB

Rupiah Nyungsep dan Bayang-Bayang Profit Taking, Berikut Rekomendasi Saham Hari Ini

Risiko lanjutan aksi profit taking masih membayangi pergerakan indeks. Ditambah kurs rupiah melemah, menjebol level Rp 16.700 sejak pekan lalu. ​

IHSG Berpeluang Melemah Jelang Libur Natal
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:15 WIB

IHSG Berpeluang Melemah Jelang Libur Natal

Pemicu pelemahan IHSG adalah tekanan pada saham-saham berkapitalisasi pasar besar dan aksi ambil untung (profit taking) investor.

SSIA Bisa Lebih Stabil Tahun Depan
| Rabu, 24 Desember 2025 | 08:10 WIB

SSIA Bisa Lebih Stabil Tahun Depan

Ruang pemulihan kinerja PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) mulai terbuka, ditopang pengakuan awal penjualan lahan Subang Smartpolitan, 

Peta Bank Syariah 2026 Berubah, Cek Rekomendasi Saham BRIS & BTPS Pasca Hadirnya BSN
| Rabu, 24 Desember 2025 | 07:59 WIB

Peta Bank Syariah 2026 Berubah, Cek Rekomendasi Saham BRIS & BTPS Pasca Hadirnya BSN

Bank Syariah Nasional langsung merangsek ke posisi dua dari sisi aset dan membawa DNA pembiayaan properti.

Pesta Pora Asing di Saham BUMI, Blackrock hingga Vanguard Ramai-Ramai Serok Barang
| Rabu, 24 Desember 2025 | 07:34 WIB

Pesta Pora Asing di Saham BUMI, Blackrock hingga Vanguard Ramai-Ramai Serok Barang

Investor institusi global seperti Blackrock dan Vanguard mengakumulasi saham BUMI. Simak rekomendasi analis dan target harga terbarunya.

Sederet Tantangan Industri Manufaktur pada 2026
| Rabu, 24 Desember 2025 | 07:20 WIB

Sederet Tantangan Industri Manufaktur pada 2026

Kadin melihat sektor manufaktur tetap menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia pada tahun 2026,

INDEKS BERITA

Terpopuler