Tren Childfree Mengancam Populasi dan Masalah Ekonomi

Sabtu, 02 November 2024 | 07:00 WIB
Tren Childfree Mengancam Populasi dan Masalah Ekonomi
[ILUSTRASI. Pasangan suami istri]
Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk, Selvi Mayasari | Editor: Dina Hutauruk

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fenomena childfree merambah ke Indonesia perlu diwaspadai. Fenomena ini berbahaya bagi ekonomi bila semakin menjamur. Jumlah kelahiran bayi yang menyusut bisa berujung pada kondisi penuaan populasi. 

Untuk melihat bahaya aging population, kita bisa berkaca pada Jepang. Negeri Sakura ini menghadapi krisis populasi sejak lama. Melansir Bloomberg, Jumat (1/11), jumlah penduduk Jepang  pada tahun 2023 tercatat 121,6 juta, menyusut 861.000 dari 2022.

Penurunan populasi Jepang  sudah terjadi sejak Perang Dunia ke-II. Angka kelahiran bayi di Jepang semester I-2024 hanya 350.074 orang, turun 5,7% secara tahunan. Ini rekor terendah sepanjang sejarah, menurut pemerintah Jepang.

Penuaan populasi ini telah jadi masalah besar bagi ekonomi Jepang. Kurangnya usia produktif mengisi sektor pekerjaan membuatnya mengalami krisis tenaga kerja 
Masalah penuaan populasi juga sudah merambat ke Eropa serta negara Asia Timur lain. Angka kelahiran bayi di Korea Selatan dan China juga terus mengalami penyusutan. 

Baca Juga: Korea Selatan Dilanda Wabah Epidemi Kesepian, Apa Itu?

Menurut Statistik Nasional China, bayi yang lahir di negara itu pada tahun 2023 hanya 9,02 juta, turun 5,6% dari 2022. Tingkat kelahiran mencapai rekor terendah, yaitu 6,39 kelahiran per 1.000 orang.

Sementara Statistik Nasional Korea mencatatkan bayi lahir di Negeri Ginseng itu pada 2023 susut 7,7% menjadi 230.000. Meski begitu, pada kuartal II 2024, mulai naik 1,2% jadi  56.838, kenaikan pertama sejak 2015. 

Kenaikan itu tak lepas dari jumlah pasangan yang menikah naik 17,1% menjadi 55.910. Ini menjadi pertumbuhan tercepat kedua dalam sejarah. 

Sebenarnya, aging population di Asia Timur terjadi awalnya karena kebijakan masa lalu. Selama tiga dekade lebih, China memberlakukan kebijakan satu anak. Setelah Perang Dunia II, Jepang mendorong penggunaan kontrasepsi dan mendekriminalisasi aborsi. Di Korea Selatan, pemerintah melegalkan aborsi  dan melarang warganya punya lebih dari dua anak di awal 1970-an

Pada perkembangan selanjutnya, banyak orang muda di tiga negara itu memilih menunda atau tidak ingin menikah dan punya anak karena  perubahan norma sosial dan gaya hidup. Tingginya harga rumah dan sulitnya pasar kerja jadi penyebabnya. 

Baca Juga: Ini 15 Negara dengan Tingkat Kesuburan Paling Rendah di Tahun 2024

Jepang, China, dan Korea Selatan telah melakukan upaya besar mendorong warganya mau menikah dan punya anak. Namun, berbagai insentif yang diberikan belum berhasil mendorong kelahiran. 

Jepang sebetulnya sadar akan bahaya penurunan populasi itu sejak lama. Pada tahun 1990-an, Jepang mengeluarkan kebijakan guna memacu orang  mau memiliki lebih banyak anak. Pemerintah mewajibkan pengusaha  menawarkan cuti mengasuh anak hingga satu tahun, membuka lebih banyak tempat penitipan anak bersubsidi. Tapi, hasilnya nihil. 

Di Indonesia, I Dewa Gede Karma Wisana, Kepala Lembaga Demografi FEB UI, mengatakan sudah ada beberapa provinsi yang mencatat penurunan angka kelahiran. Hanya, ia melihat angka kelahiran di Indonesia secara keseluruhan masih cukup baik.

Untuk mengantisipasi terjadinya aging population, ia merekomendasikan agar pemerintah fokus meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM)  di daerah dengan angka fertilitas tinggi. Sedang di daerah angka fertilitas rendah diberi layanan yang menekan biaya anak.

Baca Juga: Banyak Warganya yang Takut Punya Anak, Ini yang Dilakukan China

Sementara Direktur eksekutif IINDEF Tauhid Ahmad menyebut saat ini jumlah warga Indonesia yang menunda pernikahan semakin besar. Hal ini membuat tren pertumbuhan penduduk jadi melambat dari tahun ke tahun.

“Jika angka kelahiran turun, dalam jangka panjang, akan menurunkan potensi pertumbuhan ekonomi. Beban tanggungan ekonomi kian tinggi untuk biaya kesehatan dan pensiun.” jelas Tauhid.

 

 

Bagikan

Berita Terbaru

Eskposur Kecil Solana (SOL) Mampu Tingkatkan Imbal Hasil Portofolio Kripto
| Sabtu, 01 November 2025 | 13:00 WIB

Eskposur Kecil Solana (SOL) Mampu Tingkatkan Imbal Hasil Portofolio Kripto

Solana (SOL) berhasil menembus level US$ 200 atau sebesar Rp 3,32 juta seiring kabar peluncuran Exchange Traded Fund (ETF) berbasis koin ini.

BlackRock, Vanguard, Hingga WisdomTree Ubah Posisi di Saham Rokok Indonesia
| Sabtu, 01 November 2025 | 11:00 WIB

BlackRock, Vanguard, Hingga WisdomTree Ubah Posisi di Saham Rokok Indonesia

Pergerakan investor institusi asing di dua emiten rokok besar, GGRM dan HMSP, menunjukkan dinamika menarik sepanjang 2025.

Beban Ambisi Politisi
| Sabtu, 01 November 2025 | 06:10 WIB

Beban Ambisi Politisi

Di saat bank swasta leluasa menyalurkan kredit ke segmen lebih menguntungkan, bank milik negara kerap harus menanggung risiko sosial lebih besar.

Pasca Lepas Bisnis Es Krim, Unilever Fokus pada Produk Margin Tinggi
| Sabtu, 01 November 2025 | 06:00 WIB

Pasca Lepas Bisnis Es Krim, Unilever Fokus pada Produk Margin Tinggi

Mengupas strategi bisnis PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) pasca melepas bisnis es krim di awal tahun 2025

Bank Berburu Fee Based Demi Menjaga Kinerja
| Sabtu, 01 November 2025 | 05:05 WIB

Bank Berburu Fee Based Demi Menjaga Kinerja

.aat laju kredit masih tak bertenaga, sejumlah bank makin bergantung pada pendapatan non bunga demi menjaga keuntungan

Main Aman Saat Ekonomi Tak Pasti, Peserta DPLK Tambah Deposito
| Sabtu, 01 November 2025 | 04:35 WIB

Main Aman Saat Ekonomi Tak Pasti, Peserta DPLK Tambah Deposito

Hingga Juli 2025, dana peserta DPLK di keranjang deposito bertambah Rp 10,7 triliun sejak awal tahun menjadi Rp 78,07 triliun

Pertumbuhan di Tengah Kerentanan
| Sabtu, 01 November 2025 | 04:18 WIB

Pertumbuhan di Tengah Kerentanan

Pemulihan ekonomi bukan hanya soal angka pertumbuhan, tapi juga tentang tumbuhnya kepercayaan bahwa masa depan bisa lebih baik.

Pendapatan Bunga Bikin Cuan Bank Digital Kian Tebal
| Sabtu, 01 November 2025 | 04:15 WIB

Pendapatan Bunga Bikin Cuan Bank Digital Kian Tebal

Pendapatan bunga bersih yang masih tumbuh tinggi, menjadi bahan bakar kenaikan laba bank digital hingga sembilan bulan pertama tahun ini.

Terdepak Dari Indeks LQ45, Berikut Ini Saham Yang Masih Bisa Dilirik
| Jumat, 31 Oktober 2025 | 20:23 WIB

Terdepak Dari Indeks LQ45, Berikut Ini Saham Yang Masih Bisa Dilirik

BRIS dan JSMR masih lebih diuntungkan karena memiliki sentimen makro, serta dukungan BUMN, katalis belanja & transportasi di kuartal IV.

Prospek Positif Sumber Alfaria Trijaya (AMRT) Berkat Program Stimulus Pemerintah
| Jumat, 31 Oktober 2025 | 20:17 WIB

Prospek Positif Sumber Alfaria Trijaya (AMRT) Berkat Program Stimulus Pemerintah

AMRT menjadi salah satu emiten yang diuntungkan dari kebijakan dana bantuan tunai mengingat profil konsumennya dominan di kelas menengah-bawah.

INDEKS BERITA

Terpopuler