Berita Ekonomi

Utang Luar Negeri Swasta Bertambah 10% YoY di Awal Tahun

Senin, 18 Maret 2019 | 08:07 WIB
Utang Luar Negeri Swasta Bertambah 10% YoY di Awal Tahun

Reporter: Grace Olivia | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Utang luar negeri (ULN) swasta Indonesia bergerak naik di awal tahun. Bank Indonesia (BI) mencatat, ULN swasta tumbuh 10,8% secara year-on-year (yoy) di Januari 2019 menjadi US$ 193,1 miliar. Ini merupakan angka pertumbuhan utang yang terbesar dibanding dengan ULN pemerintah yang naik 3,85% dan BI yang turun 2,59%.

Berdasarkan kelompok peminjam, pertumbuhan ULN swasta terbesar terjadi pada kelompok badan usaha milik negara (BUMN). ULN bank BUMN mencapai US$ 6,16 miliar atau tumbuh 31,1% yoy dari sebelumnya hanya US$ 4,7 miliar. Kenaikan paling tinggi pada utang BUMN non lembaga keuangan, sebesar 41,74% (lihat tabel).

Meski nilai utang naik, risiko kian membaik. Salah satu indikasinya adalah ULN swasta Januari 2019 yang didominasi utang jangka panjang, dengan jatuh tempo di atas 1 tahun yakni senilai US$ 145,45 miliar (67%). Sisanya, yaitu US$ 47,62 miliar (33%) memiliki jangka waktu kurang dari setahun. Jika dibanding dengan Januari 2018, ULN swasta dengan jatuh tempo kurang dari setahun ada 38%.

Jika melihat peruntukan utang, ULN swasta dinilai semakin produktif. Perinciannya untuk refinancng hanya 11,81% atau US$ 20,53 miliar. Angka ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama 2018 untuk refinancing sebesar 13,73%. Sedangkan utang untuk investasi 2019 mencapai US$ 63,88 miliar (36,74%), setahun sebelumnya hanya 33,92%.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede menganalisa, pertumbuhan utang sejalan dengan kebutuhan pembiayaan, terutama BUMN yang terlibat dalam proyek prioritas pemerintah pusat. "Ini juga sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang terus membaik seiring dengan pembangunan proyek pemerintah sehingga mendorong kebutuhan pembiayaan dari eksternal," kata Josua, Minggu (17/3).

Selain itu bunga pinjaman dari luar negeri yang relatif rendah dibanding dengan di dalam negeri juga menjadi pemicu perusahaan swasta berutang ke luar negeri. Sebut saja ke Jepang yang menjadi negara sumber utang kedua dengan total pinjaman dari negeri itu mencapai US$ 16,54 miliar per Januari 2019.

Sementara Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menilai, utang luar negeri swasta naik sejalan dengan kondisi likuiditas di dalam negeri yang kian ketat. Perbankan domestik bersikap konservatif dalam menyalurkan kredit di tengah masih tingginya ketidakpastian.

Namun demikian, Lana berpendapat, posisi utang swasta terutama BUMN saat ini masih cukup aman. Meski demikian, BI harus mendorong sektor swasta melakukan lindung nilai atau hedging terhadap utang valuta asing.

Lana juga menyarankan BI untuk menyelaraskan aturan hedging dengan ketentuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). "Karena kalau BUMN hedging dengan perkiraan rupiah melemah, lalu ternyata rupiah menguat, kerugiannya itu tidak bisa diterima oleh BPK, dan tetap dicatat sebagai kerugian negara. BUMN takut," terang Lana.

Terbaru