Wake Up Call: Mengenali Biaya-Biaya KPR

Senin, 06 Desember 2021 | 07:15 WIB
Wake Up Call: Mengenali Biaya-Biaya KPR
[]
Reporter: Harian Kontan | Editor: Harris Hadinata

KONTAN.CO.ID - Melanjutkan artikel bulan lalu tentang jerat bunga mengambang KPR, inilah cerita tentang KPR dan biayanya. Saya sudah tiga kali mengambilnya, mulai dari tahun 1995 ketika membeli rumah Rp 50 juta dengan uang muka separuhnya hingga membeli apartemen seharga Rp 3,7 miliar dengan utang dua pertiganya dua tahun lalu.

Tahun 2011 harus diakui sebagai tahun terbaik perekonomian kita. Ekspor mengukir sejarah di US$ 203,5 miliar sehingga RI masuk 30 eksportir dunia. Sebelum dan setelah itu, ekspor kita tidak pernah menembus US$ 200 miliar lagi, mungkin baru terjadi lagi tahun ini.

Cadangan devisa juga mencetak rekor, mencapai US$ 124 miliar di Agustus 2011 sehingga rupiah menguat ke posisi terbaiknya di Rp 8.45 per dollar AS. Ekonomi juga melaju cepat dengan pertumbuhan 6,5%. Tak ketinggalan, inflasi pun hanya 3,8% sepanjang tahun itu.

Efek dari inflasi yang rendah adalah bunga kredit bank juga turun drastis. Saya pun mendengar sebuah bank BUMN menawarkan KPR untuk rumah baru dan rumah bekas dengan bunga efektif 7,49% di akhir November 2011. Saya memanfaatkan bunga yang dipatok tetap untuk 2 tahun pertama ini dengan mengajukan KPR Rp 620 juta dengan tenor 5 tahun ke bank itu.

Baca Juga: Kementerian BUMN Pastikan BNI dan BTN Bakal Rights Issue Tahun Depan

Namun, analis bank menilai kemampuan keuangan saya terbatas sehingga hanya dapat menawarkan tenor 15 tahun dan bukan 5 tahun yang saya ajukan. Padahal bank BUMN lain yang lebih besar dan menawarkan KPR dalam 4-5 tahun di awal 2011 saya tolak karena belum ada kebutuhan saat itu.

Beda bank, walaupun sama-sama BUMN, beda kemampuan analis. Sangat naif jika sang analis tidak mempertimbangkan harga rumah yang dibeli adalah tiga kali KPR yang dimohon, dengan harga pasar empat kalinya. Portofolio saham saya yang dua kali lipat KPR yang diajukan dan aset-aset lain saya juga luput dari pertimbangannya. Analis juga kurang kompeten jika meragukan kemampuan saya melunasi angsuran KPR yang hanya belasan persen dari penghasilan rutin bulanan.

Meskipun tidak sesuai dengan keinginan, saya tetap menerima tawaran bank karena ada kesempatan investasi rumah dengan harga bagus dan menjanjikan return besar untuk beberapa tahun mendatang. Alasan lainnya, saya sudah menyiapkan diri untuk melunasi pinjaman lebih cepat meskipun ada penalti 2,5% jika bunga KPR setelah dua tahun dinaikkan tidak wajar oleh bank kreditur.

Akibat dari ketidakmampuan analis ini, saya harus menanggung biaya asuransi jiwa dan kebakaran cukup besar dan harus dibayar di muka, Rp 22,9 juta dan Rp 2,5 juta. Selain dua biaya itu, tentunya masih ada biaya provisi Rp 6,2 juta, biaya administrasi bank Rp 500.000, dan biaya survei Rp 1 juta. Ditotal ada biaya sebesar Rp 33,1 juta yang timbul karena KPR dan harus dibayarkan di muka ke bank, selain biaya bunga.

Baca Juga: Bank Sasar Sektor Industri Prospektif Untuk Jaga Kualitas Kredit

Saya juga masih harus menanggung bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) Rp 47 juta dan biaya notaris sebesar Rp 7 juta. Namun, dua biaya ini tidak ada hubungannya dengan KPR, sehingga sebaiknya dimasukkan ke dalam biaya perolehan rumah.

Sesuai perjanjian, saya aman sampai angsuran ke-24 karena bank mengenakan bunga tetap. Lalu datanglah masa penentuan bunga mengambang yaitu di Januari 2014. Tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, apalagi penjelasan dari mana mereka memperoleh bunga penyesuaian ini, di akhir bulan tabungan saya terdebit sebesar Rp 7,8 juta dari sebelumnya hanya Rp 5,7 juta atau naik 36%.

Tidak ada surat, email, sms, atau telepon dari bank mengenai penyesuaian ini. Saya pun langsung menghitung dan kaget ketika mengetahui bunga yang dikenakan adalah 13,5% p.a. atau naik 6% (80,2% dari bunga awal 7,49%). Padahal bunga bank itu untuk KPR baru hanya 10%. Bunga mengambang KPR terbukti adalah perangkap maut bank untuk nasabahnya.

Sesuai dengan rencana awal, saya pun mulai mengumpulkan dana untuk pelunasan lebih cepat. Karena saya mesti melepas saham untuk memperoleh dana, saya baru dapat mengumpulkannya di awal Mei 2014. Saya memerlukan Rp 586 juta untuk angsuran terakhir, pelunasan pokok utang, dan dendanya (2,5%).

Untuk melunasi ternyata saya harus melakukannya sebelum tanggal 15 meski bunga bulan itu tetap harus dibayar penuh. Lagi-lagi ini adalah trik bank. Setelah pelunasan, ternyata saya masih harus menyiapkan Rp 1 juta untuk mencabut sertifikat hak tanggung (SHT) bank atas sertifikat saya. Bank menjanjikan refund atas asuransi jiwa dan asuransi kerugian yang telah saya bayar untuk 15 tahun.

Baca Juga: Penyaluran Kredit Konsumer Tumbuh Terangkat KPR

Setelah ditunggu, saya hanya memperoleh Rp 13,4 juta untuk pengembalian asuransi jiwa dan nihil untuk asuransi kebakaran. Angka Rp 13,4 juta ini sejatinya tidak fair karena saya hanya menggunakan 28,5 bulan dari 180 bulan. Mestinya refund sebesar Rp 19,3 juta kalau dihitung secara proporsional. Selisih sebesar Rp 5,9 juta ini menguap untuk keuntungan bank, perusahaan asuransi, dan para petugas penjualannya. Inilah alasan saya tidak menyukai KPR yang bertenor lama.

Ditotal selama 28,5 bulan saya membayar bunga Rp 121,5 juta. Ditambah denda pelunasan lebih cepat Rp 14,2 juta, asuransi jiwa Rp 9,5 juta, asuransi kebakaran Rp 2,5 juta, biaya provisi & administrasi bank Rp 6,7 juta, biaya survei rumah Rp 1 juta, dan biaya pencabutan SHT Rp 1 juta, total biaya sehubungan dengan KPR ini adalah Rp155,4 juta untuk tujuh-delapan jenis biaya.

Berbekal matematika keuangan dan spreadsheet menggunakan angka-angka di atas, bunga efektif KPR saya selama 28,5 bulan sejatinya 1,01% per bulan atau 12,1% p.a., jauh di atas 7,49% p.a. Akibat banyaknya biaya-biaya dalam KPR, pelunasan lebih cepat juga tidak murah, tetapi tetap lebih baik daripada harus menanggung bunga baru 13,5% p.a. yang mahal dan tidak fair.

Bagikan

Berita Terbaru

Oversubscribe Ratusan Kali Tidak Jadi Jaminan Saham IPO Bertahan Lama di Zona Hijau
| Minggu, 11 Mei 2025 | 14:00 WIB

Oversubscribe Ratusan Kali Tidak Jadi Jaminan Saham IPO Bertahan Lama di Zona Hijau

Pada hari perdagangan perdananya, DKHH menyentuh auto reject atas (ARA) usai melesat 34,85% ke level Rp 178, dari harga IPO di Rp 132 per saham.

Ini Dia Teknologi Pindai Iris Mata yang Bikin Heboh
| Minggu, 11 Mei 2025 | 14:00 WIB

Ini Dia Teknologi Pindai Iris Mata yang Bikin Heboh

Heboh daftar iris bisa mendapatkang uang, ini sebenarnya tujuan kehadiran teknologi proof of human. Yuk simak

Kredit Korporasi Unjuk Gigi, Meski Ekonomi Letoi
| Minggu, 11 Mei 2025 | 13:00 WIB

Kredit Korporasi Unjuk Gigi, Meski Ekonomi Letoi

Sektor manufaktur dan energi menjadi roda penggerak bagi pertumbuhan kredit perbankan di kuartal pertama ini. 

Selamatkan Kekayaan, Orang Super Kaya di Indonesia Sebar Portofolio ke USDT
| Minggu, 11 Mei 2025 | 10:00 WIB

Selamatkan Kekayaan, Orang Super Kaya di Indonesia Sebar Portofolio ke USDT

Per Maret 2025 jumlah investor kripto di Indonesia mencapai 13,71 juta, bertambah dibandingkan dengan Februari sebanyak 13,31 juta.

Realisasi Jumlah IPO Lebih Rendah, Tantangan Pasar Modal di Tengah Ketidakpastian
| Minggu, 11 Mei 2025 | 09:12 WIB

Realisasi Jumlah IPO Lebih Rendah, Tantangan Pasar Modal di Tengah Ketidakpastian

Besaran dana IPO yang berhasil dihimpun sejak awal tahun sampai dengan 8 Mei 2025 sudah mencapai Rp 7 triliun.

Profit 33,31% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Tak Berubah (11 Mei 2025)
| Minggu, 11 Mei 2025 | 08:53 WIB

Profit 33,31% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Tak Berubah (11 Mei 2025)

Harga emas Antam hari ini (11 Mei 2025) 1 gram Rp 1.928.000. Di atas kertas pembeli setahun lalu bisa untung 33,31% jika menjual hari ini.

PTPP Bakal Mendivestasi Dua Anak Usaha Bernilai Aset Rp 4 Triliun, Simak Profilnya
| Minggu, 11 Mei 2025 | 08:20 WIB

PTPP Bakal Mendivestasi Dua Anak Usaha Bernilai Aset Rp 4 Triliun, Simak Profilnya

PTPP tidak dalam kondisi likuiditas yang seret. Aset lancarnya masih mencukupi untuk digunakan memenuhi semua liabilitas jangka pendeknya.

Berkomunitas Dulu Jadi Sineas Kemudian
| Minggu, 11 Mei 2025 | 06:00 WIB

Berkomunitas Dulu Jadi Sineas Kemudian

Membuka relasi menjadi salah satu kunci sukses sebagai seorang sineas. Agar relasi terjalin, bergabung di komunitas adal

 
Mengejar Ambisi Biar Bisa Berpaling dari Batubara
| Minggu, 11 Mei 2025 | 05:10 WIB

Mengejar Ambisi Biar Bisa Berpaling dari Batubara

Kondang sebagai penambang batubara tak menyurutkan semangat PT Indika Energy Tbk (INDY) transisi ke bisnis yang rendah karbon. 

 
Adu Kebut Mobil Listrik, Polytron Mulai Masuk Arena
| Minggu, 11 Mei 2025 | 04:50 WIB

Adu Kebut Mobil Listrik, Polytron Mulai Masuk Arena

Kelar garap sepeda motor listrik, Polytron merambah pasar mobil listrik dengan target penjualan yang aduhai.

INDEKS BERITA

Terpopuler