Ujicoba Kian Luas, Yuan Digital Bakal Mengancam Dominasi Raksasa Pembayaran

Senin, 26 April 2021 | 20:50 WIB
Ujicoba Kian Luas,  Yuan Digital Bakal Mengancam Dominasi Raksasa Pembayaran
[ILUSTRASI. FILE PHOTO: Uang kertas 100 yuan di mesin penghitung milik sebuah bank di Beijing, China, 30 Maret 2016. REUTERS/Kim Kyung-Hoon/File Photo]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - SHANGHAI. Di Shanghai, yang merupakan pusat komersial China, enam bank besar milik negara besar mempromosikan penggunaan yuan digital menjelang festival belanja pada 5 Mei mendatang. Mereka melaksanakan mandat dari Beijing yang menginginkan alternatif pembayaran bagi konsumen, selain Alipay dan WeChat Pay.

Bank-bank tersebut membujuk merchant dan konsumen untuk mengunduh dompet digital mereka dan menggunakan uang digital yang disebut e-CNY. Jadi, mereka bisa melakukan transaksi selama program percontohan yuan digital, tanpa harus menggunakan jalur pembayaran yang dimiliki raksasa fintech teknologi milik kelompok usaha Alibaba maupun grup Tencent.

"Orang-orang akan menyadari bahwa pembayaran yuan digital sangat nyaman sehingga saya tidak perlu lagi bergantung pada Alipay atau WeChat Pay," kata seorang pejabat bank yang terlibat dalam ujicoba peluncuran e-CNY untuk uji coba di Shanghai. Karena tidak mendapat kewenangan untuk bicara, pejabat tersebut menolak untuk disebutkan namanya.

Baca Juga: Berikut faktor-faktor yang memengaruhi peredaran uang beredar Maret 2021

Upaya Tiongkok untuk mengembangkan uang digital, jauh di depan inisiatif serupa yang dilakukan bank sentral di negara-negara lain. Beijing pun terlihat semakin siap untuk mengikis dominasi Alipay dari Ant Group dan WeChat Pay dari Tencent dalam pembayaran online.

Ujicoba di Shanghai, yang selama ini dikuasai oleh fintech, sejalan dengan upaya Beijing untuk menekan perilaku antikompetitif di sektor internet. Dan dalam konteks yang lebih luas, bagian dari upaya China untuk mengendalikan pengaruh para raksasa internet di negerinya.

Regulator membatalkan rencana penawaran saham perdana Ant senilai $ 37 miliar pada November. Awal bulan ini, Tiongkok juga mengharuskan konglomerat fintech yang dikendalikan Jack Ma itu untuk melakukan restrukturisasi. Sedangkan, Alibaba Group Holdings, yang juga milik Ma, terkena penalti setara US$ 2,8 miliar karena dinilai melakukan persaingan tidak sehat.

Baca Juga: Begini nasib orang kaya di China jika punya masalah dengan pemerintah

Di depan publik, People's Bank of China (PBOC) mengatakan e-CNY tidak akan bersaing dengan AliPay atau WeChat Pay. Bank sentral China menyebut fungsi uang digital itu hanyalah "cadangan." 

Namun para pejabat bank pemerintah yang memasarkan uang fiat digital itu untuk bank sentral secara blak-blakan menggambarkan niat Beijing untuk melemahkan dominasi keduanya. "Data besar adalah kekayaan. Siapa pun yang memiliki data akan berkembang pesat," kata pejabat perbankan lain yang bertugas mempromosikan e-CNY. "WeChat Pay dan Alipay memiliki lautan data. Jadi peluncuran e-CNY memfasilitasi kampanye anti-trust China dan membantu pemerintah mengontrol big data," imbuh dia.

Baik PBOC maupun Tencent menolak untuk menanggapi permintaan komentar. Ant juga menolak mengomentari hubungan antara Alipay dan e-CNY.  Namun, unit usaha Ant, MYbank, menyatakan turut berpartisipasi dalam penelitian dan pengembangan dari e-CNY. Dan, perusahaan itu akan terus melanjutkan uji coba sesuai dengan pengaturan keseluruhan People's Bank of China.

Diluncurkan sejak tahun lalu dalam skema percontohan kecil di empat kota, e-CNY merupakan bentuk digital dari mata uang beredar China. Menggunakan sistem distribusi dua tingkat, PBOC mengeluarkan e-CNY ke bank, yang meneruskan uang tersebut ke individu dan perusahaan.

Enam bank yang terlibat dalam skema percontohan e-CNY di antaranya adalah pemberi pinjaman terbesar di China, yaitu Industrial and Commercial Bank of China, Agricultural Bank of China, Bank of China, dan China Construction Bank.

"Kemudahan penggunaan e-CNY kemungkinan akan sebanding dengan Alipay dan WeChat Pay, sementara fungsi keamanannya kemungkinan akan lebih tinggi, dan secanggih Bitcoin," demikian penilaian HSBC dalam laporan risetnya baru-baru ini. HSBC berekspektasi, uang digital akan berkembang biak di China.

Baca Juga: Fintech asal Australia, Afterpay siap melantai di bursa

Di antara banyak motivasi yang dikutip oleh HSBC di balik dorongan tersebut adalah keinginan bank sentral untuk mendapatkan kendali atas saluran pembayaran dan data konsumsi. Data itu sekarang didominasi oleh Alipay dan WeChat Pay, yang mengontrol 94% gabungan pasar pembayaran online China.

Dompet digital, yang masih dalam tahap uji beta, dapat digabungkan dengan lusinan aplikasi populer termasuk Meituan, JD.com, Didi, dan Bilibili. Namun, dompet digital itu tidak dapat ditautkan ke WeChat atau Alipay. Itu berarti tidak ada bank yang berpartisipasi yang dapat mentransfer e-CNY antara dompet digital mereka dengan dua platform pembayaran yang sudah mapan. "PBOC tidak ingin uang disalurkan melalui sistem pembayaran pihak ketiga," kata seorang bankir, mengutip perlunya "pemisahan informasi".

E-CNY akan mendigitalkan "mil terakhir" konsumsi, memungkinkan bank dan pedagang untuk menangkap data dan mendapatkan wawasan tentang pola pengeluaran, kata Wilson Chow, Pemimpin TMT Global, PwC China. Ia memprediksi bahwa e-CNY akan mencapai sekitar 10% dari pasar pembayaran elektronik China dalam beberapa tahun, bekerja sama dengan Alipay dan WeChat Pay.

Baca Juga: Incar dana hingga US$ 4 miliar, Tencent siap terbitkan obligasi

Untuk memikat pengguna, bankir mengatakan PBOC kemungkinan akan memberikan iming-iming berupa "angpao" alias uang tunai digital gratis atau diskon ke warga Shanghai menjelang festival belanja. Ini adalah acara yang bertujuan untuk mempromosikan pengeluaran guna mendorong pemulihan ekonomi dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19.

Wakil gubernur PBOC Li Bo mengatakan kepada sebuah forum pekan lalu bahwa adopsi domestik akan mendahului pembayaran lintas batas dengan e-CNY. Banyak analis meyakini, ini pada akhirnya akan meningkatkan status global yuan, sejalan dengan niat China untuk mematahkan dominasi dollar AS dalam sistem pembayaran internasional.

"Prioritas digitalisasi yuan saat ini adalah mempromosikan penggunaan domestiknya," kata Li.

Selanjutnya: Sritex (SRIL) Tak Bayar Bunga Kredit Sindikasi, Fitch Pangkas Peringkat Utangnya ke C

 

Bagikan

Berita Terbaru

Membedah Saham TRIN, dari Agenda Ekspansi Hingga Masuknya Anak Hashim Djojohadikusumo
| Rabu, 03 Desember 2025 | 09:59 WIB

Membedah Saham TRIN, dari Agenda Ekspansi Hingga Masuknya Anak Hashim Djojohadikusumo

Hingga pengujung 2025 PT Perintis Triniti Properti Tbk (TRIN) membidik pertumbuhan marketing revenue Rp 1,8 triliun.

BSDE Siap Menerbitkan Obligasi dan Sukuk Senilai Rp 1,75 Triliun
| Rabu, 03 Desember 2025 | 08:47 WIB

BSDE Siap Menerbitkan Obligasi dan Sukuk Senilai Rp 1,75 Triliun

Berdasarkan prospektus obligasi BSDE, seperti dikutip Selasa (2/12), emiten properti ini akan menerbitkan obligasi dalam empat seri.

Proyek Sanur Bakal Jadi Sumber Pendapatan Utama PT Sanurhasta Mitra Tbk (MINA)
| Rabu, 03 Desember 2025 | 08:03 WIB

Proyek Sanur Bakal Jadi Sumber Pendapatan Utama PT Sanurhasta Mitra Tbk (MINA)

Perdagangan saham PT Sanurhasta Mitra Tbk (MINA) kembali dibuka mulai sesi 1 hari ini, Rabu, 3 Desember 2025. 

Buyback Berakhir Hari Ini, tapi Harga Saham KLBF Kian Terpuruk Didera Sentimen MSCI
| Rabu, 03 Desember 2025 | 07:46 WIB

Buyback Berakhir Hari Ini, tapi Harga Saham KLBF Kian Terpuruk Didera Sentimen MSCI

Tekanan jual investor asing dan rerating sektor konsumer menghantam saham PT Kalbe Farma Tbk (KLBF).

Calon Emiten Sarang Burung Wallet Ini Tetapkan Harga IPO di Rp 168 Per Saham
| Rabu, 03 Desember 2025 | 07:41 WIB

Calon Emiten Sarang Burung Wallet Ini Tetapkan Harga IPO di Rp 168 Per Saham

Saham RLCO lebih cocok dibeli oleh investor yang memang berniat untuk trading. Memanfaatkan tingginya spekulasi pada saham-saham IPO.

Reksadana Saham Bangkit di Akhir Tahun
| Rabu, 03 Desember 2025 | 07:00 WIB

Reksadana Saham Bangkit di Akhir Tahun

Berdasarkan data Infovesta, per November 2025 reksadana saham mencatat return 17,32% YtD, disusul return reksadana campuran tumbuh 13,26% YtD

Bayang-Bayang Bunga Utang Menggerogoti Fiskal
| Rabu, 03 Desember 2025 | 06:46 WIB

Bayang-Bayang Bunga Utang Menggerogoti Fiskal

Utang publik global capai US$110,9 T, memicu suku bunga tinggi. Ini potensi risiko kenaikan biaya utang pemerintah Indonesia hingga Rp4.000 T. 

IHSG Lagi-Lagi Mencetak Rekor Sepanjang Hayat, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini
| Rabu, 03 Desember 2025 | 06:45 WIB

IHSG Lagi-Lagi Mencetak Rekor Sepanjang Hayat, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini

Pendorong penguatan IHSG berasal dari kenaikan harga saham emiten-emiten konglomerasi dan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Perlindungan Proteksi Barang Milik Negara
| Rabu, 03 Desember 2025 | 06:39 WIB

Perlindungan Proteksi Barang Milik Negara

Pemerintah perkuat ketahanan fiskal melalui Asuransi BMN berbasis PFB. Cakupan aset melonjak jadi Rp 91 triliun di tahun 2025.

Ekspor Lemas Karena Bergantung ke Komoditas
| Rabu, 03 Desember 2025 | 06:37 WIB

Ekspor Lemas Karena Bergantung ke Komoditas

Ekspor Oktober 2025 turun 2,31% secara tahunan, tertekan anjloknya CPO dan batubara.                   

INDEKS BERITA