KONTAN.CO.ID - BEIJING. Aktivitas pabrik di China mengalami kontraksi pada bulan September 2021 untuk pertama kali sejak pandemi tahun lalu. Ini merupakan tanda, krisis listrik berdampak luas terhadap perlambatan ekonomi.
Purchasing Manager Index (PMI) Manufaktur anjlok ke level 49,6 dari 50,1 pada Agustus 2021. Biro Statistik Nasional mengatakan, realisasi di bawah angka 50 yang menandakan penurunan output.
China menghadapi krisis listrik yang meluas sehingga mengancam perlambatan ekonomi dan mengganggu rantai pasokan global saat menjelang musim belanja Natal di akhir tahun.
Setidaknya 20 provinsi telah membatasi penggunaan listrik pada September 2021. Hal ini membatasi produksi pabrik di berbagai sektor mulai dari aluminium, baja hingga mainan dan pakaian.
Ahli statistik senior di Biro Statistik Nasional Zhao Qinghe mengatakan, kontraksi ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk kinerja industri padat energi yang melambat.
"Sub-indeks pesanan baru telah berkontraksi selama dua bulan berturut-turut sekarang. Hal tersebut mencerminkan perlambatan dalam aktivitas produksi manufaktur dan permintaan pasar," kata Zhao, seperti dikutip oleh Bloomberg, Kamis (30/9).
Secara terpisah, PMI manufaktur Caixin justru rebound ke level 50 dari 49,2 pada Agustus 2021. Peningkatan ini berkat permintaan domestik yang lebih kuat dan peningkatan pesanan baru. Penyebabnya, penjualan ekspor terus menurun.
Pembatasan listrik semakin memukul perekonomian China. Sebelumnya, pasar properti juga tertekan akibat kasus gagal bayar Evergrande Group. Ditambah lagi, harga komoditas yang tinggi dan tindak tegas pemerintah terhadap sektor properti hingga internet.
Hal ini dibarengi melemahnya daya beli konsumen akibat Covid-19. Kepala Penelitian Makro di CCB International Securities Ltd Cui Li mengatakan, berbagai kendala itu telah menganggu pasokan secara luas.
"Hal tersebut mungkin akan menjadi masalah lanjutan dalam beberapa bulan mendatang," terangnya.
Guna mengantisipasi masalah itu, pemerintah akan terus memberikan dukungan kepada pelaku usaha seperti memotong rasio cadangan. Sambil menjaga kebijakan yang ketat ke sektor properti dan pembiayaan kepada pemerintah daerah.
Berita Terbaru
Rupiah Sepekan Terakhir Tertekan Risk Off dan Penguatan USD
Nilai tukar rupiah cenderung tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan ini, meski menguat tipis di akhir minggu.
Bidik Popok hingga Tisu Sebagai Barang Kena Cukai
Ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 yang baru diterbitkan Kementerian Keuangan
Mengingat Iklim
Pemerintah harusmulai ambil ancang-ancang meneruskan upaya mengejar target emisi nol bersih dan memitigasi perubahan iklim.
Phising, Ancaman Transaksi Digital
Teknologi yang canggih sekalipun tidak bisa melindungi masyarakat banyak jika kewaspadaan masih lemah.
BI Rilis Instrumen Pasar Uang Anyar
Jika tak ada aral melintang, instrumen baru BI bernama BI floating rate note (BI-FRN).bakal terbit pada 17 November 2025 mendatang.
Pertamina Geothermal Tbk (PGEO) Gali Potensi Panas Bumi Industri
Kupas strategi dan upaya bisnis PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) menjadi perusahaan energi bersih
Kelas Menengah Juga Butuh Stimulus
Stimulus ekonomi yang telah digelontorkan pemerintah, dinilai belum cukup mendongrak perekonomian dalam negeri
Superbank Dikabarkan Bidik Dana IPO Rp 5,3 Triliun
Rumor terkait rencana penawaran umum perdana alias initial public offering (IPO) Super Bank Indonesia (Superbank) semakin menguat.
Masih Bisa Tekor Setelah Melesat di Oktober
Bank Indonesia mencatat posisi cadangan devisa akhir Oktober sebesar US$ 149,9 miliar
Risiko di Balik Naiknya Bunga Deposito Dollar
Beragam kritikan yang muncul tetap tak menghentikan keputusan bank Danantara mengerek bunga deposito dolar Amerika Serikat (AS) menjadi 4%.
