KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah panjang diperdebatkan di masa kampanye pemilu, program Makan Siang Gratis pasti berjalan di Pemerintahan Prabowo-Gibran. Cuma namanya saja yang berganti, jadi Makan Bergizi Gratis untuk Anak-Anak
Maklum, kebanyakan anak SD sudah bubar sekolah ketika jam makan siang tiba. Toh, mau dijadikan sarapan atau brunch, intinya program ini ingin memberikan makanan sehat, bergizi, untuk meningkatkan kualitas pertumbuhan dan pencapaian pendidikan anak-anak.
Apakah program ini bisa mengatasi stunting? Itu memang pernah diperdebatkan semasa kampanye pemilu. Tapi saat ini, polemik yang lebih mencuat adalah soal pembiayaan program makan gratis ini.
Maklum anggaran negara di tahun pertama Prabowo memerintah dibayang-bayangi beban utang sangat besar, defisit APBN melebar, sementara perekonomian masih rentan dan dilingkupi ketidakpastian. Nah, masuknya program makan bergizi gratis tentu akan mempengaruhi atau bahkan menggerus anggaran belanja lain yang tak kalah penting.
Maka, program makan bergizi gratis dilakukan secara bertahap. Pada tahap awal ini tentu tidak akan mencapai Rp 450 triliun sebagaimana perhitungan semasa kampanye. Belum dipastikan berapa nominalnya, namun sudah dipatok anggarannya: Rp 15.000 per anak.
Harga makanan bergizi Rp 15.000 per porsi, menurut seorang pengusaha jaringan restoran ternama, masuk akal. Katering untuk karyawan swasta juga Rp 13.000–Rp 15.000 per porsi. Bila dikalikan dengan 24,11 juta anak SD untuk 245 hari masuk sekolah, total anggaran yang dibutuhkan: Rp 88,6 triliun.
Belanja makan bergizi gratis ini bisa berkurang bila pemerintah mampu menggandeng perusahaan BUMN & swasta, yayasan, lembaga sosial dan amal untuk turut berkontribusi dalam program ini.
Seperti di India, yang sudah sejak 1995 menjalankan program makan siang untuk 125 juta anak usia 6 tahun-14 tahun. Sejak tahun 2000, Yayasan Akshaya Patra bermitra dengan pemerintah untuk memperluas jangkauan program peningkatan SDM ini.
Bila sukses menjalankan program ini, Indonesia akan masuk dalam gerakan school food global, yang saat ini sudah berjalan di India, Inggris, Brazil, Estonia, Finlandia, Swedia, AS, hingga Rwanda.
Namun, seyogianya ada pemberdayaan masyarakat setempat dengan memasukkan mereka dalam rantai pasok program ini. Kalau yang bercokol malah kroni pejabat, politisi, dan pengusaha besar, ya, wassalam