Antara ADHI, PTPP, WIKA dan WSKT, Ini Saham Konstruksi yang Menarik Untuk dilirik
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peruntungan kini tengah berpihak pada emiten-emiten BUMN konstruksi. Serupa 2014, harga saham perusahaan-perusahaan pelat merah itu melejit.
Namun, kenaikan harga saham kuartet BUMN karya tidak semata didorong oleh Jokowi effect. Joko Widodo (Jokowi) memang fokus mendorong pembangunan infrastruktur. Nah, berpasangan dengan Ma'ruf Amien, Jokowi berdasar hasil perhitungan sementara KPU hingga 24 April 2019 mengungguli pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno dalam pemilihan presiden (pilpres) 2019. Di mata investor saham, ini jelas menguntungkan posisi perusahaan pelat merah.
Cuma, sebelum pilpres digelar pada 9 Juli 2014, harga saham BUMN karya memang sudah berada di jalur bullish. PT Adhi Karya Tbk (ADHI), PT Pembangunan Perumahan (PTPP), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT Waskita Karya (WSKT) telah menanjak sejak awal 2014.
Bahkan, jika grafik harga ditarik lebih jauh ke belakang, saham seperti WIKA sudah memulai bullish trend gelombang pertama sejak awal Desember 2011 saat harga sahamnya naik dari di bawah Rp 500 per saham hingga mencapai level tertinggi di 2.825 (31/5/13). Gelombang naik berikutnya dimulai sejak penghujung Desember 2013, kala harganya kembali merangkak naik dari 1.580 (27/12/13) hingga mencapai puncak di 3.675 (9/01/15)
Kini, kondisi serupa kembali terulang. Sebelum pilpres digelar pada 17 April 2019, harga saham keempat perusahaan pelat merah ini sejatinya sudah lebih dulu menanjak.
Masih bisa naik
Meski demikian, rupanya saham emiten BUMN karya masih punya tenaga untuk mendaki. Indikasinya dilihat oleh sejumlah sekuritas yang memproyeksikan peluang besar di saham-saham infrastruktur.
Misalnya, Henry Wibowo, analis RHB Sekuritas memperkirakan terjadi rotasi di paruh kedua 2019. Dalam riset (16/04), ia memproyeksikan jika Jokowi kembali terpilih sebagai presiden, pemangkasan subsidi bahan bakar seperti yang terjadi 2015 silam, akan terulang.
Langkah itu bakal berdampak negatif ke sektor konsumsi. Kebetulan, valuasi saham-saham di sektor tersebut tak lagi murah lantaran performa harganya yang positif tahun lalu. Dus, RHB mengekspektasikan terjadi rotasi ke sejumlah sektor, salah satunya infrastruktur.
Nada positif juga bisa dilihat dari konsensus para analis saham yang dihimpun Bloomberg. Mayoritas merekomendasikan buy saham ADHI, PTPP, WIKA dan WSKT.
Konsensus Analis Atas Saham BUMN Konstruksi | |||
---|---|---|---|
Emiten | Jumlah Rekomendasi | ||
Buy | Hold | Sell | |
ADHI | 17 | 3 | 0 |
PTPP | 18 | 3 | 0 |
WIKA | 22 | 2 | 0 |
WSKT | 14 | 7 | 0 |
sumber: Bloomberg |
Lantas, di antara kuartet BUMN karya, mana yang sahamnya paling menarik?
Jika dilihat dari potensi kenaikan harganya, saham ADHI boleh jadi disebut paling memikat. Secara year to date (ytd) kenaikan harganya paling kecil, "hanya" 12,30%. Sementara saudara sejenisnya yang lain sudah membukukan kenaikan di atas 27%. Bahkan, WIKA sejak awal tahun sudah melejit 45,02%.
Yang bikin saham ADHI lebih menarik, diukur dari rerata target harga para analis saham berdasar konsensus yang disusun Bloomberg, upside potential-nya juga yang paling tinggi.
Perbandingan Kinerja Saham dan Upside Potential Emiten BUMN Konstruksi | ||||
---|---|---|---|---|
Emiten | Kenaikan (ytd) | Harga* | TP Rerata | Upside Potential |
ADHI | 12,30% | 1.780 | 2.150 | 20,79% |
PTPP | 35,73% | 2.450 | 2.850 | 16,33% |
WIKA | 45,02% | 2.400 | 2.530 | 5,42% |
WSKT | 27,98% | 2.150 | 2.310 | 7,44% |
*Penutupan 24 April 2019 | ||||
sumber: Bloomberg, diolah KONTAN |
Tapi jika ditinjau dari sisi valuasi, saham WSKT bisa dibilang yang paling murah. Pada harga Rp 2.150 per saham, price to earning ratio (PER) WSKT cuma 7,36 kali. Lebih rendah dari rata-rata PER emiten BUMN konstruksi yang di level 9,94 kali. Sementara jika dilihat dari price to book value (PBV) juga lebih rendah dari rata-rata yang di posisi 1,05 kali.
Perbandingan Valuasi Emiten BUMN Konstruksi | |||
---|---|---|---|
Emiten | Harga (Rp/saham) | PER (X) | PBV (X) |
ADHI | 1.780 | 9,83 | 1,01 |
PTPP | 2.450 | 10,12 | 0,93 |
WIKA | 2.400 | 12,44 | 1,25 |
WSKT | 2.150 | 7,36 | 1,01 |
Rerata | 9,94 | 1,05 | |
Ket: - Harga saham dan IHSG 24 April 2019 - Perhitungan PER dan PBV mengunakan data LK 2018 |
|||
sumber: RTI |
Jika demikian, apakah berarti saham ADHI dan WSKT lebih menarik untuk dilirik ketimbang emiten pelat merah sejenis?
M. Rudy Setiawan, analis MNC Securities punya sudut pandang yang berbeda. Menurutnya, pilihan utama di antara kuartet BUMN konstruksi justru PTPP. Berikutnya ada saham WIKA yang bisa menjadi pilihan.
Alasannya, kondisi keuangan PTPP relatif stabil ketimbang perusahaan konstruksi pelat merah yang lain. Betul, pertumbuhan perolehan proyek anyar PTPP memang moderat.
Catatan KONTAN, tahun ini PTPP mengejar kontrak anyar Rp 50,3 triliun, atau tumbuh 16,97% year on year (yoy). Estimasi Maria Renata, analis Danareksa Sekuritas dalam risetnya (04/04) malah lebih moderat lagi. Ia memperkirakan pertumbuhan kontrak baru PTPP 2019 sebesar 10% yoy menjadi Rp 47,8 triliun.
Sebagai perbandingan, target kontrak anyar yang ingin dicapai manajemen WSKT tahun ini mencapai Rp 56 triliun. Artinya, target pertumbuhan yang diincar 105,73% dibanding realisasi 2018 yang senilai Rp 27,22 triliun. Danareksa memperkirakan kontrak anyar WSKT 2019 tumbuh 74,2% yoy menjadi Rp 47,4 triliun.
Sejauh ini keempat BUMN konstruksi sudah merilis realisasi perolehan kontrak baru per kuartal I-2019.
Perkembangan Kontrak Baru Emiten BUMN Konstruksi | |||||
---|---|---|---|---|---|
Emiten | 2018 | Target 2019 | Kuartal I-2019 | ||
Nilai | Pertumbuhan (yoy) | Nilai | Pertumbuhan (yoy) | Nilai | |
ADHI | Rp 24,6 triliun | 36,20% | Rp 30 triliun | 21,95% | Rp 3 triliun |
PTPP | Rp 43,49 triliun | 7,10% | Rp 50,3 triliun | 15,66% | Rp 9,80 triliun |
WIKA | Rp 50,56 triliun | 19,23% | Rp 61,74 triliun | 22,11% | Rp 10,91 triliun |
WSKT | Rp 27,22 triliun | -51,24% | Rp 56 triliun | 105,73% | Rp 4,27 triliun |
sumber: pemberitaan KONTAN, diolah |
Nah, dengan target kontrak baru yang lebih landai, PTPP punya ruang lebih besar untuk mendanai proyek-proyek tersebut. Apalagi, kemampuan pendanaan PTPP memang masih terjaga dengan baik. Misalnya, posisi debt to equity ratio (DER) PTPP ada di 2,22 kali. Sementara DER ADHI, WIKA dan WSKT secara berturut-turut adalah 3,79 kali, 2,44 kali dan 3,30 kali.
Di sisi lain, PTPP tidak bergantung pada satu pemberi proyek tertentu. Catatan Rudy, hingga Desember 2018, komposisi proyek yang berasal dari pihak swasta sebesar 31%, BUMN 55%, dan sisanya pemerintah sebesar 14%. Sementara WIKA memperoleh proyek dari swasta 39,49%, BUMN 45,52% dan pemerintah 15%.
Sementara di ADHI komposisi proyek dari pihak swasta memang mencapai 46,4%. Sementara proyek dari sesama BUMN dan pemerintah masing-masing 48,6% dan 5%. "Tapi ADHI lebih kepada proyek transportasi. Sehingga sebenarnya masih cukup banyak profil proyek dari pemerintah meski tidak secara langsung," tukas Rudy.
Murah tapi outlook negatif
Posisi Waskita yang punya valuasi lebih murah, ternyata kurang begitu bagus di mata lembaga pemeringkat. Dalam laporan pemeringkatan (12/04) Fitch Ratings Indonesia mengafirmasi peringkat jangka panjang WSKT di A(idn). Namun, outlook-nya dipangkas dari stabil menjadi negatif.
Salman Alamsyah, Associate Director Fitch Ratings Indonesia menyebut, leverage Waskita yang diukur dengan adjusted net debt/EBITDAR, naik menjadi 6,1 kali pada 2018. Lantaran leverage di atas 5,5 kali, Fitch pun memangkas outlook WSKT.
Kenaikan leverage terjadi lantaran WSKT banyak mengandalkan pendanaan eksternal untuk mengeksekusi order book. Di sisi lain, pendanaan internal Waskita terganggu akibat keterlambatan pembayaran proyek turnkey lantaran proses administratif yang panjang dan tertundanya konstruksi, termasuk dari proyek LRT Palembang. Pengembalian dana talangan oleh Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) juga lebih rendah akibat dari ekspektasi perusahaan akibat proses verifikasi yang panjang.
Tapi jangan lupa, proyek turnkey memberikan margin yang lebih tebal. Dus, tidak heran jika profitabilitas WSKT pun lebih baik ketimbang emiten sejenis.
Perbandingan Profitabilitas Emiten BUMN Konstruksi (%) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|
Emiten | GPM | OPM | NPM | EBIT Margin | ROE | ROA |
ADHI | 16,01 | 11,49 | 4,11 | 0,8 | 10,24 | 2,13 |
PTPP | 14,12 | 10,46 | 5,97 | 6,15 | 9,2 | 2,85 |
WIKA | 11,57 | 12,3 | 5,55 | 6,47 | 10,05 | 2,92 |
WSKT | 18,17 | 14,97 | 8,12 | 3,63 | 13,71 | 3,18 |
Ket: - GPM = Gross profit margin - OPM = Operating profit margin - NPM = Net profit margin - EBIT Margin = Earning before interest tax margin - ROE = Return on equity - ROA = Return on asset |
||||||
sumber: RTI |
Ke depan, kondisi keuangan WSKT yang lebih baik paling tidak akan bergantung pada dua hal. Pertama, keberhasilan eksekusi proyek turnkey dan pembayaran yang tepat waktu. Tahun lalu WSKT berhasil mencatat arus kas operasional yang positif sebesar Rp 3 triliun berkat pembayaran proyek turnkey sebesar Rp 13,7 triliun. Dua tahun sebelumnya mengalami arus kas operasional yang negatif.
Nah, tahun ini Waskita menargetkan pembayaran proyek turnkey sebesar Rp 26,7 triliun. Paling besar datang dari PT Hutama Karya (41%) dan PT Jasamarga Tbk (31%).
Kedua, kesuksesan divestasi ruas tol yang akan mengurangi beban utang perseroan. Catatan KONTAN, tahun ini WSKT menargetkan bisa mendivestasi enam ruas tol yang nilainya diperkirakan mencapai Rp 10 triliun.
Jadi, Anda mau pilih saham BUMN konstruksi yang upside potential-nya lebih tinggi, valuasinya lebih murah atau yang kondisi keuangannya lebih stabil?
Perbandingan Kinerja Keuangan Emiten BUMN Konstruksi | ||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Emiten | Pendapatan 2018 | Laba Bersih 2018 | Pendapatan 2019 | Laba Bersih 2019 | ||||
Nominal | Pertumbuhan | Nominal | Pertumbuhan | Nominal | Pertumbuhan | Nominal | Pertumbuhan | |
ADHI | Rp 15,66 triliun | 3,29% | Rp 644,16 miliar | 24,98% | Rp 17,77 triliun | 13,5% | Rp 733 miliar | 13,8% |
PTPP | Rp 25,12 triliun | 16,82% | Rp 1,50 triliun | 3,36% | Rp 28,16 triliun | 12,1% | Rp 1,70 triliun | 13,4% |
WIKA | Rp 31,16 triliun | 19,03% | Rp 1,73 triliun | 43,94% | Rp 39,03 triliun | 25,3% | Rp 2,32 triliun | 34,1% |
WSKT | Rp 48,79 triliun | 7,91% | Rp 3,96 triliun | 2,09% | Rp 53,83 triliun | 10,3% | Rp 2,95 triliun | -25,6%) |
Ket: Pendapatan dan laba bersih 2019 berdasar estimasi Danareksa Sekuritas | ||||||||
sumber: Berbagai sumber, diolah KONTAN |