KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar saham menghadapi ketidakpastian lagi. Salah satu pemicunyanya adalah kemunculan omicron, varian baru Covid-19.
Akibat ketidakpastian tersebut, bursa saham pun fluktuatif. Akhir pekan lalu (26/11), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun sebesar 2,06% ke posisi 6.561,5. Kemarin (29/11), IHSG berakhir menguat sebesar 0,71% ke posisi 6.608,29. Investor pun perlu mengantisipasi fluktuasi pasar saham agar tak menelan kerugian.
Perencana Keuangan Finansia Consulting Eko Endarto melihat, fluktuasi pasar saham saat ini masih terbilang waja. Dia optimistis harga saham berpotensi menguat pada Desember.
Baca Juga: Saham-saham berikut layak dicermati jelang window dressing
Meski begitu pelaku pasar masih mencermati dampak varian baru. Eko menyarankan, investor mengurangi instrumen investasi jangka panjang dan tidak menambah instrumen saham lebih dulu.
Selain itu, menurut Eko, dalam jangka waktu dua hingga tiga bulan ke depan, investor bisa memilih emas sebagai aset yang relatif aman. "Untuk berjaga-jaga, jangka pendek seperti cash dan deposito bisa ditambah untuk menghadapi pengetatan aktivitas," kata Eko, Senin (29/11).
Atur strategi investasi
Secara umum, Eko merekomendasikan porsi penempatan investasi jangka pendek sebesar 20%, sebesar 40% di aset jangka menengah, dan porsi 40% ditempatkan pada aset yang bersifat jangka panjang. "Aset jangka panjang bisa dipindahkan dulu ke jangka menengah sembari mencermati dampaknya seperti apa," kata dia.
Direktur Panin Asset Management Rudiyanto justru berpendapat, penurunan harga saham bisa dimanfaatkan untuk menambah investasi saham. Secara statistik, Desember selalu terjadi window dressing, dan harga saham cenderung naik. "Fenomena ini sudah terjadi selama 20 tahun terakhir dari 2001-2020. Sangat mungkin akan terulang lagi tahun ini," kata dia.
Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo Prasetio pun sepakat, secara historis IHSG menguat pada Desember. Penopangnya adalah kenaikan harga saham bluechip karena efek window dressing. "Tapi, sentimen Covid-19 varian terbaru di Afrika cukup mengkhawatirkan sehingga menjadi sentimen negatif yang menahan laju IHSG," kata dia.
Baca Juga: Melirik saham blue chip jelang akhir tahun 2021
Rudi menambahkan, investor tak perlu memangkas porsi investasi di instrumen saham. Begitu juga aset investasi obligasi pemerintah yang diproyeksikan bisa kembali melesat pada Desember.
Tahun depan, kata Rudi, merupakan tahun pertumbuhan dan perbaikan kinerja. "Dengan asumsi tidak ada gelombang baru yang menyebabkan lockdown dalam waktu lama, seharusnya kinerja saham berpotensi lebih baik di tahun depan," kata dia.
Rudi merekomendasikan agar pelaku pasar mempertimbangkan saham yang diuntungkan oleh pemulihan ekonomi dan masuknya dana asing. Sebagai alternatif, investor bisa menempatkan dananya pada instrumen obligasi korporasi ataupun reksadana pendapatan tetap.
Bagi Anda yang memiliki profil investor agresif, Rudi menyarankan porsi penempatan dananya sebagai berikut. Sebanyak 10% di reksadana pasar uang, 20% di pendapatan tetap, 30% di reksadana campuran, dan 40% di reksadana saham.
Kendati pasar berfluktuasi, Frankie optimistis IHSG akan stabil di kisaran 6.500-6.700 hingga tutup tahun 2021. "Jika investor mau masuk saat ini, masih ada peluang memperoleh keuntungan. Koreksi IHSG ikut menurunkan harga beberapa saham berkinerja baik, sehingga menjadi menarik untuk dipertimbangkan beli," kata dia.
Frankie menyatakan, investor bisa mempertimbangkan saham PT Astra International Tbk (ASII) dari sektor otomotif. Selain itu, dia menjagokan saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan saham PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP).
Baca Juga: Panin AM andalkan aset saham untuk dongkrak kinerja reksadana campuran
Kepala Riset Henan Putihrai Sekuritas Robertus Yanuar Hardy yakin IHSG tetap terjaga di kisaran 6.650-6.700 hingga tutup tahun ini. Dia menjagokan saham bank dan telekomunikasi. "Sebaiknya akumulasi lagi saham bluechips, karena vaksin mRNA dikembangkan untuk menjinakkan protein spike mutasi omicron," kata dia.