Banjir Produksi, Harga Komoditas Energi di Kuartal I-2019 Tenggelam
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja komoditas energi sepanjang kuartal I-2019 cenderung turun. Sentimen berkurangnya permintaan sempat menghantui komoditas energi.
Batubara mencatatkan kinerja buruk di tiga bulan pertama tahun ini. Sepanjang kuartal I-2019, harga batubara di ICE Futures ambruk 14,11%. Di akhir Maret lalu, harga komoditas batubara berada di level US$ 84,30 per metrik ton. Ini adalah level terendah batubara di tahun ini.
Setali tiga uang, kinerja gas alam di triwulan pertama tahun ini juga kurang menggembirakan. Jumat (29/3), harga gas alam kontrak pengiriman Mei 2019 di New York Mercantile Exchange berada di level US$ 2,662 per mmbtu. Angka ini melemah 0,37% dibandingkan akhir tahun lalu.
Tapi harga minyak masih melesat. Di akhir kuartal I lalu, harga minyak kontrak pengiriman Mei 2019 di New York Mercantile Exchange mencapai US$ 60,14 per barel. Artinya, di tiga bulan pertama tahun ini, komoditas energi yang satu ini mengalami kenaikan harga hingga 29,30%.
Para analis melihat, banjir pasokan dan berkurangnya permintaan masih menghantui harga komoditas energi. Berikut ulasannya.
Batubara
Sepanjang kuartal I-2019, harga batubara cenderung loyo. Padahal tahun lalu, si hitam ini menjadi komoditas yang diunggulkan. Awan hitam yang menghantui harga batubara dimulai setelah China memangkas impor batubara asal Australia.
Analis Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono menjelaskan, berkurangnya permintaan batubara China cukup mempengaruhi harga batubara. Maklum, Negeri Tirai Bambu ini merupakan konsumen terbesar si hitam.
Pemerintah China memang berniat memangkas impor batubara tahun ini. China memang mulai memperhatikan masalah lingkungan dan berniat memperbesar penggunaan bahan bakar ramah lingkungan.
Wahyu memprediksi, harga batubara tahun ini sulit berbalik arah. Apalagi, batubara mulai tergantikan oleh gas alam seiring program pengurangan emisi," jelas dia.
Bahkan, harga batubara cenderung tertekan saat harga minyak menguat. Sekadar info, biasanya harga batubara bergerak seiring harga minyak. Karena itu, Wahyu memprediksi harga si hitam ini akan bergerak dengan kisaran US$ 70–US$ 100 per metrik ton di kuartal II-2019.
Gas alam
Sepanjang tiga bulan pertama 2019, pergerakan gas alam cenderung stabil. Musim dingin menjadi sentimen utama bagi pergerakan gas alam. Cuaca di Januari dan Februari masih masuk musim dingin. Ini membuat permintaan terhadap komoditas energi yang satu ini cenderung besar.
Namun, memasuki Maret, biasanya udara di kawasan benua Amerika dan Eropa serta China mulai hangat. Hal ini mendorong penggunaan gas alam untuk pemanas ruangan cenderung berkurang. Otomatis harga gas alam terjungkal.
Analis Asia Trade Point Futures Cahyo Dewanto mengatakan, jika perang dagang berakhir positif, ada potensi harga gas alam melesat. Mengingat, tarif 10% untuk liquefied natural gas (LNG) AS akan membantu dorongan ekspor gas alam ke China, yang akan menaikkan permintaan dan mengerek harga.
Minyak
Minyak berhasil mencetak hasil fantastis di akhir kuartal I-2019. Komoditas energi yang satu ini berhasil kembali ke atas US$ 60 per barel.
Analis Global Artha Futures Adnan Chaniago menjelaskan, perlahan tapi pasti, harga minyak kembali perkasa. Sentimen utama datang dari keputusan OPEC dan negara sekutunya untuk melakukan pemangkasan produksi sebesar 1,2 juta barel per hari.
Sepanjang kuartal I-2019, program tersebut berjalan lancar. Bahkan, harga minyak kian melesat setelah stok minyak Amerika Serikat mengalami penurunan.
Tetapi produksi minyak AS berpotensi kembali naik. Apalagi, saat ini Negeri Paman Sam merupakan produsen terbesar minyak, dengan produksi sebesar 12,1 juta barel.