KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbankan diperkirakan akan tetap menanggung biaya dana yang tinggi hingga paruh pertama tahun ini, meski BI rate sudah dipangkas 25 basis poin (bps) ke level 5,75% baru-baru ini.
Pasalnya, persaingan berebut dana pihak ketiga (DPK) di pasar masih sengit karena likuiditas mengetat. Kondisi ini membuat bank tidak berani segera menurunkan bunga simpanannya.
Alhasil, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memutuskan mengambil kebijakan untuk tetap mempertahankan suku bunga penjaminan di level 4,25% untuk periode Februari sampai dengan Mei 2025.
"Walau BI rate turun, reaksi di pasar masih lambat, sehingga kami belum bisa turunkan bunga. Kedua, kondisi di sistem finansial secara umum ada tekanan ke rupiah, kami khawatir kalau diturunkan bisa berdampak negatif ke semua sisi. Kami sedang mencoba menjaga sentimen di pasar," papar Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa, Kamis (23/1).
Baca Juga: Bunga Pinjaman Daring Tidak Kompak Turun per 2025, Begini Kata Fintech P2P Lending
Menurut Purbaya, keputusan itu tidak akan mengganggu kebijakan moneter, karena suku bunga penjaminan masih berada di bawah suku bunga Bank Indonesia (BI).
Dia menambahkan, tren perlambatan DPK memang nyata, hanya tumbuh 4,48% tahun 2024. Sementara kredit tumbuh 10,39%. Gap atau selisih pertumbuhan yang lebar ini membuat tren pengetatan likuiditas belum berakhir.
Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA) Jahja Setiatmadja menyebut nasabah memiliki opsi untuk menaruh dananya di berbagai instrumen dengan imbal hasil tinggi, termosuk Surat Berharga Negara (SBN).
Hal itu menurut Jahja menjadi penyebab perbankan tak berani serta merta menurunkan suku bunga depositonya meskipun BI Rate telah turun. Tujuannya demi menjaga pasokan likuiditas.
"Apalagi bank-bank yang butuh likuiditas pasti tidak akan berani menurunkan bunga depositonya, karena berisiko nasabah pindah ke SBN atau ke bank lain. Itu yang jadi salah satu pertimbangannya,” ucap Jahja.
Baca Juga: Bank Mandiri Taspen Rilis Fitur Online Onboarding di Aplikasi Movin
Namun, Jahja memastikan likuiditas BCA saat ini masih sangat memadai sehingga cost of fund atau biaya dananya terjaga stabil. Ia bilang hal itu tak lepas dari kekuatan struktur pendanaan BCA yang sangat besar dengan rasio dana murah mencapai 82,4% pada akhir 2024.
Lani Darmawan, Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk memperkirakan tren biaya dana mahal masih akan berlanjut walau BI rate turun. Ia belum bisa memprediksi kapan cost of fund perseroan benar-benar akan menyusut. “Tapi, kami berharap bisa turun bertahap,” ujarnya.
Sebelumnya Direktur Bisnis Bank J Trust Indonesia, Widjaja Hendra menyatakan, untuk bersaing kompetitif, bank mau tidak mau harus menawarkan bunga tinggi.
"Persaingan cukup kompetetif, mau tidak mau bank akan menawarkan bunga tinggi untuk menarik nasabah menempatkan dananya, karena masyarakat Indonesia memang tipikal yang suka bunga bank." pungkasnya.