Bank Bakal Memikul Biaya Dana Berat Lebih Lama

Jumat, 24 Januari 2025 | 06:30 WIB
Bank Bakal Memikul Biaya Dana Berat Lebih Lama
[ILUSTRASI. Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa bersama anggota dewan komisioner saat jumpa pers suku bunga penjaminan.]
Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Dina Hutauruk

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbankan diperkirakan akan tetap menanggung biaya dana yang tinggi hingga paruh pertama tahun ini, meski BI rate sudah dipangkas 25 basis poin (bps) ke level 5,75% baru-baru ini.

Pasalnya, persaingan berebut dana pihak ketiga (DPK) di pasar masih sengit karena likuiditas mengetat. Kondisi ini membuat bank tidak berani segera menurunkan bunga simpanannya.

Alhasil, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memutuskan  mengambil kebijakan untuk tetap mempertahankan suku bunga penjaminan di level 4,25% untuk periode  Februari sampai dengan Mei 2025. 

"Walau BI rate turun, reaksi di pasar masih lambat, sehingga kami belum bisa turunkan bunga. Kedua, kondisi di sistem finansial secara umum ada tekanan ke rupiah, kami khawatir kalau diturunkan bisa berdampak negatif ke semua sisi. Kami sedang mencoba menjaga sentimen di pasar," papar Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa, Kamis (23/1).

Baca Juga: Bunga Pinjaman Daring Tidak Kompak Turun per 2025, Begini Kata Fintech P2P Lending

Menurut Purbaya, keputusan itu tidak akan mengganggu kebijakan moneter, karena suku bunga penjaminan masih berada di bawah suku bunga Bank Indonesia (BI).

Dia menambahkan, tren perlambatan DPK memang nyata, hanya tumbuh 4,48% tahun 2024. Sementara kredit tumbuh 10,39%. Gap atau selisih pertumbuhan yang lebar ini membuat tren pengetatan likuiditas belum berakhir.

Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA) Jahja Setiatmadja menyebut nasabah memiliki opsi untuk menaruh dananya di berbagai instrumen dengan imbal hasil tinggi, termosuk Surat Berharga Negara (SBN). 

Hal itu menurut Jahja menjadi penyebab perbankan tak berani serta merta menurunkan suku bunga depositonya meskipun BI Rate telah turun. Tujuannya demi menjaga pasokan likuiditas.

"Apalagi bank-bank yang butuh likuiditas pasti tidak akan berani menurunkan bunga depositonya, karena berisiko nasabah pindah ke SBN atau ke bank lain. Itu yang jadi salah satu pertimbangannya,” ucap Jahja.

Baca Juga: Bank Mandiri Taspen Rilis Fitur Online Onboarding di Aplikasi Movin

Namun, Jahja memastikan likuiditas BCA saat ini masih sangat memadai sehingga cost of fund atau biaya dananya terjaga stabil. Ia bilang hal itu tak lepas dari kekuatan struktur pendanaan BCA yang sangat besar dengan rasio dana murah mencapai 82,4% pada akhir 2024.

Lani Darmawan, Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk memperkirakan tren biaya dana mahal masih akan berlanjut walau BI rate turun. Ia belum bisa memprediksi kapan cost of fund perseroan benar-benar akan menyusut. “Tapi, kami berharap bisa turun bertahap,” ujarnya.

Sebelumnya Direktur Bisnis Bank J Trust Indonesia, Widjaja Hendra menyatakan, untuk bersaing kompetitif, bank mau tidak mau harus menawarkan bunga tinggi.

"Persaingan cukup kompetetif, mau tidak mau bank akan menawarkan bunga tinggi untuk menarik nasabah  menempatkan dananya, karena masyarakat Indonesia memang tipikal yang suka bunga bank." pungkasnya.       

Selanjutnya: Fintech Siapkan Berbagai Jurus Pertebal Modal

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Tunggu Arahan Presiden Terkait Tax Amnesty III
| Jumat, 24 Januari 2025 | 08:32 WIB

Tunggu Arahan Presiden Terkait Tax Amnesty III

Keputusan kebijakan tersebut sepenuhnya berada di ranah Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan

Kemampuan Bayar Utang Indonesia Rentan
| Jumat, 24 Januari 2025 | 08:24 WIB

Kemampuan Bayar Utang Indonesia Rentan

Debt service ratio (DSR) Indonesia berpotensi meningkat mencapai 45% pada tahun ini dan 40% pada 2026 mendatang 

Menakar Arah Saham Japfa (JPFA) di Tengah Kabar Divestasi Induk Usahanya
| Jumat, 24 Januari 2025 | 08:17 WIB

Menakar Arah Saham Japfa (JPFA) di Tengah Kabar Divestasi Induk Usahanya

Saham PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) yang sudah melejit 73,97% dalam setahun terakhir, kini menghadapi tekanan jual.

Makan Lebih Bergizi dari Penghematan Rp 300 Triliun
| Jumat, 24 Januari 2025 | 08:17 WIB

Makan Lebih Bergizi dari Penghematan Rp 300 Triliun

Presiden Prabowo menginstruksikan penghematan anggaran belanja negara dari pusat (anggaran K/L) hingga daerah (anggaran transfer ke daerah)

Menakar Efek Trump 2.0, India Paling Optimistis tapi Indonesia Hadapi Ketidakpastian
| Jumat, 24 Januari 2025 | 08:05 WIB

Menakar Efek Trump 2.0, India Paling Optimistis tapi Indonesia Hadapi Ketidakpastian

Indonesia diperkirakan tidak mampu menyerap relokasi perusahaan China seiring potensi perang dagang di masa Jabatan Trump yang kedua.

Dana Pensiun Lokal Banyak Koleksi Saham Gocap
| Jumat, 24 Januari 2025 | 07:47 WIB

Dana Pensiun Lokal Banyak Koleksi Saham Gocap

Dari 20 besar saham berdasarkan volume terbanyak per akhir tahun 2024, lima diantaranya disuspensi dan masuk Papan Pemantauan Khusus.

Kemenhub Usul 24-27 Maret Diberlakukan WFA
| Jumat, 24 Januari 2025 | 07:37 WIB

Kemenhub Usul 24-27 Maret Diberlakukan WFA

Kemenhub akan mengusulkan dan berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga lain terkait usulan WFA.untuk antisipasi kemacetan

Laba Kian Menebal, Analis Kompak Rekomendasikan Beli Saham BBNI
| Jumat, 24 Januari 2025 | 07:34 WIB

Laba Kian Menebal, Analis Kompak Rekomendasikan Beli Saham BBNI

Insentif giro wajib minimum (GWM) dan regulasi devisa hasil ekspor (DHE) yang baru bakal menopang kinerja emiten bank, termasuk BBNI.

Bulog Usul Kenaikan Harga Pembelian Beras di Gudang
| Jumat, 24 Januari 2025 | 07:27 WIB

Bulog Usul Kenaikan Harga Pembelian Beras di Gudang

Pemerintah telah menetapkan HPP gabah kering panen (GKP) senilai Rp 6.500 per kg, naik dari sebelumnya Rp 6.000 per kg.

Revisi UU BUMN Bahas Danantara
| Jumat, 24 Januari 2025 | 07:23 WIB

Revisi UU BUMN Bahas Danantara

Pemerintah yakin penyusunan RUU BUMN merupakan bagian penting dalam upaya meningkatkan kualitas pengelolaan BUMN.

INDEKS BERITA

Terpopuler