Berita Ekonomi

Bebas dari Korupsi Jiwasraya, ini Profil Fakhri yang Tidak Pernah Pegang Stik Golf

Kamis, 07 April 2022 | 21:19 WIB
Bebas dari Korupsi Jiwasraya, ini Profil Fakhri yang Tidak Pernah Pegang Stik Golf

Reporter: Yuwono Triatmodjo | Editor: Yuwono triatmojo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mahkamah Agung (MA) membebaskan Fakhri Hilmi, mantan Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode Februari 2014-2017 dari kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Jiwasraya). Putusan kasasi MA terhadap Fakhri, beredar hari ini, Kamis (7/4), bertepatan dengan hari terakhir uji kelayakan dan kepatutan calon Dewan Komisioner OJK masa bakti 2022-2027.

Tahun 2021 silam, Fakhri membacakan pledoi pribadinya menanggapi dakwaan jaksa penuntut umum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang menuntutnya dengan pidana 8 tahun penjara. Pejabat OJK yang mengaku seumur hidupnya tidak pernah memegang stik golf ini, mengaku mendidik anak-anak dan istrinya hidup sederhana. Berikut ini, pledoi Fakhri yang menggambarkan perjalanan karier hingga kehidupan pribadinya.

Fakhri membuat pledoi pribadi yang dibacakan pada persidangan 3 Juni. Lewat pledoinya, Fakhri mengatakan bahwa dia berkarier di Kementerian Keuangan pada salah satu unit yang bernama Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dari tahun 1996-2012. Baru kemudian sejak tahun 2013 sampai dengan bergulirnya kasus Jiwasraya yang menjeratnya, dia melanjutkan karier di OJK.

Selama berkarier, dia mengaku tidak pernah kasak-kusuk kiri kanan mencari peluang ini itu. "Saya tidak pernah melakukan pertemuan di luar jam kantor dan di luar ruang lingkup pekerjaan dengan para pelaku industri pasar modal. Saya tidak pernah melakukan pertemuan dengan pemilik bisnis. Saya tidak pernah melakukan pertemuan dengan bapak-bapak anggota Legislatif. Saya juga tidak pernah melakukan pertemuan dengan pejabat lain dari instansi lain di luar jam kantor dan di luar ruang lingkup pekerjaan," tandas Fakhri pada salah satu bagian pledoinya.

Baca Juga: MA Bebaskan Fakhri Hilmi dari Kasus Korupsi Jiwasraya, Kuasa Hukum: Sudah Seharusnya

Fakhri bercerita bahwa dirinya tidak punya bisnis atau kegiatan lain, selain bekerja dan kembali ke rumah. Kata Fakhri, dia tidak pernah bermain golf, bahkan seumur hidupnya tidak pernah memegang stik golf. Dia juga mengaku tidak bisa bermain tenis, tidak bermain sepeda, dan juga tidak hobi otomotif.

"Saya cuma sering berenang pada saat weekend dengan anak-anak ditemani istri. Kami berempat, saya, istri dan 2 anak, selalu memanfaatkan waktu luang untuk bersama. Dan 1 hal yang paling saya rindukan adalah anak saya yang kecil yang ikut program hafiz Quran selalu membacakan hafalan Quran-nya kepada Saya, sebelum kami tidur," imbuhnya.

Sebagai PNS Kementerian Keuangan di awal karier di tahun 2000-an, Fakhri juga sempat merasakan masa-masa sulit. Pendapatan pas-pasan sementara kebutuhan terus bertambah. Tahun ke tahun bertambah sulit, bahkan semakin sulit.

Bersyukur, beberapa waktu kemudian hadir remunerasi khusus Kementerian Keuangan dalam jumlah yang signifikan. Remunerasi pertamanya itu, separuhnya dia serahkan ke Masjid di depan rumahnya. Dia mengaku pendapatannya mendadak naik berlipat, kebutuhannya tercukupi, dan bisa mencicil rumah di perumahan yang layak.

Sejak bergabung dengan OJK, pendapatannya banyak dia gunakan untuk membantu orang tua dan kerabat. "Itu semua saya lakukan dan saya masih punya cukup bekal di rekening saya. Saya tidak punya tanah. Saya tidak punya kontrakan. Saya tidak punya bisnis. Saya hidup sederhana dan mendidik anak dan istri saya hidup sederhana," ujarnya.

Fakhri kembali menegaskan, bahwa pada kasus ini, dia tidak pernah kenal ataupun bertemu dengan Heru Hidayat dan Joko Hartono Tirto. Dia juga mengaku tidak pernah membahas apapun dengan Ery Firmansyah. Surat pembinaan yang dia keluarkan, ada dasar kewenangannya.

"Tidak ada SOP - Tindakan Tegas - yang saya langgar. Bahkan tidak ada SOP Pembinaan pun di OJK. Dan bahkan informasi dari saksi OJK dan juga ahli dari BPK yang telah sama-sama kita dengar: pelanggaran 10% dan 20% (porsi batas penempatan efek) tidak ada hubungan nya dengan kerugian negara. Itu adalah masalah diversifikasi portofolio. Intinya, semua yang saya lakukan adalah sesuai dengan kewenangan yang saya miliki dan tidak pernah melanggar Undang-Undang maupun Peraturan OJK," tukas Fakhri.

Fakhri menggarisbawahi, bahwa sejak pertama kali bertugas sebagai staf yang mengawasi industri reksadana di tahun 2000 lalu, dia telah melakukan apa yang dilakukan oleh bawahannya sekarang: melakukan tindakan pembinaan dan menyiapkan surat pembinaan untuk ditandatangani pejabat yang berwenang. Urutan tindakan pembinaan dan surat yang dikeluarkan, dari dulu sampai sekarang, sama saja.

"Tidak ada sesuatu yang menyimpang yang Saya atau tim Saya lakukan," tandas Fakhri kala itu.

Terbaru