Berita Refleksi

Belajar dari China

Senin, 01 Juli 2024 | 08:05 WIB
Belajar dari China

ILUSTRASI. Havid Febri

Reporter: Havid Vebri | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belakangan ini, banyak pelaku industri manufaktur di dalam negeri yang kelimpungan menghadapi serbuan produk impor  China yang kian masif. Kondisi mereka babak belur lantaran kalah bersaing di kandang sendiri. 

Produk China kian mendapatkan tempat di pasar lokal bukan karena semata-mata harganya murah, tapi kualitasnya juga makin oke. Industri lokal pun mendesak pemerintah segera memberlakukan kebijakan pengetatan impor demi membendung masuknya produk China. 

Kita semua tentu sepakat perlunya melindungi pasar lokal dari serbuan produk impor, terutama impor ilegal yang berpotensi menghancurkan daya saing industri lokal. Tapi, terlepas dari ancaman itu,  kita memang perlu belajar dari masifnya aktivitas manufaktur Tiongkok. 

Tampaknya, dalam hal ini kita harus mengingat kembali pepatah yang mengatakan "tuntutlah ilmu sampai ke Negeri China". 

Ya, kita semua harus belajar dari Tiongkok tentang keberhasilan mereka dalam memajukan perekonomian negaranya dengan berfondasikan industri manufaktur yang solid.

Bukankah kita semua tahu, bahwa China baru memulai mereformasi sistem perekonomiannya di tahun 1978 semasa kepemimpinan Deng Xiapoing. Sistem perekonomian tertutup yang berkiblat ke faham komunis diubah haluannya menjadi perekonomian dengan sistem terbuka ala negara industri. 

Di era itu, Indonesia malah sudah lebih dulu membuka pintu lebar-lebar bagi masuknya arus investasi asing ke berbagai sektor. 

Indonesia boleh memulai lebih dulu, tapi kini kita jauh tertinggal dari Tiongkok. Terbukti, ketika Indonesia saat ini masih sibuk berkutat dengan infrastruktur, Tiongkok telah lama selesai dengan hal itu.

Tiongkok kini jauh lebih maju. Bukan lagi soal infrastruktur, tapi Tiongkok telah berhasil membangun struktur manufaktur yang lengkap dan terintegrasi. Tiongkok telah sukses membangun industri pengolahan yang terintegrasi dengan infrastruktur, sistem keuangan, pasokan bahan baku, hingga layanan logistik terpadu dan efisien. 

Belum lagi keberpihakan pemerintahnya melalui beragam insentif perizinan dan fiskal. Dengan seluruh instrumen kebijakan yang seirama dengan kepentingan dunia bisnis,

China kini menjelma menjadi negara dengan perekonomian terbesar kedua setelah Amerika Serikat. Bahkan, Negeri Tirai Bambu ini diprediksi menjadi raja ekonomi dunia di 2030. Mungkinkah Indonesia bisa meniru China? 

Selanjutnya: Menjaring Cuan Saham Emiten Pembagi Dividen

Terbaru