KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Trump's Liberation Day Tariff jelas tak terhindarkan. Saatnya, kita berhadapan pada ancaman ekonomi nan berat: ketidakpastian tinggi, stagflasi, hingga resesi Kondisi yang digambarkan tingkat pengangguran yang tinggi, kenaikan harga-harga barang dan jasa, serta pelemahan ekonomi.
JPMorgan memilih merevisi prospek ekonomi Amerika Serikat (AS) pada Jumat pekan lalu. Ekonomi AS diestimasi akan anjlok lebih dalam. JPMorgan memperkirakan PDB riil AS akan terkontraksi sepanjang tahun 2025 ini. Pertumbuhan AS setahun akan terkontraksi alias minus 0,3%, turun tajam dari proyeksi sebelumnya mampu tumbuh 1,3%.
AS juga akan mengalami kenaikan pengangguran hingga 5,3%. Kenaikan harga diprediksi juga akan melentingkan inflasi inti di AS yang naik menjadi 4,4%. Efeknya, The Fed diprediksi akan terus memangkas suku bunga, bahkan bisa pada tiap pertemuan. Prediksi JPMorgan: Fed akan memangkas bunga hingga Januari 2026 menjadi 3%.
Ekonomi dunia akan menghadapi tantangan berat. Sebagai implikasi dari kebijakan ekonomi tarif Trump yang menuntut tarif resiprokal. Memantik perdebatan seluruh dunia, arah kebijakan Trump memunculkan kekhawatiran tentang potensi resesi ekonomi kian nyata.
Indonesia tentu tak imun dari efek liberation day ala Trump ini. Alih-alih mendinginkan suasana, hingga kini belum nampak strategi pemerintah mengatasinya. Lewat Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Presiden Prabowo minta agar seluruh menteri menahan diri untuk mengomentari kebijakan tarif Trump. Hanya Menko Airlangga dan Menkeu Sri Mulyani yang boleh bersuara sesuai kapasitas mereka.
Banyak sudah negara agresif melakukan negosiasi dengan AS. India, Vietnam, Kamboja bahkan sudah meneken kebijakan investasi, ekspor, impor yang mudah bagi AS. Pabrikan besar otomotif juga bersiap untuk investasi di AS, dari Hyundai, Honda, Nissan, hingga Audi.
Indonesia, belum nampak aksinya. Padahal, bom tarif yang dijatuhkan Trump memantik ketakutan. Pelaku pasar berlomba keluar dari pasar ekuitas dan berburu aset safe haven seperti US Treasury, emas sampai yen Jepang. Investor berburu fixed income untuk mengamankan risiko. Imbal hasil obligasi, bukan cuma di AS sudah berjatuhan. Australia, Jepang, Jerman hingga Prancis, imbal hasilnya ambruk, sementara harga melenting. Ini adalah sinyal ketakutan pasar bahwa resesi ekonomi akan pecah. Masihkah yakin, kita baik-baik saja?