Bos Huawei: Sanksi AS Membuat Bisnis Di Antara Hidup Dan Mati

Selasa, 20 Agustus 2019 | 15:34 WIB
Bos Huawei: Sanksi AS Membuat Bisnis Di Antara Hidup Dan Mati
[ILUSTRASI. HUAWEI]
Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - BEIJING. Sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Huawei Techonologies co membuat bisnis perusahaan itu tertekan. Bahkan, pendiri Huawei Ren Zhengfei mengatakan, perusahaan tengah berada di antara momen "hidup dan mati". 

Peringatan yang ia tuliskan dalam memo internal perusahaan itu juga meminta para karyawannya untuk mengeksplorasi berbagai proyek baru. Jika gagal memenuhi target, Huawei tak segan memotong gaji karyawan setiap bulannya, bahkan bisa berujung pada pemecatan. 

Baca Juga: Harga minyak turun tipis setelah melaju di awal pekan 

Seperti diketahui, sejak Mei silam, Huawei memang mendapat tekanan dari AS yang menuduh perusahaan asal China tersebut menggunakan teknologinya untuk memata-matai AS. Sehingga, posisi Huawei semakin terdepak, baik itu sebagai merek teknologi global yang mapan ataupun sebagai daftar pemasok teknologi di AS.

Dalam memonya, Ren memperingatkan bahwa karyawannya perlu menemukan cara untuk membuat diri mereka berguna.

"Mereka juga membentuk 'pasukan komando' untuk mengeksplorasi proyek-proyek baru. Mereka dapat dipromosikan menjadi komandan perusahaan jika mereka melakukannya dengan baik," tulisnya seperti dilansir Bloomberg, Selasa (20/8). Ia juga melanjutkan, karyawan yang tak optimal, bisa mendapat pemangkasan gaji setiap tiga bulan.

Baca Juga: Wall Street melaju kencang akibat sejumlah stimulus global 

Tuduhan AS terhadap perusahaan ini telah banyak merugikan perusahaan. AS pun melarang Huawei untuk berbisnis dengan Negeri Paman Sam tersebut. Namun belakangan ini, sanksi tersebut ditangguhkan selama 90 hari. 

Kerugian bisnis yang menekan Huawei secara langsung berasal dari pasar ponsel pintar internasional. Perkiraan internal perusahaan, penjualan ponsel Huawei di tahun ini bisa turun 60 juta unit. Pada tahun lalu, Huawei meningkatkan pengiriman ponselnya sebesar 34% menjadi 206 juta. 

Di kuartal I 2019, penjualan ponsel perusahaan ini memang masih naik 50% di saat saingannya Samsung Electronics Co dan Apple Inc mengalami penurunan penjualan. Namun, di kuartal kedua, penjualan ponsel ini terpengaruh sanksi AS sehingga pertumbuhan perusahaan terpangkas menjadi 8,3%. 

Setelah berhasil menembus pasar ponsel Eropa, Huawei sejatinya punya peluang untuk menjadi vendor ponsel terbesar di dunia. Namun, hilangnya Google Android dan aplikasi Play Store dalam perangkat Huawei membuat ponsel ini tidak diinginkan lagi di luar China.

Divisi konsumen merupakan mesin pertumbuhan Huawei yang menyumbang 45% dari pendapatan perusahaan di tahun lalu. Bisnis penjualan ponsel dan gadget sangat penting bagi pertumbuhan Huawei di masa depan.

Sehingga, wajar saja kalau perusahaan AS menarik diri dari Huawei, kinerja perusahaan bakal terpukul. Apalagi, tuduhan dan sanksi AS juga menurunkan reputasi Huawei dan menurut Ren tidak dapat diperbaiki dalam waktu dekat. 

Baca Juga: Ada PHK di Unisem Batam, pemerintah mesti turun tangan 

Di sisi lain, Huawei kehilangan banyak waktu berharga lantaran sibuk membuat rekayasa perangkat lunak untuk menjadi pengganti Android. Setelah ada sanksi AS, perusahaan ini bekerja 24 jam sehari, bersama 10.000 pengembang di tiga shift dan tiga kantor untuk menghilangkan kebutuhan akan perangkat lunak dan sirkuit Amerika. 

Huawei pun akhirnya mengeluarkan HarmonyOS-nya bulan ini. Hal itu hanya untuk menunjukkan bahwa perusahaan dapat membuat kode sistem operasinya sendiri, meskipun tak banyak orang yang yakin sistem ini mampu menyaingi Android. 

Sebelumnya, Sekretaris Perdagangan AS Wilbur Ross mengatakan, alasan penangguhan sanksi AS lantaran banyak perusahaan telekomunikasi di AS yang membutuhkan tambahan waktu untuk mengganti peralatan telekomunikasinya yang saat ini masih menggunakan perangkat buatan Huawei.

Bagikan

Berita Terbaru

NELY Bersiap Menambah Kapal Baru
| Rabu, 24 Desember 2025 | 05:35 WIB

NELY Bersiap Menambah Kapal Baru

PT Pelayaran Nelly Dwi Putri Tbk (NELY)  menyiapkan strategi untuk menangkap peluang pemulihan industri pelayaran pada 2026.

Mineral Kritis Imbalan Tarif Rendah Trump?
| Rabu, 24 Desember 2025 | 05:29 WIB

Mineral Kritis Imbalan Tarif Rendah Trump?

Tak lama lagi, pemerintah RI dengan AS bakal meneken Agreement on Reciprocal Tariff (ART)           

Kenaikan UMP di Gorontalo 5,7% dan NTB 2,7%
| Rabu, 24 Desember 2025 | 05:15 WIB

Kenaikan UMP di Gorontalo 5,7% dan NTB 2,7%

Menjelang tenggat 24 Desember 2025, beberapa pemerintah daerah kembali menetapkan upah minimum provinsi (UMP) 2026.

Target Realistis Pendanaan Rumah Subsidi 2026
| Rabu, 24 Desember 2025 | 05:15 WIB

Target Realistis Pendanaan Rumah Subsidi 2026

Pemerintah menargetkan pembiayaan rumah subsidi lewat Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) menembus 285.000 unit pada 2026.

Erajaya Melirik Bisnis Non Elektronik
| Rabu, 24 Desember 2025 | 05:10 WIB

Erajaya Melirik Bisnis Non Elektronik

Selain menjaga pertumbuhan segmen bisnis gawai, PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) memperkuat lini bisnis non elektronik.

Penduduk Menua dan Kualitas Hidup Lansia di Indonesia
| Rabu, 24 Desember 2025 | 05:09 WIB

Penduduk Menua dan Kualitas Hidup Lansia di Indonesia

Cara kita membaca dan merespons penuaan penduduk hari ini akan menentukan bagaimana generasi mendatang menjalani usia tuanya kelak.

IHSG Melemah Jelang Natal, Intip Rekomendasi Saham Hari Ini (24/12)
| Rabu, 24 Desember 2025 | 04:45 WIB

IHSG Melemah Jelang Natal, Intip Rekomendasi Saham Hari Ini (24/12)

IHSG melemah total 1,17% dalam sepekan terakhir hingga 23 Desember 2025. Sedangkan sejak awal tahun, IHSG menguat 21,26%.

PHK Makin Marak, Klaim JKP BPJS Ketenagakerjaan Ikut Melonjak
| Rabu, 24 Desember 2025 | 04:15 WIB

PHK Makin Marak, Klaim JKP BPJS Ketenagakerjaan Ikut Melonjak

Klaim JKP hingga November 2025 melompat 150% dibanding periode yang sama di tahun lalu menjadi Rp 873,78 miliar.

Hitung Jeli Manfaat dan Biaya MBG
| Rabu, 24 Desember 2025 | 00:14 WIB

Hitung Jeli Manfaat dan Biaya MBG

Anggaran dari makan bergizi gratis (MBG) sebesar Rp 71 triliun tahun ini sudah menjangkau sekitar 50 juta penerima. 

Menanti Tuah Window Dressing di Pekan Pendek, Cermati Saham-Saham Ritel Ini
| Selasa, 23 Desember 2025 | 11:58 WIB

Menanti Tuah Window Dressing di Pekan Pendek, Cermati Saham-Saham Ritel Ini

Saham ritel berpotensi bangkit di sisa 2025. Simak proyeksi pertumbuhan laba 2026 dan rekomendasi saham ACES, MIDI, hingga ERAA.

INDEKS BERITA

Terpopuler