KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Ada perbedaan nyata dalam fokus program Presiden Prabowo Subianto dan pendahulunya Presiden Joko Widodo. Jika pemerintahan Jokowi sarat dengan pembangunan fisik alias infrastruktur, Presiden Prabowo menekankan pengembangan sumber daya manusia (SDM). Contohnya adalah program makan bergizi gratis (MBG).
Kegiatan yang bakal menyasar lebih dari 15 juta jiwa per tahun ini merupakan program hasil terbaik cepat alias quick win pemerintahan Prabowo. Target MBG adalah anak sekolah, santri, ibu hamil, ibu menyusui dan balita di 514 kabupaten/kota di Indonesia.
Setidaknya ada tujuh program quick win dan semuanya bermuara pada pembangunan manusia. Selain MBG yang menyedot anggaran Rp 71 triliun di 2025, pemerintahan Prabowo menyiapkan pemeriksaan gratis untuk 52,2 juta orang. Layanan tes dengan anggaran Rp 3,2 triliun itu meliputi pemeriksaan tensi, gula darah, hingga foto rontgen untuk screening penyakit katastropik. Program lainnya adalah penuntasan penyakit tuberkulosis (TBC) dengan alokasi dana Rp 8 triliun.
Ada pula program lumbung pangan dengan target mencetak sawah seluas 150.000 hektare. Pemerintah mengalokasikan Rp 15 triliun di program lumbung pangan.
Sejauh ini, langkah Prabowo untuk menjalani program unggulan tersebut cukup mulus. Dukungan politik di Senayan cukup kuat dan tak tergoyahkan. Saat ini, mayoritas kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dikuasai oleh parpol penyokong Prabowo. Meski dukungan politik menguat, bukan berarti program unggulan Kabinet Merah Putih bisa berjalan sukses dan lancar. Ada beberapa catatan yang perlu dicermati, khususnya dalam menjalani program makan bergizi gratis.
Pertama, persoalan data. Sejak zaman bahela, pemerintah Indonesia tak pernah tuntas menyelesaikan problem data. Menyasar lebih dari 15 juta jiwa, keakuratan data menjadi krusial di program makan bergizi gratis. Kedua, kebocoran dan penyimpangan anggaran negara. Dengan tren korupsi yang masih tinggi, pengawasan anggaran mutlak menjadi fokus utama. Jangan sampai, anggaran Rp 71 triliun yang seharusnya berefek ke peningkatan SDM, justru menguap di tengah jalan.
Ketiga, konsistensi. Peningkatan kualitas SDM bukanlah program instan. Jadi, Prabowo jangan berharap dengan sekali menggunting pita, SDM Indonesia yang berkualitas bisa langsung tercipta. Program seperti MBG perlu dirawat dan dikawal dalam jangka panjang.