KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Merger dan akuisisi masih semarak di tahun politik. Meski gairah deal merger akuisisi masih tertahan dibandingkan tahun lalu. Ini nampak catatan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU).
Data KPPU mencatat, Sampai Juni, notifikasi merger dan akuisisi hanya 75, sedangkan sepanjang 2022, ada 323 notifikasi merger dan akuisisi. Dengan hitungan enam bulan 75, aksi korporasi merger dan akuisisi tahun ini bisa jadi tak sampai separonya dari 2022.
Invesment banking asal Singapura menyebut, investor wait and see melihat prospek ekonomi global Amerika dan China. Indonesia menjadi salah satu radar utama, namun menunggu tahun politik berlalu.
Kawan lain dengan profesi pengelola duit investor juga menyebut, banyak peluang Indonesia dengan penduduk lebih dari 273 juta. Program hilirisasi, ekosistem kendaraan listrik, green project hingga investasi di Ibu Kota Negara.
Hanya, ia melihat Indonesia miskin blue print pengembangan investasi hulu dan hilir. Ini terjadi di semua lini, kecuali sawit. Investasi sawit masih jadi incaran. Ia semisal, menangani rencana akuisisi kebun sawit untuk dua investor dengan sekitar US$ 500 juta-US$ 600 juta.
Indonesia butuh deal investasi di aneka sektor, bukan cuma janji. Di sektor minyak dan gas (migas) membutuhkan eksplorasi baru. Sumur kita sudah tua untuk bekerja maksimal.
Untuk menarik investasi di sektor ini, pemerintah mengutak-atik terms and conditions dalam penawaran wilayah kerja migas, menawarkan fleksibilitas bentuk kontrak kerja sama, hingga memberikan fasilitas perpajakan dan insentif, namun hasilnya masih mini.
Salah satu deal yang digadang adalah investor pengganti hak partisipasi Shell sebanyak 35% di Blok Masela. Pertamina dan Petronas disebut akan menggantikan Shell, bersama dengan Inpex menggarap Masela.
Klaim Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM), akhir Juni 2023 ini, deal terjadi. Jika semua plan berjalan, ada harapan, belanja modal mengalir sebesar US$ 19,8 miliar, setara Rp 294,43 triliun
Kita berharap, deal investasi besar berikutnya menyusul. Mengingat tekad Presiden Jokowi melarang ekspor ore adalah bagian dari upaya memaksa investor ke Indonesia.
Tapi, kita butuh deal investasi, bukan janji agar efek tular nyata. Bukan hanya alih teknologi, tapi bisa membuka peluang dan kesempatan kerja serta menggarap industri manufaktur kita yang kalah jauh dari negara tetangga Vietnam