Buyback Saham, Kabar Baik bagi Investor?

Senin, 26 Juli 2021 | 07:45 WIB
Buyback Saham, Kabar Baik bagi Investor?
[]
Reporter: Harian Kontan | Editor: Harris Hadinata

KONTAN.CO.ID - Harga saham Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sempat terkerek aksi korporasi emiten ini. BBNI akan membeli kembali (buyback) saham yang telah dikeluarkan dan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Aksi buyback ini direncanakan sebanyak-banyaknya Rp 1,7 triliun, yang dilakukan secara bertahap dalam periode tiga bulan, terhitung sejak tanggal 22 Juli hingga 21 Oktober 2021 (KONTAN, 21 Juli 2021).

Dalam keterbukaan informasi di BEI, Sekretaris Perusahaan BBNI menjelaskan alasan buyback. "Tekanan jual di pasar akibat sentimen Covid-19 membuat saham BNI undervalued dengan price to book value (PBV) per 30 Juni 2021 sebesar 0,75 kali atau jauh berada di bawah rata-rata PBV selama 10 tahun yang sebesar 1,60 kali," terang BBNI melalui keterbukaan informasi tersebut.

Ada tiga motif utama suatu emiten melakukan buyback. Pertama, motif distribusi. Buyback dapat dipakai untuk mendistribusikan kelebihan kas kepada pemegang saham. Jika pada pembayaran dividen semua pemegang saham menerima kas, maka pada saat emiten melakukan buyback, hanya pemegang saham yang menjual sahamnya ke emiten yang akan menerima kas.

Meski begitu, pemegang saham yang tidak menjual sahamnya masih dapat mengharapkan kenaikan harga saham setelah emiten melakukan buyback, karena jumlah saham beredar akan berkurang. Jadi, investor berpotensi memperoleh capital gain dari aksi korporasi ini.

Selain itu, jika imbal hasil dividen dipajaki lebih tinggi daripada capital gain, pemegang saham lebih menyukai buyback daripada dividen. Motivasi ini yang diduga memicu sebagian besar buyback di bursa saham Amerika Serikat alias AS (Jensen, 1986).

Kedua, motif pemberian sinyal dan penciptaan nilai bagi pemegang saham. Perusahaan melakukan buyback untuk memberi sinyal bahwa harga sahamnya tengah undervalued. Asumsinya, informasi tidak simetris yang terjadi antara manajemen dan investor dapat menciptakan harga pasar yang salah; yakni terlalu tinggi (overvalued) atau terlalu rendah (undervalued).

Jika investor melihat buyback sebagai sebuah sinyal bahwa manajemen yakin dengan prospek perusahaannya, kinerja saham akan terdongkrak. Misalnya, Lakonishok dan Vermaelen (1990) menemukan bahwa pengumuman buyback di AS menyebabkan harga saham naik rata-rata 14,29%.

Ketika pasar saham sedang terjun bebas, buyback saham bisa berfungsi sebagai parasut. Sebagai contoh, dua minggu setelah market crash di Wall Street pada Oktober 1987, sekitar 600 korporasi AS mengumumkan rencana menggelar buyback dengan nilai US$ 44 miliar.

Ada dua alasan bagi korporasi untuk melakukan aksi yang cukup berisiko ini. Alasan pertama, buyback akan meningkatkan permintaan saham yang sedang tertekan harganya.

Alasan kedua, buyback merupakan sinyal kepada investor bahwa manajemen tetap yakin dengan prospek korporasi ke depan, sehingga menganggap harga saham saat ini undervalued. Sinyal ini dianggap penting untuk mengembalikan kepercayaan investor pada korporasi dan pasar modal yang sedang babak belur.

Hal ini dilakukan oleh Warren Buffett saat harga saham perusahaannya, Berkshire Hathaway, terus turun. Untuk pertama kalinya sejak 1965, Buffett menyatakan akan melakukan buyback saham Berkshire Hathaway, karena dianggap sudah kemurahan. Setelah muncul pernyataan tersebut, harga saham Berkshire Hathaway langsung melambung 8%.

Ketiga, motif struktur modal. Ketika perusahaan melakukan buyback, jumlah ekuitas juga akan berkurang. Dengan demikian, rasio utang akan meningkat. Jadi, buyback merupakan alat untuk mencapai rasio utang yang diinginkan manajemen perusahaan.

Dengan asumsi bahwa terdapat rasio utang optimal (yang meminimalkan biaya modal, sehingga memaksimalkan nilai saham), suatu perusahaan dapat menggunakan buyback untuk mencapai rasio utang sasaran tersebut. Misalnya, manajemen dapat melakukan buyback jika rasio utangnya terlalu rendah. Dittmar (2000) menemukan bukti bahwa perusahaan-perusahaan di AS mengubah rasio uutangnya dengan menggunakan metode buyback.

Sementara sebagian besar emiten di pasar saham dalam negeri melakukan buyback karena merasa harga sahamnya sudah "murah". Mereka berniat menjual kembali saham hasil buyback tersebut, yang disimpan sebagai treasury stock, di kemudian hari, ketika harga sudah mulai membaik.

Pada saat harga saham tertekan dan korporasi memiliki kas yang cukup besar, manajemen korporasi atau emiten tersebut sebaiknya mempertimbangkan strategi melakukan buyback saham. Pada umumnya, saham hasil buyback akan disimpan hingga korporasi membutuhkan dana segar. Saham tersebut akan dijual kembali saat harga saham sudah lebih tinggi bila dibandingkan dengan harga saat buyback.

Ambil contoh, silakan tengok aksi korporasi PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjalankan program buyback saham pada tahun 2008 silam. Saat itu, BBCA membeli kembali sekitar 200 juta saham.

Rata-rata harga pembelian kembali saham BBCA kala itu sebesar Rp 3.600 per saham. Dengan demikian, BBCA menggelontorkan dana sekitar Rp 720 miliar untuk memuluskan buyback tersebut.

Saham hasil buyback BBCA tersebut akhirnya dijual kembali ke investor pada tahun 2013, dengan harga mencapai Rp 9.900 per saham. Penjualan ini memberikan uang tunai bagi BBCA sebesar Rp 1,98 triliun. Strategi ini menciptakan nilai Rp 1,26 triliun kepada pemegang saham BBCA yang setia (tidak menjual kembali sahamnya kepada korporasi).

Sementara bagi pemegang saham BBNI, berita rencana buyback saham BBNI mampu mendongkrak harga sahamnya lebih dari 5% dalam sehari. Semoga efek jangka panjang aksi korporasi bank pelat merah ini bisa semanis buyback saham yang dikakukan BCA. 

Bagikan

Berita Terbaru

Memperbaiki Struktur Keuangan, Emiten BUMN Karya Gencar Divestasi Aset
| Selasa, 02 Desember 2025 | 06:58 WIB

Memperbaiki Struktur Keuangan, Emiten BUMN Karya Gencar Divestasi Aset

Jelang konsolidasi pada 2026, emiten BUMN Karya gencar melakukan divestasi aset untuk memperbaiki struktur keuangannya.

Sarana Menara Nusantara (TOWR) Menyebar Dividen Interim Senilai Rp 400 Miliar
| Selasa, 02 Desember 2025 | 06:46 WIB

Sarana Menara Nusantara (TOWR) Menyebar Dividen Interim Senilai Rp 400 Miliar

Emiten menara telekomunikasi PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) menyampaikan rencana pembagian dividen interim untuk periode tahun buku 2025.

Polemik Perpanjangan Izin Tambang di Kawasan IKN
| Selasa, 02 Desember 2025 | 06:45 WIB

Polemik Perpanjangan Izin Tambang di Kawasan IKN

Dalam zonasi IKN tidak terdapat peruntukan bagi pertambangan. Seluruh tanah di wilayah IKN berada di bawah kewenangan Otorita IKN (OIKN).

Pantai Indah Kapuk Dua (PANI) Revisi Harga Baru dan Tetapkan Jadwal Rights Issue
| Selasa, 02 Desember 2025 | 06:42 WIB

Pantai Indah Kapuk Dua (PANI) Revisi Harga Baru dan Tetapkan Jadwal Rights Issue

Dalam prospektus terbaru, harga pelaksanaan rights issue Rp 12.975 per saham. Dus, PANI berpotensi meraup dana Rp 15,73 triliun.

Sentimen Ekonomi Domestik Bisa Dorong Laju IHSG, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini
| Selasa, 02 Desember 2025 | 06:35 WIB

Sentimen Ekonomi Domestik Bisa Dorong Laju IHSG, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini

IHSG berpeluang bergerak di zona hijau pada hari ini, ditopang sejumlah data ekonomi domestik yang membaik. ​Sejumlah saham ini layak dicermati.

Emas Masih Jadi Jawara Portofolio di November
| Selasa, 02 Desember 2025 | 06:30 WIB

Emas Masih Jadi Jawara Portofolio di November

Berdasarkan data Bloomberg, harga emas spot telah mencetak return 6,47% secara bulanan (MoM) dan naik sebesar 50,08% secara year to date (YtD)

Surplus Neraca Dagang Menyusut
| Selasa, 02 Desember 2025 | 06:28 WIB

Surplus Neraca Dagang Menyusut

Indonesia telah mencatatkan surplus neraca perdagangan selama 66 bulan berturut-turut               

Himbara Siap Bila Dana SAL Ditarik Pemerintah
| Selasa, 02 Desember 2025 | 06:25 WIB

Himbara Siap Bila Dana SAL Ditarik Pemerintah

Berhembus kabar bahwa pemerintah akan segera menarik dana saldo anggaran lebih (SAL) yang di tempatkan di bank-bank milik Danantara​

Geliat Bisnis Pariwisata di Ujung Tahun
| Selasa, 02 Desember 2025 | 06:20 WIB

Geliat Bisnis Pariwisata di Ujung Tahun

Perjalanan wisata pada Nataru kali ini diperkirakan naik 15% dibandingkan Nataru tahun lalu (year-on-year).

Efektivitas Belanja Masih Menjadi Sorotan
| Selasa, 02 Desember 2025 | 06:18 WIB

Efektivitas Belanja Masih Menjadi Sorotan

Alokasi belanja prioritas 2026 tembus Rp 2.567 triliun, hampir 70% dari pagu belanja APBN           

INDEKS BERITA

Terpopuler