CDS Naik Akibat Perang Dagang, Persepsi Risiko Investasi di Indonesia Memburuk

Senin, 13 Mei 2019 | 07:32 WIB
CDS Naik Akibat Perang Dagang, Persepsi Risiko Investasi di Indonesia Memburuk
[]
Reporter: Dimas Andi | Editor: A.Herry Prasetyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persepsi risiko investasi Indonesia kembali memburuk. Penyebabnya, memanasnya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China akhir-akhir ini.

Persepsi investor atas risiko investasi Indonesia, yang tercermin dari credit default swap (CDS) meningkat. CDS Indonesia tenor 5 tahun berada di level 103,06 pada Jumat (10/5). Sudah tiga hari beruntun CDS tenor 5 tahun berada di area 100. Sebelumnya, terakhir kali CDS tenor 5 tahun ada di atas level 100 adalah pada Maret silam.

Setali tiga uang, CDS Indonesia tenor 10 tahun juga melonjak ke level 175,56 akhir pekan lalu. Padahal, pada 17 April lalu CDS tenor ini sempat menyentuh level terendah tahun ini, yakni 157,85.

Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich menyebut, muncul kekhawatiran pelaku pasar global akibat kebijakan Presiden AS Donald Trump menaikkan bea impor atas produk asal China senilai US$ 325 miliar menjadi 25%. Ini merupakan buntut dari berlarutnya negosiasi dagang antar kedua negara adikuasa tersebut.

Sentimen tersebut akhirnya memicu kenaikan CDS Indonesia, baik tenor 5 tahun ataupun 10 tahun. “Kenaikan CDS Indonesia sejalan dengan pelemahan rupiah dan mata uang emerging market lainnya,” ungkap Farash.

Sebenarnya Indonesia tidak sendirian. Negara emerging market lainnya pun mengalami kenaikan persepsi risiko investasi. Contohnya CDS Filipina tenor 5 tahun akhir pekan lalu bertengger di level 54,548. Padahal sepekan sebelumnya, CDS Filipina berada di level terendahnya, 49,736.

Lonjakan CDS Indonesia juga berkorelasi dengan ketidakpastian yang melanda pasar obligasi Indonesia. Ini terlihat dari yield surat utang negara (SUN) tenor 10 tahun yang sempat kembali ke level 8,03% pada Kamis (9/5), sebelum akhirnya turun lagi menjadi 7,98% sehari berselang.

Head of Fixed Income Syailendra Capital Enry Danil menambahkan, untuk saat ini fokus utama para pelaku pasar masih tertuju pada perkembangan negosiasi dagang AS dan China. Artinya, CDS Indonesia kemungkinan baru bisa turun lagi jika sentimen negatif tersebut mereda.

Senada, Farash juga melihat dalam beberapa waktu ke depan CDS Indonesia masih berpotensi naik seiring diberlakukannya kebijakan kenaikan bea impor produk China.

Sejatinya, tren kenaikan CDS bisa diminimalisir data ekonomi dalam negeri. Sayangnya, data ekonomi Indonesia belum memuaskan.

Pertumbuhan ekonomi kuartal I-2019 hanya 5,07% atau meleset dari ekspektasi pasar sebesar 5,2%. Cadangan devisa Indonesia pun susut US$ 200 juta di April menjadi US$ 124,3 miliar.

Untungnya, defisit neraca transaksi berjalan Indonesia berhasil mengecil menjadi US$ 7 miliar. Ini setara dengan 2,6% dari PDB di kuartal pertama lalu.

Terlepas dari itu, Farash menyatakan, investor tetap bisa berinvestasi di pasar obligasi selama tren kenaikan CDS berlangsung. Namun, investor perlu lebih berhati-hati dan investasinya dilakukan secara bertahap. “Yield SUN saat ini sudah menarik karena lebih tinggi dari yield wajarnya,” jelas dia.

Sementara itu, pengamat pasar modal Anil Kumar menyarankan kepada investor yang baru sebaiknya menghindari dahulu SUN berdenominasi dollar AS. Sebab, seiring tren pelemahan rupiah, risiko kerugian kurs yang ditanggung investor menjadi lebih besar.

Di sisi lain, SUN berdenominasi rupiah dari berbagai tenor tampak menarik bagi investor saat ini. “Harga SUN sudah underperform sehingga bisa dikoleksi sambil menunggu pasar kembali pulih,” terang Anil.

Bagikan

Berita Terbaru

Xerox Holdings Bakal Akuisisi Lexmark Senilai US$ 1,5 Miliar
| Senin, 23 Desember 2024 | 19:48 WIB

Xerox Holdings Bakal Akuisisi Lexmark Senilai US$ 1,5 Miliar

Lexmark perusahaan yang berbasis di Lexington, Kentucky dibentuk sebagai bentuk spin off dari IBM pada bulan Maret 1991.

Valuasi IPO CBDK Dinilai Menarik, Begini Analisisnya
| Senin, 23 Desember 2024 | 15:51 WIB

Valuasi IPO CBDK Dinilai Menarik, Begini Analisisnya

CBDK meminta harga IPO 19x-26x P/E sepanjang tahun 2025, lebih tinggi dibandingkan perusahaan sejenis di sektornya yang hanya 6x-9x P/E.

Mediasi Diperpanjang, Gugatan 40 Nasabah Mirae Senilai Rp 8,17 Triliun Masih Bergulir
| Senin, 23 Desember 2024 | 14:21 WIB

Mediasi Diperpanjang, Gugatan 40 Nasabah Mirae Senilai Rp 8,17 Triliun Masih Bergulir

Mirae Asset minta waktu hingga 16 Januari 2025 untuk memberikan tanggapan karena proposal penggugat harus dirapatkan melibatkan seluruh direksi.

Pilihan Saham Big Caps Menarik Untuk Investasi Jangka Panjang
| Senin, 23 Desember 2024 | 13:58 WIB

Pilihan Saham Big Caps Menarik Untuk Investasi Jangka Panjang

Saham-saham dengan kapitalisasi pasar atau market capitalization (market cap) besar tak melulu jadi pilihan tepat untuk investasi jangka panjang.

Harga Saham Provident (PALM) Menguat, Aksi Borong Dua Pemegang Picu Lonjakan Harga
| Senin, 23 Desember 2024 | 09:00 WIB

Harga Saham Provident (PALM) Menguat, Aksi Borong Dua Pemegang Picu Lonjakan Harga

PALM mencetak laba bersih Rp 464,63 miliar di Januari-September 2024, dibandingkan periode sebelumnya rugi bersih sebesar Rp 1,94 triliun.

Sektor Bisnis yang Mendorong Perekonomian Domestik
| Senin, 23 Desember 2024 | 08:52 WIB

Sektor Bisnis yang Mendorong Perekonomian Domestik

Sejumlah sektor usaha dinilai masih prospektif dan berpotensi sebagai motor penggerak ekonomi Indonesia ke depan, setidaknya dalam jangka menengah

Modal Cekak Pemerintah Mengerek Pertumbuhan Ekonomi 2025
| Senin, 23 Desember 2024 | 08:47 WIB

Modal Cekak Pemerintah Mengerek Pertumbuhan Ekonomi 2025

Tantangan pemerintah Indonesia untuk memacu perekonomian semakin berat pada tahun depan, termasuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8%

Insentif Pajak Mobil Hybrid Dorong Sektor Otomotif, Saham ASII Jadi Unggulan
| Senin, 23 Desember 2024 | 08:36 WIB

Insentif Pajak Mobil Hybrid Dorong Sektor Otomotif, Saham ASII Jadi Unggulan

Bila mendapatkan insentif pajak, maka PPnBM untuk kendaraan hybrid akan dibanderol sebesar 3% hingga 4%.

Rekomendasi Saham Emiten Barang Konsumsi yang Masih Dibayangi Tekanan Daya Beli
| Senin, 23 Desember 2024 | 08:35 WIB

Rekomendasi Saham Emiten Barang Konsumsi yang Masih Dibayangi Tekanan Daya Beli

Miten yang bergerak di bisnis barang konsumsi dibayangi sentimen kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%.

Peluang Tipis IHSG Menguat di Pengujung Tahun
| Senin, 23 Desember 2024 | 08:25 WIB

Peluang Tipis IHSG Menguat di Pengujung Tahun

Sudah tidak banyak lagi ruang bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk menguat di sisa tahun ini. 

INDEKS BERITA

Terpopuler