KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung bergerak turun sepanjang Mei. Saham-saham berkapitalisasi besar atawa big caps tentu memiliki andil di balik tren pelemahan IHSG ini. Semakin besar kapitalisasi saham, kian besar bobotnya terhadap indeks.
Penurunan indeks yang terjadi belakangan ini antara lain terjadi akibat penurunan di saham-saham tersebut. Dengan kata lain, saham big cap menjadi pemberat (laggard) IHSG.
Aksi jual yang melanda pasar saham membuat indeks mengakumulasi penurunan 3,83% sejak awal Mei. Sehingga, sejak awal tahun, IHSG hanya mampu memberikan return 0,24%. Saham perbankan mendominasi laggard tersebut (lihat tabel).
Saham Laggard Sepanjang Mei 2019 | ||||
---|---|---|---|---|
Saham | Harga Per Saham* | Penurunan | Bobot | Market Cap |
BDMN | Rp 5.300 | -40,10% | -30,2 | Rp 51 triliun |
BBRI | Rp 4.120 | -5,70% | -26,8 | Rp 503 triliun |
BBNI | Rp 8.600 | -10,40% | -16,2 | Rp 159 triliun |
ASII | Rp 7.175 | -5,90% | -16 | Rp 290 triliun |
BBCA | Rp 28.050 | -2,40% | -15 | Rp 685 triliun |
SMGR | Rp 11.150 | -17,40% | -12,2 | Rp 66 triliun |
BMRI | Rp 7.474 | -3,20% | -10,1 | Rp 345 triliun |
PTBA | Rp 3.080 | -22,20% | -8,9 | Rp 35 triliun |
UNVR | Rp 44.200 | -2,90% | -8,7 | Rp 337 triliun |
INTP | Rp 19.450 | -11.60% | -8.2 | Rp 72 triliun |
* Harga Per Jumat, 10 Mei 2019 |
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan, ada dua faktor yang menjadi pemicu saham bank turun. Dari dalam negeri, ekspektasi pasar suku bunga acuan turun tidak terjadi.
Memanasnya geopolitik turut berkontribusi. "Saham bank menjadi yang pertama dijual oleh asing," ujar Wawan, Jumat akhir pekan lalu (10/5).
Investor asing menyukai saham bank karena memiliki kapitalisasi pasar besar dan relatif likuid. Dengan demikian, saat masuk bursa, saham bank yang diincar terlebih dahulu. Begitu pula sebaliknya.
Pada saat yang bersamaan, secara teknikal, saham big caps cenderung jenuh beli. Dus, investor memilih keluar sejenak. Kondisi makro dan geopolitik menjadi alasan. "Investor memilih melakukan profit taking dahulu," papar Sukarno Alatas, analis Oso Sekuritas.
Aksi jual di Mei sejatinya kerap terjadi. Ini yang disebut sell in may and go away. Aksi jual ini diprediksi berlangsung cukup lama. Secara historis, investor cenderung wait and see antara Mei hingga Agustus. "Baru kembali reli Oktober," kata Wawan.
Meski begitu, investor tak perlu menyikapi fenomena tersebut secara berlebihan. Analis malah menilai, kondisi ini memberi kesempatan bagi investor mengeruk saham bagus nan murah.
Prospek saham bank selalu menarik, karena industri bank di Indonesia merupakan salah satu pencetak margin bunga bersih tertinggi di dunia. Penetrasi industri ini juga belum sepenuhnya dalam. Sehingga, masih banyak ruang untuk ekspansi.
Namun, tetap menggunakan strategi jika ingin memanfaatkan kesempatan tersebut. "Rekomendasi bagi investor dengan orientasi janga pendek di bawah tiga bulan memang lebih baik wait and see dahulu, kalau pun beli sebaiknya dengan metode averaging," ujar Wawan.
Sukarno menjagokan saham BBNI, BBCA dan UNVR. Target harga ketiganya masing-masing Rp 9.125, Rp 29.050 dan Rp 45.000 per saham.
"Untuk saham lainnya tunggu sinyal beli. Atau, bisa gunakan strategi buy on weakness jika teknikal dinilai sudah oversold," jelas Sukarno.