Cuma Beda di Depan

Jumat, 21 Juni 2024 | 08:05 WIB
Cuma Beda di Depan
[ILUSTRASI. TAJUK - Thomas Hadiwinata]
Thomas Hadiwinata | Managing Editor

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang telah berlangsung sepanjang tahun berjalan, mulai mengundang kerisauan banyak pihak. Maklum, jika awal tahun ini kurs dolar bolak balik di rentang  Rp 15.000-an, the greenback kini berkisar di atas Rp 16.300. 

Jika menengok ke belakang, dolar  semahal itu hanya terjadi di masa-masa krisis. Terdekat, kurs dolar AS seharga itu adalah awal pandemi. Andai ditarik lebih jauh, dolar yang mahal juga terjadi di masa krisis keuangan global, sekitar 2008-an. 

Dan tentu, saat krisis moneter melanda Asia. Kurs yang sempat menyentuh Rp 16.800-an waktu itu, turut menyulut krisis politik. Saat rupiah terlihat tidak berharga di mata dolar AS, lazimnya banyak yang akan bertanya: Apakah krisis di masa lalu tengah berulang?

Jika pemicunya yang menjadi rujukan, maka jawaban atas pertanyaan di atas adalah tidak. Nasib rupiah saat ini, dialami juga oleh valuta di berbagai negara Asia lainnya. Padahal, postur ekonomi di banyak negara Asia itu tidak sama.

Kebijakan moneter di Negeri Paman Sam lah yang menjadi penyebab utama tren penguatan dolar AS. Sikap otoritas moneter di AS yang mempertahankan bunga acuan tinggi, menjaga stamina dolar AS untuk mengalahkan berbagai valuta.

Sedangkan di awal masa pandemi, pemicu penguatan dolar adalah terganggunya lalu lintas ekonomi dunia, akibat banyaknya pembatasan.  

Pemicu rupiah, dan sejumlah valuta Asia, seperti baht dan ringgit, rontok di masa krisis awal abad ke-21 lain lagi. Dolar di masa itu menguat karena banyak negara Asia tak sanggup lagi membandari sistim nilai tukar yang di-peg.

Namun perlu diingat, pintu masuk masalah yang memicu suatu krisis memang berbeda-beda. Namun masalah awal yang beragam itu bisa berujung ke situasi yang sama pahitnya, apabila tidak mendapatkan respon dalam waktu yang tepat.

Jadi, daripada sibuk membanding-bandingkan apakah situasi ekonomi saat ini identik, atau lebih buruk dibandingkan krisis di masa-masa lalu, para pejabat di negeri ini lebih baik mencari solusi agar pelemahan dolar ini tidak memicu serangkaian masalah lain.

Mengingat, ini masa transisi, sudah seharusnya eksekutif yang berkuasa berbagi tanggung jawab dengan yang akan memimpin, untuk meredam dampak pelemahan rupiah.

Jangan bersikap saling menunggu. Sikap semacam itu bisa dipastikan  akan memperparah dampak kejatuhan rupiah.

Bagikan

Berita Terbaru

Bursa Pemimpin untuk Rakyat
| Sabtu, 28 September 2024 | 08:05 WIB

Bursa Pemimpin untuk Rakyat

Rakyat harus memilih calon pemimpin yang berintegritas.

Pasar Sepeda Melambat Tertekan Daya Beli dan Perubahan Tren
| Sabtu, 28 September 2024 | 07:35 WIB

Pasar Sepeda Melambat Tertekan Daya Beli dan Perubahan Tren

Meredupnya tren gowes hingga pelemahan daya beli masyarakat berdampak anjloknya kinerja pasar sepeda di Indonesia.

Program Biodiesel Pengaruhi Ekspor CPO
| Sabtu, 28 September 2024 | 07:10 WIB

Program Biodiesel Pengaruhi Ekspor CPO

Ekspor CPO turun seiring meningkatnya permintaan minyak sawit untuk biodiesel.

Kenaikan Tarif Dorong Setoran Cukai MMEA
| Sabtu, 28 September 2024 | 07:00 WIB

Kenaikan Tarif Dorong Setoran Cukai MMEA

Penerimaan cukai MMEA hingga Agustus 2024 capai 58%

KPPU Selidiki Dugaan Monopoli Avtur Pertamina
| Sabtu, 28 September 2024 | 06:45 WIB

KPPU Selidiki Dugaan Monopoli Avtur Pertamina

Penyelidikan awal berangkat dari fakta tingginya harga avtur di Indonesia

BI dan Malaysia Perbarui Perjanjian Swap Rp 82 T
| Sabtu, 28 September 2024 | 06:40 WIB

BI dan Malaysia Perbarui Perjanjian Swap Rp 82 T

Perjanjian tersebut berlaku untuk lima tahun ke depan

Pekerja yang Kena PHK  Tembus 50.000 Orang
| Sabtu, 28 September 2024 | 06:30 WIB

Pekerja yang Kena PHK Tembus 50.000 Orang

Kasus PHK terbanyak ada di Jawa Tengah, Banten, dan DKI Jakarta

Pembayaran Bunga Utang Mencapai Rp 315 Triliun
| Sabtu, 28 September 2024 | 06:15 WIB

Pembayaran Bunga Utang Mencapai Rp 315 Triliun

Realisasi pembayaran bunga utang mencapai 58%

LTLS Pacu Kinerja di Akhir Tahun
| Sabtu, 28 September 2024 | 06:10 WIB

LTLS Pacu Kinerja di Akhir Tahun

Mayoritas penjualan PT Lauta.n Luas Tbk (LTLS) terserap di pasar domestik dengan porsi mencapai 90%

Terbitkan Utang di Awal untuk Hemat Beban
| Sabtu, 28 September 2024 | 06:00 WIB

Terbitkan Utang di Awal untuk Hemat Beban

Pemerintah akan melalukan pre funding pada kuartal keempat tahun ini

INDEKS BERITA

Terpopuler