KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri reksadana syariah dalam tekanan. Kondisi ini tercermin dari turunnya dana kelolaan atau asset under management (AUM) reksadana syariah.
Merujuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada April 2022, dana kelolaan reksadana syariah turun 45% secara year on year (yoy) menjadi Rp 42,85 triliun. Pemicunya adalah net redemption, yang tergambar dari jumlah unit penyertaan (UP) reksadana syariah pada April 2022 anjlok 58% yoy menjadi 27,27 miliar unit.
Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana menjelaskan, produk yang memicu penurunan adalah reksadana terproteksi syariah. Ia bilang, produk reksadana terproteksi jatuh tempo tidak diganti dengan produk baru.
Baca Juga: Dana Kelolaan Industri Reksadana Syariah Terseret Reksadana Terproteksi
Minat investor pada reksadana syariah juga minim. "Penyebabnya adalah pajak obligasi reksadana naik menjadi 10%, dari sebelumnya 5%. Alhasil investor institusi, reksadana syariah menjadi kurang menarik," kata Wawan, Senin (23/5). Tapi, dia menilai, ada tantangan industri reksadana syariah.
Pasalnya, prospek reksadana syariah di Indonesia besar.
Direktur Syariah Unit Eastspring Investment Rian Wisnu Murti berpendapat masih rendahnya literasi dan inklusi reksadana syariah. Kendala lainnya aset di pasar modal syariah saat ini masih sangat terbatas.
Rian bilang, saham perbankan atau finansial syariah masih terbatas jumlahnya, tertinggal jauh dibandingkan saham perbankan dan finansial konvensional. "Jadi ketika pasar reli didorong saham konvensional, kinerja reksadana syariah tertinggal karena aset pendorong terbatas," jelas dia. Namun Rian yakin, ke depan pilihan saham syariah akan semakin beragam.
Wawan meyakini, kinerja reksadana syariah secara umum pada tahun ini akan lebih baik dari tahun lalu, khususnya berbasis saham. Meski reksadana saham syariah tidak bisa masuk ke saham bank konvensional, tidak lantas kehilangan kesempatan. Tingginya harga komoditas juga akan berimbas pada saham komoditas dan perkebunan.
Senior Economist Bahana TCW Investment Emil Muhamad menambahkan, produk reksadana sukuk bisa dijadikan pilihan. Pasalnya, reksadana ini secara kinerja dalam satu tahun terakhir lebih baik dibandingkan reksadana berbasis SBN konvensional. "Reksadana sukuk ini jauh lebih stabil dan minim volatilitas global, khususnya tengah situasi saat ini. Karena itu, reksadana sukuk ini bisa jadi pilihan menarik," kata Emil.
Baca Juga: Manulife Indonesia Catat Pendapatan Premi Melonjak 42% di Tahun 2021