Deflasi dan Daya Beli

Selasa, 08 Oktober 2024 | 06:19 WIB
Deflasi dan Daya Beli
[ILUSTRASI. Havid Febri]
Havid Vebri | Redaktur Pelaksana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi perekonomian nasional sedang tidak baik-baik saja di pengujung 2024, yang berbarengan dengan masa transisi pemerintahan. Suramnya perekonomian ini terpampang jelas dari tren deflasi selama lima bulan berturut-turut.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Indonesia mengalami deflasi 0,12% pada September 2024. Ini adalah deflasi kelima berturut-turut selama 2024 dan menjadi yang terparah dalam lima tahun terakhir pemerintahan Presidan Joko Widodo.

Deflasi berturut-turut selama 2024 pertama kali terjadi pada Mei lalu, sebesar 0,03% month to month. Lalu semakin dalam di Juni yang menyentuh 0,08% dan tak lebih baik pada Juli dengan 0,18%.

BPS kemudian mencatat deflasi mulai membaik pada Agustus, yakni kembali ke level 0,03% secara bulanan. Tapi tingkat deflasi di Indonesia kini kembali terpuruk.

BPS menyebut, deflasi yang terjadi dalam lima bulan terakhir disumbang penurunan harga komoditas bergejolak. Tapi, deflasi yang terjadi sekarang, bisa jauh lebih berbahaya dari sekedar penurunan harga barang. Sebab, dibaliknya turunnya harga itu ada fenomena anjloknya pendapatan atau perputaran uang di masyarakat. Sederhananya, masyarakat yang memiliki uang semakin sedikit, sehingga daya beli lemah.

Di sisi lain, aktivitas produksi barang dan jasa terus meningkat atau tidak bisa dikurangi. Berdasarkan hukum permintaan dan penawaran, ketika penawaran barang atau jasa melebihi permintaan, maka otomatis harga turun. 

Yang harus dipahami, berkurangnya peredaran jumlah uang bukan karena masyarakat cenderung menyimpan uangnya di bank. Data terbaru yang dirilis Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menunjukkan, saldo tabungan masyarakat Indonesia justru mengalami penurunan dalam lima tahun terakhir. 

Dalam kondisi ini, maka deflasi menjadi alarm bahaya bagi perekonomian nasional. Ada beberapa faktor yang memicu penurunan daya beli sebagai penyebab utama deflasi. Yakni, maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK), minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan, dan tingginya suku bunga kredit. Kombinasi ketiga faktor itulah yang menekan daya beli masyarakat belakangan ini.

Tentu saja, anjloknya daya beli ini menjadi tantangan bagi pemerintahan Prabowo Subianto menuju Indonesia Maju. Nahkoda Indonesia yang baru, harus mampu mencari solusi jangka panjang agar perekonomian kembali ke level pra pandemi Covid-19.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Euforia Saham BUMI Efek Akuisisi Bukan Tanpa Konsekuensi, Beban Utang Kembali Bengkak
| Minggu, 16 November 2025 | 15:05 WIB

Euforia Saham BUMI Efek Akuisisi Bukan Tanpa Konsekuensi, Beban Utang Kembali Bengkak

Utang baru yang digali BUMI bisa menimbulkan risiko jika harga batubara tetap lemah dan aset baru belum berproduksi.

Saham BRPT Diprediksi Masih Kuat Melaju, Ditopang Faktor Teknikal dan Fundamental
| Minggu, 16 November 2025 | 13:45 WIB

Saham BRPT Diprediksi Masih Kuat Melaju, Ditopang Faktor Teknikal dan Fundamental

Masuknya BREN ke Indeks MSCI diharapkan berpotensi menarik arus modal asing lebih besar ke emiten Grup Barito.

Melancong ke Luar Negeri Masih Menjadi Primadona
| Minggu, 16 November 2025 | 13:00 WIB

Melancong ke Luar Negeri Masih Menjadi Primadona

Musim libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) menjadi tonggak terakhir untuk mendulang keuntungan bagi bisnis wisata perjalan.

Kinerja Bakal Tertekan Sampai Akhir 2025, tapi Saham SSIA Masih Direkomendasikan Beli
| Minggu, 16 November 2025 | 12:20 WIB

Kinerja Bakal Tertekan Sampai Akhir 2025, tapi Saham SSIA Masih Direkomendasikan Beli

Laba PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) anjlok hingga 97% di 2025 akibat renovasi Hotel Melia Bali.

Lonjakan Saham Properti Happy Hapsoro; BUVA, UANG & MINA, Fundamental atau Euforia?
| Minggu, 16 November 2025 | 11:00 WIB

Lonjakan Saham Properti Happy Hapsoro; BUVA, UANG & MINA, Fundamental atau Euforia?

Saham UANG, BUVA, MINA melonjak karena Happy Hapsoro. Pelajari mana yang punya fundamental kuat dan potensi pertumbuhan nyata.

Strategi Natanael Yuyun Suryadi, Bos SPID :  Mengadopsi Strategi Value Investing
| Minggu, 16 November 2025 | 09:24 WIB

Strategi Natanael Yuyun Suryadi, Bos SPID : Mengadopsi Strategi Value Investing

Natanael mengaku bukan tipe investor yang agresif.  Ia memposisikan dirinya sebagai investor moderat.

Multi Bintang Indonesia (MLBI) Menebar Dividen Interim Rp 400,3 Miliar
| Minggu, 16 November 2025 | 09:11 WIB

Multi Bintang Indonesia (MLBI) Menebar Dividen Interim Rp 400,3 Miliar

Total nilai dividen yang sudah ditentukan ialah Rp 400,33 miliar. Jadi dividen per saham adalah Rp 190.

BUMI Menerbitkan Obligasi Rp 780 Miliar, Simak Penggunaannya
| Minggu, 16 November 2025 | 09:02 WIB

BUMI Menerbitkan Obligasi Rp 780 Miliar, Simak Penggunaannya

Sekitar Rp 340,88 miliar atau A$ 31,47 juta untuk pemenuhan sebagian dari kewajiban pembayaran nilai akuisisi terhadap Jubliee Metals Limited.

Rencanakan Liburan dengan Matang biar Kantong Tak Kering
| Minggu, 16 November 2025 | 09:00 WIB

Rencanakan Liburan dengan Matang biar Kantong Tak Kering

Berlibur jadi kegiatan yang kerap orang lakukan di akhir tahun. Simak cara berlibur biar keuangan tetap sehat.

Ketika Dana Kelolaan Reksadana (AUM) Mencapai All Time High
| Minggu, 16 November 2025 | 08:52 WIB

Ketika Dana Kelolaan Reksadana (AUM) Mencapai All Time High

Pertumbuhan dana kelolaan ini mencerminkan kepercayaan investor yang pulih setelah masa sulit pasca-pandemi.

INDEKS BERITA

Terpopuler