Di Balik Oversubscribe BI-FRN

Kamis, 04 Desember 2025 | 04:39 WIB
Di Balik Oversubscribe BI-FRN
[]
Reporter: Harian Kontan | Editor: Sandy Baskoro

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Skema kerja operasi moneter Bank Indonesia (BI) tampaknya terus berevolusi tanpa jeda. Sejak 2010, misalnya, Surat Berharga Negara (SBN) menjadi instrumen utama dalam operasi moneter menggantikan peran Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk menyerap kelebihan likuiditas industri perbankan. 

Berselang 13 tahun, BI menghadirkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebagai piranti alternatif operasi moneter. SRBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah dengan aset rujukan SBN. Kepemilikan SRBI oleh pemain asing dalam jangka pendek terbukti mendukung stabilisasi nilai tukar rupiah.

Inovasi instrumen operasi moneter BI agaknya tidak berhenti sampai di situ. Bank Indonesia Floating Rate Note (BI-FRN) dirilis dengan sasaran memperdalam pasar uang dan mendorong pengembangan transaksi derivatif berbasis Indonesia Overnight Index Average (Indonia), seperti Overnight Index Swap (OIS).

Baca Juga: BSDE Siap Menerbitkan Obligasi dan Sukuk Senilai Rp 1,75 Triliun

BI-FRN adalah surat berharga rupiah berjangka pendek dengan kupon mengambang berdasarkan rata-rata suku bunga Indonia ditambah margin. Bagi perbankan, BI-FRN menjadi salah satu opsi penempatan dana yang aman, kupon mengikuti pergerakan suku bunga acuan, dan dapat dijadikan agunan likuiditas.

Alhasil, tidak mengherankan jika lelang perdana BI-FRN pada Senin 17 November 2025 dibanjiri permintaan (oversubscribe). Permintaan yang masuk dari sejumlah bank peserta operasi moneter mencapai Rp 2,82 triliun. Sedangkan realisasi pemenang lelang perdana BI-FRN "hanya" Rp 767 miliar atau sekitar 27%. 

Sementara, margin penawaran yang masuk berada pada kisaran 0,70%–1,50%, dengan rata-rata tertimbang margin penawaran menembus 1,08646%. Adapun rata-rata tertimbang margin pemenang lelang tercatat lebih rendah, yakni 0,77757%. Margin hasil dari metode lelang sudah sampai pada skala optimal.

Baca Juga: Bayang-Bayang Bunga Utang Menggerogoti Fiskal

Kesuksesan lelang perdana BI-FRN tampaknya mengulang kembali kisah manis SRBI. Lelang perdana SRBI ketika itu juga mengalami kelebihan permintaan. Fenomena kelebihan permintaan dalam lelang perdana mencerminkan tingginya minat perbankan terhadap instrumen finansial anyar yang diterbitkan BI, tak terkecuali BI-FRN. 

Kendati cukup menjanjikan, keberlanjutan BI-FRN sebagai piranti operasi moneter perlu mendapatkan perhatian yang serius. Pemenang lelang perdana BI-FRN di level Rp 767 miliar sejatinya relatif kecil untuk ukuran operasi moneter absorpsi, pun jika dibandingkan dengan kinerja instrumen SBN, apalagi SRBI. 

Beranjak dari situ, lelang perdana BI-FRN agaknya memang sengaja tidak dimaksudkan untuk menyerap likuiditas secara masif. BI lebih menginginkan penyesuaian struktur likuiditas industri perbankan berjalan bertahap, sembari menjaga fungsi intermediasi -- yang menjadi tugas utama perbankan -- tetap bergulir.

Baca Juga: Efek Perang Dagang, Sewa Gudang Ramai

Oleh karenanya, dampak langsung lelang perdana BI-FRN pada dinamika pasar uang relatif terbatas. Nilai serapan toh tergolong kecil dibanding volume harian transaksi pasar uang antarbank. Sebaliknya, BI cenderung ingin menguji mekanisme lelang di awal. Praktik di lelang perdana akan menjadi acuan di masa mendatang.

Pembentukan suku bunga jangka panjang adalah manfaat lain yang bisa dipetik dari lelang perdana BI-FRN. Suku bunga jangka panjang itu niscaya akan dijadikan titik referensi baru tenor satu tahun terhadap Indonia, yang dapat digunakan untuk tujuan OIS, deposito, kredit berbunga mengambang, hingga transaksi repo.

Margin yang wajar

Secara paralel, lelang perdana BI-FRN juga memberi sinyal dini besaran margin yang "wajar" untuk tenor satu tahun berbasis Indonia. Margin "wajar" merepresentasikan efisiensi transaksi. Margin itu diharapkan tidak hanya berlaku pada instrumen BI-FRN tetapi juga "menular" pada transaksi instrumen finansial lainnya.

Bagaimana dengan bank yang tidak kebagian BI-FRN pada lelang perdana? Sejumlah bank yang tidak mendapatkan alokasi BI-FRN masih terbuka peluang menempatkan dananya di instrumen lain yang tak kalah atraktif. Kompatibilitas antara risk dan return niscaya menjadi pertimbangan utama portofolionya. 

Baca Juga: Memasuki Akhir Tahun, Saham Bank Belum Pulih

Kompatibilitas dan komparabilitas itu pula yang menjamin suku bunga jangka pendek Indonia tidak tersundul naik. Strategi lelang perdana BI-FRN semacam itu mirip dengan operasi moneter twist. BI menjual SBN jangka pendek dan membeli SBN jangka panjang secara bersamaan agar struktur yield SBN lebih landai.

Dalam konteks BI-FRN, BI menjaga agar suku bunga jangka pendek Indonia tetap stabil. Tujuannya untuk memelihara stabilitas suku bunga mengambang berbasis Indonia menjadi lebih jelas di berbagai tenor. Sasaran putaran kedua, suku bunga jangka panjang melandai sehingga merangsang pinjaman dan investasi. 

Kalaupun semua harapan di atas terwujud, persoalan keberlanjutan BI-FRN sebagai piranti operasi moneter tidak selesai sampai di situ. Pokok persoalan BI-FRN adalah pemosisiannya. Berkaca dari SRBI, perbankan sebagai pembeli pertama sering kesulitan "mengemasnya" untuk dijual lagi kepada calon investor.

Baca Juga: Rupiah Terangkat Data Surplus Dagang

Dangkalnya pasar derivatif dan terbatasnya jenis aset finansial yang diperdagangkan menjadi problema klasik. Pasar derivatif di Indonesia belum semaju di negara-negara sepantaran (peer). Pasar BI-FRN belum solid terbentuk untuk semua tenor. Konkretnya, BI harus memperkuat terlebih dahulu tipologi pasarnya.

Pasar derivatif yang likuid akan menjadi wahana bagi pelaku pasar keuangan dan calon investor untuk saling memperjualbelikan BI-FRN. Namun seiring dengan berjalannya waktu, volume penerbitan BI-FRN secara gradual diyakini akan diperbesar. Pasar derivatif BI-FRN pun dengan sendirinya akan kukuh terbentuk. 

Ikhtiar edukatif juga memegang peranan penting. Transaksi di pasar derivatif membutuhkan perhitungan yang tidak "umum". Pola pikir di pasar spot tidak bisa diterapkan utuh pada pasar derivatif. Calon investor yang akan "bermain" di pasar derivatif wajib memiliki kecukupan bekal pemahaman sebelum memulai kiprahnya. 

Baca Juga: Kans HEXA Mengokohkan Kinerja

Ketuntasan aspek teknis dan non-teknis tersebut niscaya akan menjadikan BI-FRN sebagai aset pilihan di pasar uang. Perputaran likuiditas antar-tenor dikondisikan tersegmentasi sehingga tidak saling merecoki. Interaksi pasar uang lintas tenor tetap terjadi meski dengan risiko sistemik yang tersegmentasi pula.  

Alhasil, di balik fenomena oversubscribe pada lelang perdana BI-FRN, momentum instrumen likuid anyar muncul. Dia potensial menjadi salah satu pilar pendalaman pasar uang rupiah. Pada gilirannya, BI-FRN akan meningkatkan transparansi harga plus mempercepat transmisi kebijakan moneter. Bukan begitu?

Selanjutnya: Pangkas Dominasi Investor Gede, Jatah Ritel di Saham IPO Naik

Bagikan
Topik Terkait

Berita Terbaru

IHSG Terkoreksi Tipis, Intip Prediksi dan Rekomendasi Saham Hari Ini (4/12)
| Kamis, 04 Desember 2025 | 04:50 WIB

IHSG Terkoreksi Tipis, Intip Prediksi dan Rekomendasi Saham Hari Ini (4/12)

IHSG terkoreksi tipis 0,06% pada Rabu (3/12) setelah naik 2 hari. Simak prediksi IHSG dan rekomendasi saham pilihan untuk Kamis (4/12/2025).

Di Balik Oversubscribe BI-FRN
| Kamis, 04 Desember 2025 | 04:39 WIB

Di Balik Oversubscribe BI-FRN

Pasar BI-FRN belum solid terbentuk untuk semua tenor. Konkretnya, BI harus memperkuat terlebih dahulu tipologi pasarnya.

Pangkas Dominasi Investor Gede, Jatah Ritel di Saham IPO Naik
| Kamis, 04 Desember 2025 | 04:16 WIB

Pangkas Dominasi Investor Gede, Jatah Ritel di Saham IPO Naik

Investor ritel mendapatkan porsi yang setara dengan non-ritel dalam penjatahan terpusat atau pooling allotment.

Membedah Saham TRIN, dari Agenda Ekspansi Hingga Masuknya Anak Hashim Djojohadikusumo
| Rabu, 03 Desember 2025 | 09:59 WIB

Membedah Saham TRIN, dari Agenda Ekspansi Hingga Masuknya Anak Hashim Djojohadikusumo

Hingga pengujung 2025 PT Perintis Triniti Properti Tbk (TRIN) membidik pertumbuhan marketing revenue Rp 1,8 triliun.

BSDE Siap Menerbitkan Obligasi dan Sukuk Senilai Rp 1,75 Triliun
| Rabu, 03 Desember 2025 | 08:47 WIB

BSDE Siap Menerbitkan Obligasi dan Sukuk Senilai Rp 1,75 Triliun

Berdasarkan prospektus obligasi BSDE, seperti dikutip Selasa (2/12), emiten properti ini akan menerbitkan obligasi dalam empat seri.

Proyek Sanur Bakal Jadi Sumber Pendapatan Utama PT Sanurhasta Mitra Tbk (MINA)
| Rabu, 03 Desember 2025 | 08:03 WIB

Proyek Sanur Bakal Jadi Sumber Pendapatan Utama PT Sanurhasta Mitra Tbk (MINA)

Perdagangan saham PT Sanurhasta Mitra Tbk (MINA) kembali dibuka mulai sesi 1 hari ini, Rabu, 3 Desember 2025. 

Buyback Berakhir Hari Ini, tapi Harga Saham KLBF Kian Terpuruk Didera Sentimen MSCI
| Rabu, 03 Desember 2025 | 07:46 WIB

Buyback Berakhir Hari Ini, tapi Harga Saham KLBF Kian Terpuruk Didera Sentimen MSCI

Tekanan jual investor asing dan rerating sektor konsumer menghantam saham PT Kalbe Farma Tbk (KLBF).

Calon Emiten Sarang Burung Wallet Ini Tetapkan Harga IPO di Rp 168 Per Saham
| Rabu, 03 Desember 2025 | 07:41 WIB

Calon Emiten Sarang Burung Wallet Ini Tetapkan Harga IPO di Rp 168 Per Saham

Saham RLCO lebih cocok dibeli oleh investor yang memang berniat untuk trading. Memanfaatkan tingginya spekulasi pada saham-saham IPO.

Reksadana Saham Bangkit di Akhir Tahun
| Rabu, 03 Desember 2025 | 07:00 WIB

Reksadana Saham Bangkit di Akhir Tahun

Berdasarkan data Infovesta, per November 2025 reksadana saham mencatat return 17,32% YtD, disusul return reksadana campuran tumbuh 13,26% YtD

Bayang-Bayang Bunga Utang Menggerogoti Fiskal
| Rabu, 03 Desember 2025 | 06:46 WIB

Bayang-Bayang Bunga Utang Menggerogoti Fiskal

Utang publik global capai US$110,9 T, memicu suku bunga tinggi. Ini potensi risiko kenaikan biaya utang pemerintah Indonesia hingga Rp4.000 T. 

INDEKS BERITA