KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Skema kerja operasi moneter Bank Indonesia (BI) tampaknya terus berevolusi tanpa jeda. Sejak 2010, misalnya, Surat Berharga Negara (SBN) menjadi instrumen utama dalam operasi moneter menggantikan peran Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk menyerap kelebihan likuiditas industri perbankan.
Berselang 13 tahun, BI menghadirkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebagai piranti alternatif operasi moneter. SRBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah dengan aset rujukan SBN. Kepemilikan SRBI oleh pemain asing dalam jangka pendek terbukti mendukung stabilisasi nilai tukar rupiah.
Inovasi instrumen operasi moneter BI agaknya tidak berhenti sampai di situ. Bank Indonesia Floating Rate Note (BI-FRN) dirilis dengan sasaran memperdalam pasar uang dan mendorong pengembangan transaksi derivatif berbasis Indonesia Overnight Index Average (Indonia), seperti Overnight Index Swap (OIS).
Baca Juga: BSDE Siap Menerbitkan Obligasi dan Sukuk Senilai Rp 1,75 Triliun
BI-FRN adalah surat berharga rupiah berjangka pendek dengan kupon mengambang berdasarkan rata-rata suku bunga Indonia ditambah margin. Bagi perbankan, BI-FRN menjadi salah satu opsi penempatan dana yang aman, kupon mengikuti pergerakan suku bunga acuan, dan dapat dijadikan agunan likuiditas.
Alhasil, tidak mengherankan jika lelang perdana BI-FRN pada Senin 17 November 2025 dibanjiri permintaan (oversubscribe). Permintaan yang masuk dari sejumlah bank peserta operasi moneter mencapai Rp 2,82 triliun. Sedangkan realisasi pemenang lelang perdana BI-FRN "hanya" Rp 767 miliar atau sekitar 27%.
Sementara, margin penawaran yang masuk berada pada kisaran 0,70%–1,50%, dengan rata-rata tertimbang margin penawaran menembus 1,08646%. Adapun rata-rata tertimbang margin pemenang lelang tercatat lebih rendah, yakni 0,77757%. Margin hasil dari metode lelang sudah sampai pada skala optimal.
Baca Juga: Bayang-Bayang Bunga Utang Menggerogoti Fiskal
Kesuksesan lelang perdana BI-FRN tampaknya mengulang kembali kisah manis SRBI. Lelang perdana SRBI ketika itu juga mengalami kelebihan permintaan. Fenomena kelebihan permintaan dalam lelang perdana mencerminkan tingginya minat perbankan terhadap instrumen finansial anyar yang diterbitkan BI, tak terkecuali BI-FRN.
Kendati cukup menjanjikan, keberlanjutan BI-FRN sebagai piranti operasi moneter perlu mendapatkan perhatian yang serius. Pemenang lelang perdana BI-FRN di level Rp 767 miliar sejatinya relatif kecil untuk ukuran operasi moneter absorpsi, pun jika dibandingkan dengan kinerja instrumen SBN, apalagi SRBI.
Beranjak dari situ, lelang perdana BI-FRN agaknya memang sengaja tidak dimaksudkan untuk menyerap likuiditas secara masif. BI lebih menginginkan penyesuaian struktur likuiditas industri perbankan berjalan bertahap, sembari menjaga fungsi intermediasi -- yang menjadi tugas utama perbankan -- tetap bergulir.
Baca Juga: Efek Perang Dagang, Sewa Gudang Ramai
Oleh karenanya, dampak langsung lelang perdana BI-FRN pada dinamika pasar uang relatif terbatas. Nilai serapan toh tergolong kecil dibanding volume harian transaksi pasar uang antarbank. Sebaliknya, BI cenderung ingin menguji mekanisme lelang di awal. Praktik di lelang perdana akan menjadi acuan di masa mendatang.
Pembentukan suku bunga jangka panjang adalah manfaat lain yang bisa dipetik dari lelang perdana BI-FRN. Suku bunga jangka panjang itu niscaya akan dijadikan titik referensi baru tenor satu tahun terhadap Indonia, yang dapat digunakan untuk tujuan OIS, deposito, kredit berbunga mengambang, hingga transaksi repo.
Margin yang wajar
Secara paralel, lelang perdana BI-FRN juga memberi sinyal dini besaran margin yang "wajar" untuk tenor satu tahun berbasis Indonia. Margin "wajar" merepresentasikan efisiensi transaksi. Margin itu diharapkan tidak hanya berlaku pada instrumen BI-FRN tetapi juga "menular" pada transaksi instrumen finansial lainnya.
Bagaimana dengan bank yang tidak kebagian BI-FRN pada lelang perdana? Sejumlah bank yang tidak mendapatkan alokasi BI-FRN masih terbuka peluang menempatkan dananya di instrumen lain yang tak kalah atraktif. Kompatibilitas antara risk dan return niscaya menjadi pertimbangan utama portofolionya.
Baca Juga: Memasuki Akhir Tahun, Saham Bank Belum Pulih
Kompatibilitas dan komparabilitas itu pula yang menjamin suku bunga jangka pendek Indonia tidak tersundul naik. Strategi lelang perdana BI-FRN semacam itu mirip dengan operasi moneter twist. BI menjual SBN jangka pendek dan membeli SBN jangka panjang secara bersamaan agar struktur yield SBN lebih landai.
Dalam konteks BI-FRN, BI menjaga agar suku bunga jangka pendek Indonia tetap stabil. Tujuannya untuk memelihara stabilitas suku bunga mengambang berbasis Indonia menjadi lebih jelas di berbagai tenor. Sasaran putaran kedua, suku bunga jangka panjang melandai sehingga merangsang pinjaman dan investasi.
Kalaupun semua harapan di atas terwujud, persoalan keberlanjutan BI-FRN sebagai piranti operasi moneter tidak selesai sampai di situ. Pokok persoalan BI-FRN adalah pemosisiannya. Berkaca dari SRBI, perbankan sebagai pembeli pertama sering kesulitan "mengemasnya" untuk dijual lagi kepada calon investor.
Baca Juga: Rupiah Terangkat Data Surplus Dagang
Dangkalnya pasar derivatif dan terbatasnya jenis aset finansial yang diperdagangkan menjadi problema klasik. Pasar derivatif di Indonesia belum semaju di negara-negara sepantaran (peer). Pasar BI-FRN belum solid terbentuk untuk semua tenor. Konkretnya, BI harus memperkuat terlebih dahulu tipologi pasarnya.
Pasar derivatif yang likuid akan menjadi wahana bagi pelaku pasar keuangan dan calon investor untuk saling memperjualbelikan BI-FRN. Namun seiring dengan berjalannya waktu, volume penerbitan BI-FRN secara gradual diyakini akan diperbesar. Pasar derivatif BI-FRN pun dengan sendirinya akan kukuh terbentuk.
Ikhtiar edukatif juga memegang peranan penting. Transaksi di pasar derivatif membutuhkan perhitungan yang tidak "umum". Pola pikir di pasar spot tidak bisa diterapkan utuh pada pasar derivatif. Calon investor yang akan "bermain" di pasar derivatif wajib memiliki kecukupan bekal pemahaman sebelum memulai kiprahnya.
Baca Juga: Kans HEXA Mengokohkan Kinerja
Ketuntasan aspek teknis dan non-teknis tersebut niscaya akan menjadikan BI-FRN sebagai aset pilihan di pasar uang. Perputaran likuiditas antar-tenor dikondisikan tersegmentasi sehingga tidak saling merecoki. Interaksi pasar uang lintas tenor tetap terjadi meski dengan risiko sistemik yang tersegmentasi pula.
Alhasil, di balik fenomena oversubscribe pada lelang perdana BI-FRN, momentum instrumen likuid anyar muncul. Dia potensial menjadi salah satu pilar pendalaman pasar uang rupiah. Pada gilirannya, BI-FRN akan meningkatkan transparansi harga plus mempercepat transmisi kebijakan moneter. Bukan begitu?
