Berita Market

Dilema Emiten Bank Menghadapi Suku Bunga

Jumat, 21 Desember 2018 | 09:30 WIB
Dilema Emiten Bank Menghadapi Suku Bunga

ILUSTRASI. Suasana transaksi nasabah di Bank BNI

Reporter: Yoliawan H | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten perbankan pada tahun depan diperkirakan tidak sekuat tahun ini, sekalipun kenaikan suku bunga The Federal Reserves tidak seagresif tahun ini. Tapi, tren kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) tahun ini, akan mulai berdampak terhadap bisnis emiten perbankan tahun depan.

Tahun ini, suku bunga acuan BI atau BI 7-DRR sudah naik 175 basis poin (bps) menjadi 6,00%. Demi menjaga margin bunga bersih atau net interest margin (NIM), bank merespons dengan mengerek bunga. Ini akan berpengaruh pada permintaan kredit.
 
Direktur Keuangan dan Treasury Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), Iman Nugroho Soeko mengatakan, efek dari BI 7-DRR yang sudah mencapai 6%, pasti akan terasa terutama dalam upaya bank menjaga margin bunga. "Debitur berekspektasi bunga kredit tidak tinggi sesuai ekspektasi pemerintah. Sehingga penyesuaian suku bunga kredit lebih sulit ditransmisikan," kata dia, Kamis (20/12).
 
Tahun depan, BTN menargetkan pertumbuhan kredit 15%. Target itu masih di atas proyeksi OJK sebesar 12%–13%. Tapi, proyeksi pertumbuhan kredit 2019 masih di bawah target BTN tahun ini, yaitu mencapai 19%–20%.
 
Menurut Iman, target pertumbuhan kredit lebih rendah karena mempertimbangkan efek suku bunga. Maklum, BTN harus menaikan bunga kredit secara bertahap. Semakin tinggi bunga kredit maka lebih sedikit proyek yang layak untuk dibiayai (feasible).
 
Demi mengantisipasi pertumbuhan kredit yang melambat, BBTN akan mengejar pendapatan dari komisi atau fee based income. Per Oktober 2018, pertumbuhan kredit BBTN mencapai 18,96% yoy.
 
Potensi bunga turun
 
Kenaikan tingkat bunga kredit tidak hanya berpotensi menekan pertumbuhan kredit, namun juga memengaruhi kualitas kredit. Managing Director and Head of Equity Capital Market Samuel Internasional Harry Su memperkirakan, kinerja emiten perbankan pada tahun depan rawan melambat. Menurut Harry, efek kenaikan bunga BI yang agresif pada 2018 akan terasa dampaknya ke sektor riil dalam waktu tiga hingga enam bulan ke depan. "Jadi, tahun 2019 dampaknya akan terasa," tandas dia.
 
Meski begitu, dia bilang, masih ada harapan kinerja bank lebih baik pada akhir tahun depan. Sebab, ada peluang suku bunga BI turun jika kenaikan Fed Fund Rate (FFR) tidak sekencang tahun ini. Kemungkinan BI bisa memangkas suku bunga pada kuartal IV-2019.
 
Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menilai, kinerja emiten perbankan memang akan mengikuti arah kebijakan bank sentral. Tapi, tingkat suku bunga yang agresif bisa diantisipasi dengan mengejar pendapatan dari komisi.
 
Oleh karena itu, Hans melihat prospek saham perbankan masih bagus tahun depan. Dia melihat, BI bisa saja menurunkan suku bunga pada akhir tahun depan, sebab The Fed tidak lagi agresif.
 
Hans merekomendasi investor untuk mencermati saham bank big caps yang memiliki kontribusi fee based income besar. Misalnya, Bank Negara Indonesia (BBNI) dan Bank Central Asia (BBCA).
 
Hitungan Harry, pergerakan saham emiten bank masih akan netral dan mengikuti arah pasar secara umum. Dia juga menilai saham BBNI masih menarik dikoleksi hingga tahun depan. Alasannya, saham bank pelat merah itu termasuk yang paling murah di antara saham-saham bank berkapitalisasi pasar besar.
 
Rahmi Marina, analis Perbankan Maybank Kim Eng Sekuritas dalam riset 19 Desember, memberi catatan maintain buy terhadap saham BBNI. Ia menjagokan saham ini, lantaran kualitas kredit BBNI masih stabil di tengah tren kenaikan suku bunga. Target harga 12 bulan di level Rp 10.400 per saham.

Ini Artikel Spesial

Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.

Sudah berlangganan? Masuk

Berlangganan

Berlangganan Hanya dengan 20rb/bulan Anda bisa mendapatkan berita serta analisis ekonomi, bisnis, dan investasi pilihan

Rp 20.000

Kontan Digital Premium Access

Business Insight, Epaper Harian + Tabloid, Arsip Epaper 30 Hari

Rp 120.000

Berlangganan dengan Google

Gratis uji coba 7 hari pertama. Anda dapat menggunakan akun Google sebagai metode pembayaran.

Terbaru