Dilema Transisi Ekonomi

Minggu, 29 September 2024 | 04:44 WIB
Dilema Transisi Ekonomi
[ILUSTRASI. Havid Febri]
Havid Vebri | Redaktur Pelaksana

Wajah perekonomian nasional sedang tidak baik-baik saja di pengujung 2024, yang berbarengan dengan masa transisi pemerintahan. Suramnya perekonomian ini terpampang jelas dari sejumlah indikator, yakni penurunan daya beli masyarakat dan kontraksi di sektor industri manufaktur.

Ada banyak indikator ekonomi yang menunjukkan seretnya daya beli masyarakat belakangan ini, selain munculnya fenomena deflasi beruntun selama empat bulan terakhir.

Pertama, survei Bank Indonesia (BI) terkait Indeks Penjualan Riil (IPR) periode Agustus 2024 yang mengalami kontraksi 7,4% secara bulanan. Fenomena ini sejalan dengan rilis Mandiri Spending Index (MSI) yang menyebut adanya pelambatan pertumbuhan mingguan spending index masyarakat pada periode tersebut.

Di mana hingga minggu ketiga Agustus 2024, spending index masyarakat berada di level 280,6. Level itu menunjukkan rata-rata pertumbuhan mingguan MSI tercatat sebesar 0,86% week on week (wow), lebih rendah dibanding pertumbuhan mingguan sepanjang Juli 2024 (1,72% WoW).

Sinyal kuat pelemahan daya beli itu juga nampak dari anjloknya pembelian barang-barang berdaya tahan lama atau durable goods. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan wholesales atau penjualan dari pabrik ke diler sepanjang Januari-Agustus 2024 turun 17,1% year on year (yoy) menjadi 560.619 unit, dari periode yang sama tahun 2023 sebesar 675.859 unit.

Dampak melemahnya daya beli juga menjalar ke sektor ritel modern. Peritel modern seperti Matahari Department Store misalnya, belakangan telah menutup sejumlah gerainya di beberapa lokasi.

Pelaku usaha yang menjual durable goods memang sangat terpukul lantaran pengeluaran kelompok kalangan menengah banyak terserap untuk memenuhui kebutuhan pokok, seperti makanan.

Maka tak heran, jika sektor ini tetap berjaya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Perindustrian merilis bahwa pada triwulan II-2024 pertumbuhan industri makanan dan minuman mencapai 5.53% yoy, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu sebesar 4.62%.

Data itu sekaligus menguatkan fakta bahwa spending masyarakat lebih banyak di-shift ke makanan, sementara spending untuk sektor lainnya cenderung melambat. Fenomena ini setali tiga uang dengan laporan BPS yang menyebut sebanyak 9,48 juta warga kelas menengah 'turun kasta' ke kelas menengah rentan hingga kelompok rentan miskin.

Pada akhirnya, penurunan daya beli dan kelas menengah itu berdampak pada kemunduran aktivitas industri manufaktur. S&P Global melaporkan, Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Agustus 2024 berada di level 48,9, turun 0,4 poin dari bulan sebelumnya di 49,3. Artinya, dua bulan beruntun industri manufaktur nasional di zona kontraksi. PMI sebenarnya telah mengalami tren penurunan selepas Maret 2024 hingga kini.

Nah, yang perlu menjadi perhatian, penurunan daya beli masyarakat dan sektor manufaktur terkait erat dengan komponen fundamental Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Konsumsi rumah tangga sebagai bagian dari PDB berdasarkan pengeluaran, dan sektor manufaktur sebagai bagian dari PDB berdasarkan lapangan usaha. Keduanya merupakan prime mover yang mempengaruhi dinamika ekonomi nasional.

Tentu saja, anjloknya daya beli dan kelompok kelas menengah yang dibarengi kemunduran sektor manufaktur adalah tantangan bagi pemerintahan Prabowo Subianto menuju Indonesia Maju. Nahkoda Indonesia yang baru, harus mampu mencari solusi jangka panjang agar perekonomian kembali ke level pra pandemi Covid-19.

Selanjutnya: Suling Air Laut Demi Keberlanjutan Usaha Tukang Martabak

Bagikan

Berita Terbaru

Dilema Transisi Ekonomi
| Minggu, 29 September 2024 | 04:44 WIB

Dilema Transisi Ekonomi

Ada banyak indikator ekonomi yang menunjukkan seretnya daya beli masyarakat belakangan ini.

Suling Air Laut Demi Keberlanjutan Usaha Tukang Martabak
| Minggu, 29 September 2024 | 04:43 WIB

Suling Air Laut Demi Keberlanjutan Usaha Tukang Martabak

Krisis iklim membuat produsen tepung terigu PT Indofood Sukses Makmur Tbk Divisi Bogasari Flour Mills menyusun mitigasi.

Isi Cuan dari Pengisian Botol Minum
| Minggu, 29 September 2024 | 04:42 WIB

Isi Cuan dari Pengisian Botol Minum

Banyak pengguna botol minum alias tumbler menjadi peluang bisnis baru berupa penyediaan tempat air isi ulangnya atau wat

Kredit Tanpa Jaminan yang Masih Menjadi Pilihan
| Minggu, 29 September 2024 | 04:40 WIB

Kredit Tanpa Jaminan yang Masih Menjadi Pilihan

Tawaran suku bunga kredit yang kompetitif serta proses pengajuan kredit secara online menjadi alasan produk KTA bertahan.

Kementerian BUMN Jadi Superholding, Begini Pengelolaan BUMN di Negara Lain
| Sabtu, 28 September 2024 | 20:08 WIB

Kementerian BUMN Jadi Superholding, Begini Pengelolaan BUMN di Negara Lain

Beredar kabar, pemerintah baru akan membubarkan Kementerian BUMN dan menggantikan dengan superholding. Begini praktik di negara lain

Bursa Pemimpin untuk Rakyat
| Sabtu, 28 September 2024 | 08:05 WIB

Bursa Pemimpin untuk Rakyat

Rakyat harus memilih calon pemimpin yang berintegritas.

Pasar Sepeda Melambat Tertekan Daya Beli dan Perubahan Tren
| Sabtu, 28 September 2024 | 07:35 WIB

Pasar Sepeda Melambat Tertekan Daya Beli dan Perubahan Tren

Meredupnya tren gowes hingga pelemahan daya beli masyarakat berdampak anjloknya kinerja pasar sepeda di Indonesia.

Program Biodiesel Pengaruhi Ekspor CPO
| Sabtu, 28 September 2024 | 07:10 WIB

Program Biodiesel Pengaruhi Ekspor CPO

Ekspor CPO turun seiring meningkatnya permintaan minyak sawit untuk biodiesel.

Kenaikan Tarif Dorong Setoran Cukai MMEA
| Sabtu, 28 September 2024 | 07:00 WIB

Kenaikan Tarif Dorong Setoran Cukai MMEA

Penerimaan cukai MMEA hingga Agustus 2024 capai 58%

KPPU Selidiki Dugaan Monopoli Avtur Pertamina
| Sabtu, 28 September 2024 | 06:45 WIB

KPPU Selidiki Dugaan Monopoli Avtur Pertamina

Penyelidikan awal berangkat dari fakta tingginya harga avtur di Indonesia

INDEKS BERITA

Terpopuler