Dituduh sebagai Manipulator Mata Uang, Ini Pernyataan Resmi Bank Sentral China (PBOC)
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank sentral China, People's Bank of China (PBOC) memberikan pernyataan resmi menanggapi tudingan pemerintah Amerika Serikat.
Seperti diketahui, Departemen Keuangan AS menuding China sebagai manipulator mata uang.
Dalam pernyataan resminya, PBOC menyatakan penyesalan mendalam atas tudingan tersebut.
Label semacam itu, menurut PBOC, tidak konsisten dengan kriteria kuantitatif yang ditetapkan oleh Departemen AS sendiri terkait dengan apa yang disebut sebagai "manipulator mata uang".
Tindakan unilateralisme dan proteksionisme AS yang berubah-ubah itu, menurut PBOC, akan sangat merusak aturan internasional dan berdampak material terhadap ekonomi dan keuangan global.
Rezim nilai tukar renminbi (RMB), PBOC mengatakan, adalah rezim mengambang yang dikelola berdasarkan penawaran dan permintaan pasar dan dengan mengacu pada sekeranjang mata uang.
Menurut PBOC, tidak ada masalah seperti manipulasi nilai tukar. Sebab, secara alami, nilai tukar renminbi ditentukan oleh penawaran dan permintaan pasar.
Depresiasi renminbi baru-baru ini yang terjadi sejak awal Agustus, menurut PBOC, didorong dan ditentukan oleh kekuatan pasar.
Depresiasi tersebut mencerminkan pergeseran dinamika pasar dan volatilitas di pasar valuta asing global di tengah perkembangan ekonomi global dan meningkatnya friksi perdagangan.
PBOC menegaskan, telah berkomitmen untuk mempertahankan nilai tukar renminbi tetap stabil di tingkat ekuilibrium dan adaptif.
"Upaya kami telah diakui secara luas oleh mitra internasional," tulis PBOC dalam keterangan resmi.
Baca Juga: Gubernur PBOC Yi Gang: Renminbi Akan Menjadi Mata Uang yang Kuat
Menurut data Bank for International Settlements (BIS), selama periode antara awal 2005 hingga Juni 2019, nominal effectice exchange rate (NEER) alias nilai tukar efektif nominal RMB terapresiasi sebesar 38%.
Sementara real effective exchange rate (REER) alias nilai tukar efektif riil RMB terapresiasi 47%.
Berdasarkan data tersebut, PBOC menyatakan, renminbi telah menjadi mata uang terkuat di antara negara anggota G20.
Ukuran apresiasi mata uang tersebut juga termasuk yang terbesar di seluruh mata uang.
International Monetary Fund (IMF), PBOC bilang, telah menyatakan bahwa renminbi secara luas sejalan dengan fundamental.
Dalam krisis finansial Asia 1997 dan krisis finansial global 2008, menurut PBOC, China tetap setia pada komitmennya untuk menjaga stabilitas renminbi dan memberikan dukungan kuat pada stabilitas pasar keuangan dan pemulihan ekonomi global.
Meskipun AS terus meningkatkan sengketa perdagangan sejak awal 2018, PBCO mengatakan, China telah menepati janji untuk tidak melakukan devaluasi kompetitif.
"China tidak pernah menggunakan dan tidak akan menggunakan nilai tukar renminbi sebagai alat untuk menghadapi friksi perdagangan," tegas PBOC.
Tindakan AS yang telah menuding China sebagai manipulator mata uang, menurut PBOC, sepenuhnya mengabaikan fakta.
Baca Juga: Disebut manipulator mata uang, China intervensi pelemahan yuan
China dengan tegas menentang tindakan seperti itu karena merugikan kepentingan China dan AS.
Menurut PBOC, hal itu akan secara serius merusak tatanan keuangan internasional dan memunculkan volatilitas pasar keuangan.
Selain itu, tindakan AS juga akan menghambat perdagangan internasional, memotong pemulihan ekonomi dunia, dan pada akhirnya merugikan kepentingan AS sendiri.
Tindakan sepihak AS ini, menurut PBOC, telah merusak konsensus multilateral tentang nilai tukar.
Hal itu akan berdampak negatif dan serius terhadap stabilitas fungsi sistem moneter internasional.
"China mendesak AS untuk mengekang kudanya di tepi tebing, berbalik dari jalan yang salah ini dan kembali ke jalur yang rasional dan objektif," tulis PBOC.
PBOC sekali lagi menegaskan, China tetap akan berkomitmen pada rezim nilai tukar mengambang yang dikelola berdasarkan penawaran permintaan pasar dengan mengacu pada sekeranjang mata uang dan menjaga nilai tukar renmibi stabil di tingkat ekuilibrium dan adaptif.
Baca Juga: BI siap hadapi dampak potensial pelemahan yuan terhadap rupiah