Emiten Bank Menanti Bunga Acuan Turun

Senin, 24 Juni 2019 | 06:00 WIB
Emiten Bank Menanti Bunga Acuan Turun
[]
Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sikap Bank Indonesia (BI) yang mungkin akan melonggarkan kebijakan moneternya di semester II-2019, bakal memberikan dampak positif bagi emiten sektor perbankan dalam jangka panjang. Hanya saja, untuk jangka pendek, emiten sektor ini masih terganjal kondisi likuiditas yang ketat.

Seperti diketahui, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang berlangsung 19 Juni–20 Juni 2019, bank sentral Indonesia mempertahankan suku bunga acuan atawa BI 7-Day Repo Rate (BI 7-DRR) di level 6%. Hal tersebut berhasil mempertahankan kurs rupiah di hadapan dollar Amerika Serikat (AS).

Namun, potensi BI memangkas suku bunga acuan tetap terbuka karena The Federal Reserve sudah menyatakan siap mempertimbangan penurunan suku bunga acuan paling cepat pada bulan Juli mendatang.

Kepala Riset Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma berpendapat, tren kebijakan moneter global yang cenderung dovish bisa menjadi penopang kinerja sektor perbankan di tahun ini. Apalagi, sejak tahun 2017, kinerja sektor keuangan menjadi satu-satunya sektor yang tumbuh lebih baik ketimbang Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Di sisi lain, Suria optimistis, pertumbuhan kredit bisa mencapai 11% secara industri, dengan risiko kredit macet atau non performing loan (NPL) yang cukup baik dan terjaga. Adapun penopang pertumbuhan kredit perbankan 2019 datang dari kredit korporasi, khususnya infrastruktur dan konsumer.

"Jadi, sekarang masalahnya adalah likuiditas karena loan to deposit ratio (LDR) yang telah mencapai 94%," kata dia, Jumat (21/6).

Memang, dalam RDG pekan lalu, BI memutuskan menurunkan giro wajib minimum (GWM) rupiah sebesar 50 basis poin (bps) atau 0,5%, baik untuk bank umum konvensional dan bank umum syariah.

Masing-masing rasio GWM rupiah bank umum konvensional dan bank umum syariah saat ini sebesar 6% dan 4,5%. Adapun GWM rata-rata masing-masing tetap sebesar 3%.

"GWM sudah diturunkan 50 bps. Walau tidak besar, tapi lumayan untuk menambah likuiditas hingga Rp 25 triliun ke sistem perbankan," tambah Suria.

Namun, analis MNC Sekuritas Nurulita Harwaningrum melihat, penurunan GWM hanya berdampak pada likuiditas perbankan tertentu saja. Bahkan, jika akhirnya BI memangkas BI7-DRR, hal tersebut masih sulit menekan cost of fund dan deposito.

Ia pun melihat, hanya perbankan di kategori BUKU IV seperti Bank Mandiri (BMRI), Bank Central Asian (BBCA), Bank Negara Indonesia (BBNI), Bank Rakyat Indonesia (BBRI), dan Bank CIMB Niaga (BNGA) yang bisa menikmati pelonggaran kebijakan BI ini.

Perbankan lainnya sulit melonggarkan likuiditas karena terbentur kondisi global yang masih bergejolak serta pertumbuhan financial technology (fintech) yang menjamur.

DPK sulit

Selain masalah likuidtas yang ketat, perbankan juga mulai kesulitan dalam mengumpulkan dana pihak ketiga (DPK). Menurut Nurulita, ada dua hal yang menyebabkan itu. Satu, semakin banyak masyarakat yang melek terhadap literasi keuangan, sehingga menyimpan uang tidak melulu dilakukan di perbankan, tetapi bisa melalui investasi. Terlebih di tahun ini pemerintah rajin menggelar penawaran surat utang ritel, sehingga pilihan masyarakat saat ini lebih banyak.

Kedua, nasabah cenderung menahan dana yang dimiliki karena perkembangan kondisi ekonomi saat ini.

Analis Kresna Sekuritas Franky Rivan juga memandang prospek saham sektor perbankan masih netral. Terlebih pertumbuhan kredit perbankan hingga bulan April 2019 lalu mencapai 11,03% secara year on year (yoy) menjadi Rp 5.305 triliun.

Di samping itu, NIM cenderung stagnan di level 4,87% di saat NPL berada di level 2,57%. "Kami mempertahankan pandangan netral kami di sektor perbankan karena pinjaman yang lesu, margin tertekan dan mewaspadai untuk berlanjut," jelas dia dalam risetnya Jumat (21/6).

Untuk sektor ini, Franky menjagokan BBCA karena kinerjanya mumpuni. Sementara itu, Nurulita juga memilih BBCA walau pun harganya sudah tergolong mahal saat ini. Sedangkan pilihan Suria jatuh pada BBNI yang memiliki potensi menguat lebih baik. "Ini karena BBCA dan BBRI sudah tergolong premium," pungkas dia.

Bagikan

Berita Terbaru

PTPP Kembali Digugat PKPU, Kali Ini Oleh Dua Perusahaan Konstruksi di Tangerang
| Jumat, 05 September 2025 | 09:20 WIB

PTPP Kembali Digugat PKPU, Kali Ini Oleh Dua Perusahaan Konstruksi di Tangerang

Kas dan setara kas PTPP turun hingga 41% YoY dari Rp 4,32 triliun di semester I-2024 menjadi Rp 2,54 triliun di semester I-2025.

CEO BRI Ventures Jadi Tersangka, Terseret Kasus Dugaan Korupsi Investasi TaniHub
| Jumat, 05 September 2025 | 09:02 WIB

CEO BRI Ventures Jadi Tersangka, Terseret Kasus Dugaan Korupsi Investasi TaniHub

Penyidik Kejaksaan Agung telah menyita beberapa bukti elektronik berupa handphone dan menyita empat bidang tanah di Jabodetabek dan Bandung.

Volatilitas Saham TAYS Tak Didukung Sentimen Fundamental, Investor Kudu Hati-Hati
| Jumat, 05 September 2025 | 08:33 WIB

Volatilitas Saham TAYS Tak Didukung Sentimen Fundamental, Investor Kudu Hati-Hati

Saham TAYS mulai bergerak naik sejak 12 Agustus 2025 ketika harganya mulai beranjak dari gocap ke Rp 52.

BNBR Bakal Jadi 100% Pengendali Cimanggis Cibitung Tollways, Pendapatan Naik 25%
| Jumat, 05 September 2025 | 08:16 WIB

BNBR Bakal Jadi 100% Pengendali Cimanggis Cibitung Tollways, Pendapatan Naik 25%

PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) akan membiayai akuisisi 90% saham PT Cimanggis Cibitung Tollways lewat utang.

Pamor KPR Syariah Tak Redup Meski Bunga Acuan Menguncup
| Jumat, 05 September 2025 | 04:45 WIB

Pamor KPR Syariah Tak Redup Meski Bunga Acuan Menguncup

kebijakan bank konvensional yang masih enggan menurunkan bunga kreditnya membuat bisnis KPRsyariah belum kehilangan pamor.

Aset Dapen Masih Bisa Mengembang Meski Kondisi Menantang
| Jumat, 05 September 2025 | 04:15 WIB

Aset Dapen Masih Bisa Mengembang Meski Kondisi Menantang

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, industri dapen sukarela mengelola aset Rp 392,56 triliun per Juli 2025, alias meningkat 4,66%.

Likuiditas Kuat, Potensi Saham BBNI Masih Cukup Baik
| Jumat, 05 September 2025 | 04:00 WIB

Likuiditas Kuat, Potensi Saham BBNI Masih Cukup Baik

Target NIM PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang semula dipasang 4,0%–4,2%, diturunkan menjadi 3,8%.

Kinerja Semester II SMBR Bakal Terkerek Kenaikan Permintaan di Pasar Sumatra
| Kamis, 04 September 2025 | 17:13 WIB

Kinerja Semester II SMBR Bakal Terkerek Kenaikan Permintaan di Pasar Sumatra

Untuk menjaga momentum, strategi utama yang ditempuh SMBR adalah melakukan efisiensi biaya melalui konsolidasi logistik bersama SIG​.

Berupaya Perbaiki Kinerja, Begini Rekomendasi Saham Krakatau Steel (KRAS)
| Kamis, 04 September 2025 | 12:00 WIB

Berupaya Perbaiki Kinerja, Begini Rekomendasi Saham Krakatau Steel (KRAS)

Dengan utilisasi yang lebih tinggi, efisiensi produksi diproyeksikan meningkat signifikan, sehingga mendorong kenaikan penjualan.

Cadangan Devisa Bank Sentral Dunia Berbentuk Emas Cetak Rekor, Melampaui US Treasury
| Kamis, 04 September 2025 | 10:03 WIB

Cadangan Devisa Bank Sentral Dunia Berbentuk Emas Cetak Rekor, Melampaui US Treasury

Hingga beberapa bulan mendatang, hampir seluruh bank sentral di dunia menyebut akan menambah cadangan emasnya.

INDEKS BERITA