Faktor Ini yang Hambat Kinerja Reksadana di saat Sinyal Pemulihan Global Muncul

Selasa, 01 Juni 2021 | 07:41 WIB
Faktor Ini yang Hambat Kinerja Reksadana di saat Sinyal Pemulihan Global Muncul
[ILUSTRASI. Ilustrasi reksadana dalam rupiah.]
Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemulihan ekonomi yang tampak di sejumlah kawasan dunia belum mampu mengangkat kinerja reksadana di dalam negeri. Mengutip data Infovesta Utama per Jumat (28/5), hanya reksadana pasar uang yang mencatatkan pertumbuhan imbal hasil dalam basis tahunan. Sedangkan reksadana campuran, reksadana saham dan reksadana pendapatan tetap masing-masing membukukan penurunan.

Jika dibandingkan secara year-on-year (yoy), imbal hasil reksadana pasar uang tumbuh sebesar 1,40%. Sedangkan imbal hasil reksadana pendapatan tetap tergerus 0,53%. Penurunan imbal hasil reksadana campuran dan reksadana saham lebih besar lagi. Masing-masing secara berurutan mengalami kontraksi 1,84% dan 6,26%.

Tanda-tanda perbaikan kondisi ekonomi, misalnya, terlihat di China, Amerika Serikat (AS) dan Eropa. China membukukan laju inflasi bulanan untuk April sebesar 0,9%. Ini merupakan laju inflasi bulanan tertinggi untuk tahun ini.

Baca Juga: Proyeksi IHSG di bulan Juni 2021 dan saham-saham yang bisa dicermati

Sementara di AS, tanda perbaikan ekonmi datang dari klaim pengangguran, yang untuk pertama kalinya turun ke level sebelum pandemi. Penurunan angka pengangguran juga terjadi di Eropa. Tingkat inflasi AS dan kawasan Eropa juga memperlihatkan kecenderungan naik.

Namun, membaiknya data ekonomi global belum memberikan dampak positif pada kinerja reksadana.

Dalam laporan risetnya, Infovesta, Senin (31/5), menyebut masih ada beberapa kendala, hingga tanda-tanda pertumbuhan ekonomi yang sudah tampak, tak cukup untuk mengangkat kinerja reksadana. Kendala itu seperti peningkatan kasus infeksi baru Covid-19 di kawasan Asia hingga menyebabkan beberapa negara Asia kembali menerapkan lockdown. 

Baca Juga: Bursa Asia kompak melemah pada awal perdagangan Kamis (27/5)

Pemulihan ekonomi di AS juga dibayangi kekhawatiran akan terjadi tappering off, berupa pengurangan pembelian obligasi AS. Jika ekonomi terus pulih maka tingkat suku bunga acuan AS bisa kembali meningkat. Akhirnya, dapat memberikan tekanan tambahan untuk aset-aset investasi berisiko. 

Berdasarkan kondisi tersebut, Infovesta menyarankan investor masih perlu wait and see pada reksadana pendapatan tetap, mengingat masih terdapat kekhawatiran tappering off. Dampaknya, bisa berefek negatif pada kinerja pasa obligasi. 

Investor reksadana saham dapat melakukan average down ketika indeks terkoreksi dengan harapan pemulihan ekonomi dalam jangka panjang. 

Di sisi lain, reksadana pasar uang dengan kinerja yang stabil dapat menjadi alternatif penempatan dana sambil menanti momen untuk kembali masuk ke jenis reksadana yang lebih berisiko. 

Selanjutnya: Berkat Investor Domestik, Pasar Surat Utang Negara (SUN) Kembali Pulih

 

Bagikan

Berita Terbaru

Kredit Sindikasi Perbankan Mulai Berangsur Pulih
| Jumat, 28 November 2025 | 14:13 WIB

Kredit Sindikasi Perbankan Mulai Berangsur Pulih

Sepanjang 2025 berjalan, penyaluran kredit sindikasi perbankan mencapai US$ 23,62 miliar angka ini menurun sekitar 12%.

PetroChina Investasi Besar Demi Eksplorasi Blok Jabung, RATU Punya 8 Persen PI
| Jumat, 28 November 2025 | 10:40 WIB

PetroChina Investasi Besar Demi Eksplorasi Blok Jabung, RATU Punya 8 Persen PI

PetroChina akan menggelar eksplorasi 6 sumur baru dan 11 sumur work over di Blok Jabung hingga 2028.

Operator Telekomunikasi Optimalkan Layanan AI
| Jumat, 28 November 2025 | 08:50 WIB

Operator Telekomunikasi Optimalkan Layanan AI

Perkembangan ini menjadi hal positif apalagi industri telekomunikasi saat ini sudah menyebar ke banyak wilayah Tanah Air.

Voksel Electric (VOKS) Mengejar Target Pertumbuhan 15%
| Jumat, 28 November 2025 | 08:40 WIB

Voksel Electric (VOKS) Mengejar Target Pertumbuhan 15%

VOKS membidik proyek ketenagalistrikan baru, termasuk melalui lelang yang akan dilakukan PT PLN (Persero).

Berharap Bisnis Melaju dengan Diskon Nataru
| Jumat, 28 November 2025 | 08:30 WIB

Berharap Bisnis Melaju dengan Diskon Nataru

Tak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerintah berharap program diskon belanja ini dapat meningkatkan daya beli masyarakat.

Prodia Widyahusada (PRDA) Siapkan Strategi Bisnis di 2026
| Jumat, 28 November 2025 | 08:10 WIB

Prodia Widyahusada (PRDA) Siapkan Strategi Bisnis di 2026

Pada tahun depan, Prodia jWidyahusada membidik posisi sebagai South East Asia (SEA) Referral Laboratory.

DOID Akan Terbitkan Global Bond Setara Rp 8,31 Triliun
| Jumat, 28 November 2025 | 08:01 WIB

DOID Akan Terbitkan Global Bond Setara Rp 8,31 Triliun

Rencana penerbitan global bond merupakan bagian dari strategi DOID untuk mempertahankan sumber pendanaan yang terdiversifikasi. 

Konsumsi Produk Bisa Meningkat, Prospek KLBF Semakin Sehat
| Jumat, 28 November 2025 | 07:53 WIB

Konsumsi Produk Bisa Meningkat, Prospek KLBF Semakin Sehat

Kinerja PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) KLBF pada 2026 masih prospektif dengan ditopang segmen pharma (prescription) dan consumer health. 

Realisasi Marketing Sales Anjlok, Kinerja Agung Podomoro Land (APLN) Ikut Jeblok
| Jumat, 28 November 2025 | 07:47 WIB

Realisasi Marketing Sales Anjlok, Kinerja Agung Podomoro Land (APLN) Ikut Jeblok

Kinerja PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) loyo di sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini. Lemahnya daya beli jadi salah satu pemicunya.

Demutualisasi Bisa Mendorong Penerapan GCG di BEI
| Jumat, 28 November 2025 | 07:36 WIB

Demutualisasi Bisa Mendorong Penerapan GCG di BEI

Penerapan demutualisasi dinilai tidak akan berdampak kepada investor. Justru, itu jadi sarana BEI untuk menerapkan good corporate governance. ​

INDEKS BERITA

Terpopuler