Gawat, Pejabat Tinggi di Puluhan Negara Ikut Menjadi Korban Peretasan via Whatsapp

Jumat, 01 November 2019 | 12:40 WIB
Gawat, Pejabat Tinggi di Puluhan Negara Ikut Menjadi Korban Peretasan via Whatsapp
[ILUSTRASI. Foto ilustrasi: Pesan pengaturan keamanan yang muncul di aplikasi Whatsapp (April 6, 2016. REUTERS/Thomas White/Illustration/File Photo)]
Reporter: Thomas Hadiwinata | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Aksi peretasan telepon seluler melalui aplikasi Whatsapp ternyata tak pandang status.  Bahkan, para pejabat negara sekali pun, tidak kebal dari tindak pencurian data yang tersimpan di selulernya. Demikian hasil penyelidikan internal Whatsapp, yang dituturkan seorang sumber anonim ke Reuters.

Sumber yang mengetahui proses penyelidikan itu, menuturkan, dari daftar korban peretasan yang sudah diidentifikasi Whatsapp, terselip nama para pejabat tinggi pemerintahan di, sedikitnya, 20 negara yang tersebar di lima benua. 

Keberadaan para pejabat penting di berbagai negara itu dalam daftar korban peretasan via aplikasi Whatsapp bisa memantik buntut yang lebih panjang di bidang politik dan diplomatik. Hasil penyelidikan internal Whatsapp yang dikutip Reuters, beberapa negara asal dari para pejabat korban peretasan itu adalah  AS, Uni Emirat Arab, Bahrain, Meksiko, Pakistan dan India.

Baca Juga: Hacker asal Sleman mengantongi Rp 31,5 miliar dengan meretas perusahaan di AS

Untuk menghadang aksi peretasan, Whatsapp telah mengambil langkah hukum di AS, pekan lalu. Perusahaan piranti lunak milik Facebook itu menggugat NSO Group yang menjual platform untuk meretas Whatsapp.

NSO yang berbasis di Israel, menurut berita Reuters, mengembangkan platform peretasan Whatsapp dengan memanfaatkan celah yang ada di server milik Whatsapp. Platform tersebut dimanfaatkan oleh klien-klien NSO untuk meretas, sedikitnya, 1.400 pengguna Whatsapp selama 29 April 2019 hingga 10 Mei 2019.

Patut dicatat, jumlah pengguna Whatsapp yang menjadi korban peretasan, bisa jadi lebih besar daripada angka di atas. Mengingat, besar kemungkinan aksi peretasan juga terjadi di luar rentang waktu yang sudah diidentifikasi. Spekulasi ini merujuk ke pengakuan seorang pengacara hak asasi manusia yang berbasis di London. Kepada Reuters, pengacara yang tinggal di London itu memperlihatkan foto-foto yang mengindikasikan adanya upaya peretasan handphonenya pada 1 April silam.

Hingga kini,  NSO menolak mengidentifikasi siapa saja yang menjadi klien dari platform peretasan miliknya. Developer piranti peretasan itu hanya menyatakan, klien dari platformnya merupakan institusi pemerintahan.

“Kami tidak bisa mengungkap siapa yang berstatus atau tidak berstatus klien dan tidak bisa membahas secara spesifik penggunaan platform tersebut,” demikian pernyataan tertulis NSO.  Perusahaan yang berbasis di Israel itu juga sempat membantah telah melakukan kejahatan, dengan menyatakan bahwa alat peretasannya dibuat untuk membantu pemerintah di berbagai negara untuk menangkap pelaku teror dan kriminal.

Namun para peneliti keamanan siber meragukan pembelaan diri NSO. Mereka menuding platform yang dihasilkan NSO telah digunakan dalam aksi peretasan seluler milik berbagai kalangan, termasuk para penggerak unjuk rasa di berbagai negara.

Lembaga pengawas keamanan siber, Citizien Lab, Selasa lalu, menyatakan, paling tidak ada 100 korban peretasan yang termasuk kelompok tokoh civil society, seperti aktivis dan wartawan. Citizen Lab sendiri diajak Whatsapp untuk ikut mengidentifikasi korban-korban peretasan.

Baca Juga: Seolah tak ada habisnya, Satgas Waspada Investasi jaring lagi ratusan fintech ilegal

John Scott-Railton, periset senior Citizen Lab, menyatakan tidak heran jika para pejabat di berbagai negara turut menjadi sasaran peretasan. “Sudah menjadi rahasia umum bahwa berbagai teknologi yang diklaim hanya digunakan untuk penegakan hokum, ternyata disalahgunakan untuk sebagai alat spionase antar negara dan politik,” tutur dia.

Sebelum memberitahu penggunanya yang menjadi korban peretasan, WhatsApp mengecek terlebih dahulu apakah si pengguna yang menjadi korban itu termasuk dalam daftar pelanggar hukum, terutama yang berhubungan dengan terorisme atau eksploitasi anak. Nah, dari hasil pengecekan tersebut, sumber Reuters menyatakan, tidak ada korban peretasan yang berstatus pelanggar hokum.

Dan, Whatsapp pun telah mengirin notifikasi peringatan tentang peretasan ke para penggunanya, awal pekan ini. Whatsapp juga membuka portal online bagi pemerintah yang ingin meminta informasi lebih lanjut.

Bagikan

Berita Terbaru

Logisticsplus (LOPI) Amankan Kontrak Baru Pada 2026 Senilai Rp 80 Miliar
| Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56 WIB

Logisticsplus (LOPI) Amankan Kontrak Baru Pada 2026 Senilai Rp 80 Miliar

PT Logisticsplus International Tbk (LOPI) menutup tahun buku 2025 dengan recognized revenue konsolidasi sekitar Rp 105 miliar.

Dari Uang Saku Anak ke Pengelolaan Keuangan
| Jumat, 26 Desember 2025 | 11:47 WIB

Dari Uang Saku Anak ke Pengelolaan Keuangan

Ada banyak pilihan dalam memberikan uang saku buat anak. Simak cara mengatur uang saku anak sembari mengajarkan soal pengelolaan uang.

Altcoin Season 2025 Terasa Hambar, Likuiditas Terpecah Belah
| Jumat, 26 Desember 2025 | 11:45 WIB

Altcoin Season 2025 Terasa Hambar, Likuiditas Terpecah Belah

Altcoin 2025 tak lagi reli massal, pelajari faktor pergeseran pasar dan rekomendasi investasi altcoin untuk tahun 2026.

Memperbaiki Kondisi Keuangan, KRAS Dapat Pinjaman Rp 4,9 Triliun dari Danantara
| Jumat, 26 Desember 2025 | 10:58 WIB

Memperbaiki Kondisi Keuangan, KRAS Dapat Pinjaman Rp 4,9 Triliun dari Danantara

PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) memperoleh pinjaman dari pemegang sahamnya, yakni Danantara Asset Management. 

Harga Ayam Diprediksi Naik, Kinerja Japfa Comfeed (JPFA) Pada 2026 Bisa Membaik
| Jumat, 26 Desember 2025 | 10:38 WIB

Harga Ayam Diprediksi Naik, Kinerja Japfa Comfeed (JPFA) Pada 2026 Bisa Membaik

Salah satu sentimen pendukung kinerja emiten perunggasan tersebut di tahun depan adalah membaiknya harga ayam hidup (livebird). ​

Pelemahan Harga Komoditas Menyengat Emiten Migas
| Jumat, 26 Desember 2025 | 10:19 WIB

Pelemahan Harga Komoditas Menyengat Emiten Migas

Risiko pelemahan harga minyak mentah dunia masih berpotensi membayangi kinerja emiten minyak dan gas (migas) pada 2026.​

Harga Bitcoin Koreksi di Penghujung 2025, Saat Tepat untuk Serok atau Wait and See?
| Jumat, 26 Desember 2025 | 10:15 WIB

Harga Bitcoin Koreksi di Penghujung 2025, Saat Tepat untuk Serok atau Wait and See?

Dalam beberapa proyeksi, bitcoin diperkirakan tetap berada di atas kisaran US$ 70.000–US$ 100.000 sebagai floor pasar.

Denda Administrasi Menghantui Prospek Emiten CPO dan Pertambangan
| Jumat, 26 Desember 2025 | 10:02 WIB

Denda Administrasi Menghantui Prospek Emiten CPO dan Pertambangan

Pemerintah bakal agresif menerapkan denda administrasi atas aktivitas usaha di kawasan hutan pada tahun 2026.

Berharap Saham-Saham Pendatang Baru Masih Bisa Menderu
| Jumat, 26 Desember 2025 | 09:42 WIB

Berharap Saham-Saham Pendatang Baru Masih Bisa Menderu

Dengan pasokan saham yang terbatas, sedikit saja permintaan dapat memicu kenaikan harga berlipat-lipat.

Pasar Mobil Konvensional Terpukul, Mobil Listrik Masih Sulit Merakyat
| Jumat, 26 Desember 2025 | 09:35 WIB

Pasar Mobil Konvensional Terpukul, Mobil Listrik Masih Sulit Merakyat

Negara berpotensi meraup minimal Rp 37,7 triliun per tahun dari cukai emisi, dengan asumsi tarif 10% hingga 30% dari harga jual kendaraan.

INDEKS BERITA

Terpopuler